-keduapuluh

8.5K 354 49
                                    

LAAAAASSTTTTTTT

.

.

.

Dengan mata sembab, gracia berjalan gontai menghampiri mobil milik deva. Jam tangan ungu kesayangannya sudah menunjukan pukul 8 pagi. Ia harus segera bersiap siap pergi ke Jerman.

Pak supir melihat gracia dengan mata sembab reflek bertanya

"Non baik baik aja?" gracia mengangguk

"Kita ke rumah ya pak, abis itu langsung ke airport" pinta gracia, langsung saja mobil deva berjalan dengan kecepatan sedang.

Kembali gracia menatap jalanan ibu kota dengan sendu, rasa rasanya jalanan yang ia lewati sekarang semuanya mempunyai kenangan bersama shani. Membuat air mata gracia kembali menetes. Gracia terkekeh miris, ia sudah berjanji tadi di depan shani untuk tidak menangis lagi, dan ia mengingkari janjinya. Persetan dengan janji, ia benar benar merindukan gadis itu.

Gracia sampai dirumahnya, dan dihalaman rumahnya sudah ada vino, deva dan ve yang memegang koper milik gracia.

"Kamu beneran yakin mau ke Jerman?" tanya deva, gracia hanya mengangguk

"Serius gre?" tanya deva lagi, pasalnya baru pertama kali gracia meminta hal yang seperti ini. Lain hal jika ia meminta pindah sekolah, pasti gracia sudah bicara jauh jauh hari.

"Papa, jagain mama ya. Maafin gracia ya ma, dulu gracia menganggap mama seolah gak ada. Gracia cuma belum bisa membuka hati buat mama, tapi percaya ma, sekarang gracia sayang sama mama" ve segera memeluk gracia dan menangis.

"Mama syang kamu gre" bisik ve, gracia mengangguk lalu melepaskan pelukannya. Ia menatap vino disebelah deva

"Udah siap?" tanya vino, gracia mengangguk. Vino mengambil alih koper di tangan gracia lalu memasukkannya kedalam bagasi mobil

"Om dev, tante ve, vino antar gracia dulu ya" pamit vino, keduanya mengangguk dan memeluk gracia sekali lagi. Setelah itu gracia masuk kedalam mobil vino.

"Jangan menyesal udah ngambil keputusan ini gre" ucap vino, gracia hanya diam dan menatap kaca mobil dengan tatapan kosong.

---

Gracia dan vino sampai di bandara, dan waktu sudah menunjukan pukul sembilan.

"Lo tunggu disini, biar semua gua yang ngurus" gracia lagi lagi hanya mengangguk dan duduk dikursi tunggu.

Melihat manusia dalam jumlah banyak yang lalu lalang dihadapnnya, terdiam dengan tatapan kosong. Sungguh menyedihkan. Setengah jam berlalu, vino kembali

"Semua udah gua urus, lo tinggal masuk ke pesawat" ucap vino, gracia mengangguk

"Hati hati gre" vino memeluk gracia sekali lagi, begitupun gracia. Gracia melepas pelukannya

"Gua harus pergi, tolong jaga mama sama papa ya" pinta gracia, vino mengangguk.

Gracia melangkahkan kakinya kedalam pesawat dan mencari tempat duduk miliknya. Setelah menemukannya gracia duduk dan memakai bantal kepala bergambar stitch. Pemberian shani. Setelah itu, ia memejamkan mata, dan berdoa semoga ia mendapatkan hidup yang baik di negri orang.

---

Setelah berjam jamnya ia di pesawat, gracia sampai di Jerman. Frankfurt Airport.

Ia teringat oleh kata kata vino, disana akan ada bodyguard pribadi nenek Andrea yang akan menjemput gracia. Nenek andrea adalah ibu dari Veranda, walaupun begitu gracia cukup dekat dengan nenek andrea, karena gracia satu satunya cucu perempuan nenek andrea.

Gracia menerima telfon dari deva

"Halo pa"

"Sudah sampai?"

"Udah, dan gracia baik baik aja"

"Bagus klo gtu, ohiya papa cuma mau kasi tau. Bodyguard nenek memakai kemeja putih dan membawa papan bernama kamu"

"Perempuan?"

"Laki laki. Tingginya skitar 182 cm"

"Iya pa, gracia ngerti"

"Jaga diri baik baik sayang. Papa sayang kamu"

"Gracia juga sayang papa"

Gracia menutup panggilan telponnya. Ia mencari keberadaan toilet, ia sudah menahan panggilan alamnya sejak dipesawat tadi.

Di pintu toilet dia bertemu dengan seorang pemuda cukup tampan, dan gracia yakin ia asli warga jerman.

"Entschuldigung..." ucap gracia, pemuda itu memperhatikan gracia dari atas hingga bawah. Yang ditatap merasa risih, tetapi sejurus kemudian pemuda itu menggeser badannya seolah memberi jalan kepada gracia.

Gracia telah selesai dengan panggilan alamnya, ia keluar dan mencari bodyguard nenek Andrea.

Tibatiba gracia merasa pundaknya ditepuk oleh seseorang. Dan gracia sedikit trkejut karena orang yang menepuk pundak gracia adalah pemuda yang bertemu dengannya di toilet tadi.

"Sind sie gracia? Shania gracia?"

"Ja. Wer bist du?"

"Ich bin hamids. Nino hamids"

.

.

.

.

The end.

___
HAIIII
makasi buat kalian yang udah sudi buat mampir ke lapak abal abal ini. Serius deh, tanpa kalian cerita ini gakkan sampe dua puluh part.

Ohiya mau cerita sebntar:( . Dulu aku sempet mau unpub cerita ini karena ngestuck banget. Makanya aku sering very slow update tuh karena ngestuck. Dan lagi, setelah ini aku bakal vakum dari dunia idoling dan writting. Tapi kalo ada notif update dri aku jangan kaget;v. Aku mau jadi readers untuk waktu yang ngga ditentukan. Maaf banget kadang suka nyusahin kalian (re: readers) dengan alur cerita yang ngga memuaskan. Tapi aku bikin cerita ini dengan sepenuh hati. Yaudalah,intinya aku sayang kalian dan trimakasih udah baca dan vote maupun komen cerita ini. Sampe ketemu di cerita aku selanjutnya;)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 23, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dingin | Shania Gracia, Shani IndiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang