-kedelapanbelas

4.7K 352 60
                                    

Treng teng teng teng. Warn, part ini banyak narasinya wkwk.

.

.

.

Author Side.

Hari ini, gracia menjalani ujian sekolahnya. Beberapa minggu kebelakang, gracia sudah mempersiapkan ini semua dengan rapih dan baik. Oleh karena itu, pada hari dilaksanakan ujian sekolah, gracia sama sekali tidak terbebani karena telah memahami materinya.

Yang membuat fokus gracia hampir hilang adalah shani. Seakan-akan pikiran gracia terbagi dua. Setengahnya kepada ujian dan setengahnya lagi memikirkan shani.

Itu yang membuat gracia ditegur beberapa kali oleh pengawas. Gracia mencoba fokus, namun entah kenapa pikirannya selalu melenceng. Ia benar benar khawatir dengan keadaan shani. Bahkan seharusnya, shani berada disampingnya dan sama sama mengerjakan ujian sekolah bersama.

Ia menatap tempat duduk disebelahnya. Kosong. Rasa rasanya gracia sangat merindukan gadis manja nya itu.

Setelah mengerjakan semua ujiannya, gracia berhak pulang. Namun gracia tidak pulang kerumah. Rutinitas gracia beberapa bulan kebelakang adalah sepulang sekolah mengunjungi shani di rumah sakit. Dan seperti biasa, ia membeli cemilan kesukaan shani. Apapun yang memiliki rasa green tea, shani pasti suka. Ah terkecuali milk shake green tea buatannya sendiri.

Saat di perjalanan, gracia mendapat telpon dari shani, lantas ia menjawabnya.

"Halo shan-"

"Ini keluarga shani?"

"Uh? Uhm iya keluarga shani, kenapa? Dan ini siapa?"

"Bisakah anda kerumah sakit segera? Shani mengeluarkan darah dari hidungnya dan dalam keadaan menurun" nafas gracia terhenti untuk beberapa detik. Ia menelan ludahnya kasar

"T-tunggu saya..." setelah itu, panggilan tertutup. Gracia menoleh pada pak supir

"Pak bisa dipercepat lagi gak?"

"Macet non, sepertinya ada sesuatu di depan sana" jawab pak supir, gracia mendesah pelan, ia tidak bisa berlama dan bersantai santai. Ia mengeluarkan uang seratus ribuan dan uang lima puluh ribu

"Ini pak uangnya, saya berhenti dsini aja" ucap gracia

"Eh non! Uangnya kembalian!"

"Gaperlu!!!" setelah berteriak, gracia mempercepat larinya. Meskipun ia tau, jarak dari ia berlari sekarang menuju rumah sakit bukan jarak yang dekat. Tetapi, gracia tidak bisa berdiam diri mendengar malaikatnya terbaring lemah dengan kondisi yang menurun.

Beberapa kali klakson mobil terdengar di telinga gracia, bahkan bila ia tidak menoleh kekanan dan kekiri bisa saja ia sudah tergeletak di tengah jalanan ibu kota yang padat itu. Keringat pun senantiasa bercucuran di dahi maupun di kulit bagian tubuh gracia yang lain. Degupan jantungnya memompa keras, pikirannya hanya tertuju pada satu nama, shani.

Setelah berlari dengan sekuat tenaga, gracia sampai di rumah sakit. Saat ia berlari ke kamar shani, tibatiba ada kerumunan dokter dan suster yang membawa pasien dengan terburu buru. Gracia melewati mereka dengan acuh, namun saat menyadari pasien tersebut memakai selimut kartun stitch, gracia memelankan larinya dan menoleh kebelakang.

"Shani..." ia berbalik dan berlari menyusul para dokter itu, gracia menyelinap memeriksa benar atau tidaknya pasien yang sedang dibawa oleh dokter. Dan ternyata, itu memang shani.

"Dok shani mau dibawa kemana dok?" tanya gracia pada salah satu dokter disitu

"Keruang icu, keadaan shani semakin memburuk. Dia harus mendapat pertolongan yang lebih intensif" jawab dokter itu, gracia mengerjabkan matanya, perlahan cairan bening keluar dari matanya setetes demi setetes.

"Mohon tunggu diluar, pasien akan kami obati" gracia hanya mengangguk, tanpa bisa berkata kata lagi.

Ia terduduk di kursi tunggu, menunggu kabar baik dari dokter yang menangani shani. Bahkan ia baru menyadari bahwa disana juga ada papa dan mama shani. Mama shani berusaha menenangkan gracia yang sesenggukan menahan tangisnya. Pantas saja, dari pagi perasaan gracia tidak enak.

"Tante..."

"Gracia, tante takut" gracia menggeleng

"Tante jangan mikir yang aneh aneh tante, shani pasti bisa" gracia mempererat pelukannya.

Gracia menunggu tanpa lelah. Jantungnya terus saja berdegup kencang. Telapak tangannya pun sudah basah karena keringat.

Gracia menoleh saat mendengar pintu icu terbuka. Dan ia melihat seorang dokter yang menunduk lesu. Gracia menghampiri dokter itu.

"Gimana dok anak saya?"  tanya papa shani, dokter itu menggeleng. Gracia terdiam

"Kita terlambat, shani...

Shani telah pergi"

Lagi lagi gracia diam. Papa shani memeluk istrinya berusaha menenangkan agar tidak berteriak histeris lagi.

Shani.

Si gadis manja kesayangan gracia telah benar benar pergi meninggalkan gracia untuk selamanya. Si gadis ceroboh, penakut, menyebalkan. Gracia menelan ludahnya secara paksa, sulit sekali hingga bulir bulir bening keluar dari matanya.

Gracia sendiri lagi. Tidak akan ada lagi gadis yang menggelayuti tangannya dengan manja. Ia membatin, benarkah gadis kesayangannya itu telah pergi meninggalkan dia untuk selamanya?

"Gracia?" gracia menoleh kearah dokter

"Ya dok?" dengan suara serak, gracia menjawab. Dokter mengeluarkan sebuah alat perekam suara

"Shani menggenggam benda ini, sebelum ia meninggalkan kita semua ia sempat mengucap nama gracia" gracia menerima alat itu kemudian digenggamnya dengan erat erat.

Mama shani memeluk gracia, tubuh gracia kaku mama shani pun bisa merasakannya.

Gracia menahan tangisnya hingga ia merasa kepalanya pening dan semuanya menjadi hitam.

.

.

.

-tamat-

WKWKWK gakdeng, satu part lagi yach;)

Dingin | Shania Gracia, Shani IndiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang