11

12.2K 467 4
                                    



Beberapa orang yang tahu dan berpapasan memilih berhenti sebentar lalu membungkukkan badan mereka tanda hormat. Jeannie melangkahkan kakinya mendekati lift khusus petinggi yang berada di tengah-tengah bangunan.

Setibanya di lantai atas, dimana ruangan sang suami berada, Dirinya di sambut Linda dan senyum menenangkan milik sekertaris suaminya tersebut.

"Selamat siang, Tuan Genta ada di dalam bersama jalang yang lupa membawa kacanya." kata Linda saat Jeannie berjalan mendekati mejanya yang persis berada di dekat pintu masuk ruangan Genta.

Jeannie terkekeh. Di lihat dari wajahnya bisa sangat di pastikan perempuan itu tengah bahagia.

"Are you kidding me, huh?" lalu keduanya malah tertawa bersama setelahnya.

"Masuklah Jean atau jalang itu akan benar-benar meninggalkan kacanya di sembarang tempat." Jeannie mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti, lalu mengusap pelan punggung tangan Linda sebelum akhirnya ia melangkah masuk.

Dua kali ketukan di pintu dan tanpa menunggu jawaban dari dalam tangannya mendorong pintu tersebut. Ia melangkah masuk dengan langkah kaki yang mantap.

Senyum mengembang di wajahnya, ia mendekati sang suami yang ternyata duduk di kursi kebesarannya, bukan duduk di sofa bersama yang lain.

"Pikirmu kamu siapa dengan seenak hati masuk ruangan tanpa mengetuk."

Sudah tahu kan itu suara siapa ?

Ananta berdeham cukup keras mendengar ucapan Oma Sanjaya. Tanpa beliau bertanya pun, beberapa orang di Negara tersebut pun juga tahu siapa Jeannie. Posisi apa yang di milikinya saat ia tengah berada di Ruangan CEO gedung pencakar langit ini.

Tidak ada jawaban, Jeannie yang terlalu takut untuk menjawab dan Genta masih mencerna kalimat Omanya.

"Saya hanya bertanya, tidak bermasud ikut campur Oma. Tapi, apakah harus ada alasan di baliknya, ketika istri pemilik perusahaan berkunjung menghampiri suaminya yang sedang bekerja memimpin perusahaannya?"

Ananta dan kecerdikannya. Ananta sudah benar-benar melupakan perasaan cintanya untuk Jeannie. Tanpa di suruh siapapun, kini posisi Jeannie di hati Ananta hanya sebatas seorang adik yang patut untuk di lindunginya.

Pandangan Ananta beralih menatap Rebecca yang masih dengan percaya diri menatap Genta yang termenung di singgah sananya. Sedangakan Jeannie? Jeannie mematung di sebelah meja besar di samping Genta.

"Harus ada alasan untuk apa dia kesini, karena bisa saja kehadirannya mengganggu konsentrasi cucuku yang sedang bekerja." Masih dengan menyebalkan, Oma Sanjaya tidak akan pernah kalah dalam hal adu mulut.

"Lalu apa bedanya dengan anda Oma? Oh bukan, maafkan saya Oma, apa bedanya dengan Rebecca yang menyambangi kantor suami orang tanpa ada ikatan kerja di jam kerja seperti ini?"

Ananta terus mencerca dengan kalimat santun yang sarat akan sindiran, "Bukan urusan kamu lagi pula." Rebecca akhirnya membuka mulut kala namanya di bawa dalam percakapan.

"Jelas urusan saya, rumah tangga seumur jagung milik sahabat serta adik saya sedang di pertaruhkan disini." Ananta dan mulut dia yang mendadak menjelma pedas membuat Genta speechless.

"Kenapa kamu jadi memojokkan Becca? Ananta yang saya kenal tidak seperti ini sebelumnya." Oma kembali menyahut. Tidak mau kalah dalam adu mulut siang panas itu.

✅️ 4. ThunderstruckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang