Awalnya Kinandra Sania hanya ingin bergabung dengan klub tari agar tidak dipandang sebelah mata oleh gebetannya. Tetapi syarat bergabung yang diajukan oleh sang senior membuatnya terjebak pada seorang Lanadra Ghifari, ketua basket dingin tanpa ekspr...
"Ceweknya lo judesin nggak? Masih lo ajak ngobrol kan?"
"Bacot."
"Hehehe ternyata Guanlin bukan homo saudara-saudara!"
"Emang bukan bego!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sohye memandangi koridor kiri dari balik pintu kelasnya.
Dia udah biasa begini, tapi biasanya buat ngintipin Woojin. Hari ini beda, buat ngintipin apakah Somi sudah pulang atau belum.
"Psst psst psst agen Kanaya Mina dari depan gerbang sekolah."
Sohye mengangkat ponselnya yang tersambung dengan voice call bersama Mina dan Yoojung.
"Oknum janitra somi belum terlihat di gerbang. Ganti."
"Psst psst psst agen Clarina Yoojung di toilet lantai 2, oknum Janitra Somi tengah menuju gerbang bersama oknum Kamilia Dani. Bersiap-siap, ganti."
Sohye menghela napas lega. Kemudian berjalan menuju pagar pembatas dan menemukan Somi tengah melangkah melewati lapangan bersama Dani.
"Hush hush pulang sana lo. Gue pengen pulang juga. Capek."
"Psst psst psst agen Kanaya Mina kepada agen Kinandra Sohye, oknum masih jajan cilor di depan sekolah. Mohon menunggu sebentar agen Kinandra Sohye. Duh gue jadi pengen cilor juga."
"Psst psst psst agen Clarina Yoojung kepada agen Kanaya Mina. Gue titip dong goceng aja. Nanti gue ganti. Huhu bm banget gue dari kemarin abangnya nggak jualan."
Lah. Sohye mengacak rambutnya frustrasi. Ayolah. Dia ingin pulang. Ingin tidur supaya pas bangun nanti dia sadar kalau ini semua adalah mimpi.
Pada akhirnya Sohye membereskan tasnya. Lebih baik menyusul Yoojung di lantai 2 karena koridor lantai 3 sudah kosong ditinggal para penghuninya.
Langkah Sonye berhenti di depan anak tangga. Dimana manik matanya menemuka Woojin yang juga menuju kearah tangga dari arah berlawanan. Sohye terkesiap.
"Hai Woojin."
Tapi nyatanya hanya diucapkan di dalam hati. Bahkan untuk menoleh ke Woojin aja, Sohye nggak berani.
Tahan, belum saatnya.
Sohye hanya mengulum senyum. Berjalan mendahului Woojin disepanjang tangga. Sampai akhirnya jantungnya hampir mencelos ke lambung ketika suara berat Woojin menyapa gendang telingannya.
"Woi, Lo! Yang rambutnya panjang!"
Sohye menoleh. Bukannya kege-eran, tapi di tangga ini, hanya ada Woojin dan dirinya. Mustahil kalau Woojin berbicara dengan makhluk lain.