Begitulah

3.3K 17 0
                                    


Oleh : Alviyatul Ainin Nuvus

Esok datang, aku terbangun bergegas menuju ke kamar mandi. Melihat ibu sudah menyiapkan pakaian dan bekalku. Hari ini, hari pertamaku ke sekolah. Aku diterima di salah satu SMP swasta di Jakarta. Awalnya aku tak ingin bersekolah disana, namun hati ini akhirnya percaya ini takdirku, ini yang terbaik untukku.

Matahari belum terbit namun aku sudah berpamitan, berangkat dengan sebuah mobil bersama kakakku menuju sekolah. Perjalanan cukup panjang, aku sudah mulai letih dan mulai merengek ke kakak dan ayah yang sedang mengantarku.

"Aku tak yakin aku sanggup menjalani ini tiap harinya." gumamku.

Sesampai di sekolah aku bertemu dengan teman baruku. Aku merasa asing dengan mereka, tak terbiasa berbicara Bahasa Indonesia. Amat canggung rasanya. Tak lama kemudian, seseorang datang menhampiriku seraya mengulurkan tangannnya meminta untuk berkenalan. Aku bahagia karna tak ada satupun yang mengajakku berkenalan sebelumnya.

"Perkenalkan namaku Ashilla."

"Namaku Rania, salam kenal ya." ucapnya.

"Iya, salam kenal juga ya." Berawal dari situ, kami menjadi dekat dan aku selalu diemaninya kemanapun pergi.

Sekolahku sangat ketat, banyak sekali aturan yang mengikat, mulai dari harus memakai atribut lengkap, selalu datang tepat waktu, tidak boleh berpacaran maupun berteman dekat dengan cowok, dan sebagainya.

Sewaktu SMP ini sangat berbeda dengan SD, aku merasa hampa, aku selalu merasa kesepian. Tiap malam aku hanya ditemani sang rembulan. Tiap malam aku hanya bisa menatap lembaran yang dipenuhi tulisan yang terkadang tak mampu kupahami. Disaat aku ingin sesekali bermain HP, melepas kepenatanku, ibu selalu saja mengetahui dan menasehatiku. Hampir tiap malam aku merasakan ini. Memang, orang tuaku sangat tegas untuk masalah belajar. Mereka menuntutku untuk slalu bisa ranking satu. Terkadang aku muak, aku capek harus belajar terus menerus. Bahkan saudaraku tak ada yang mendukungku. Namun aku tak tahu harus bagaimana lagi, aku hanya bisa menuruti mereka. Pun jika aku bisa meraih ranking 1 akan membanggakan mereka.

Waktu tlah berlalu dengan cepat. Aku sudah beradaptasi, mulai terbiasa dengan aturan di sekolah maupun bergaul dengan teman. Aku tlah terbiasa berangkat subuh pulang maghrib. Semua nampak terlihat indah sekarang.

Sudah sesemester kujalani di sekolah ini, banyak sekali tantangan dan hambatan yang kualami. Hingga akhirnya aku mengenali satu cowok dan akrab dengannya. Perkenalan itu diawali dari chat di salah satu sosial media yang waktu itu sedang booming.

"Kamu anak 7 apa?" tanyaku.

"Anak 7E, kamu?" jawabnya.

Berawal dari chat singkat aku mulai terhibur, kini aku ada yang menemani, tak lagi kesepian. Waktu terus berjalan, aku mulai nyaman dengannya, hingga akhirnya kami menjadi teman dekat hingga sekarang, aku sudah berada di kelas 9.

Hari- hari yang kujalani sekarang cukup berbeda. Aku sangat sibuk hingga tak sempat ku menjawab chat darinya. Sesekali aku menjawab, berkata kepadanya

"Aku rindu, besok ketemu ya." Aku tak punya banyak waktu untuk chatting dengannya. Akhirnya kami memutuskan bagaimanapun caranya kami bisa bertemu, entah sepulang sekolag maupun jam istirahat. Saat bertemupun aku tak berani bertegur sapa, hanya memendangnya. Namun sesekali kuberanikan diri untuk menyapanya seraya melambaikan tangan, iapun dengan senang membalasnya. Sebatas itu saja yang bisa kita lakukan, karena aturan sekolah yang mengikat. Tapi, aku puas dengan itu, aku senang meski hanya bisa memandangnya dari kejauhan dan sebentar saja. Akan tetapi hal ini yang membuat pertemananku dengannya tetap utuh.

25CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang