Sejarah Kyoto

4.5K 40 2
                                    


Oleh : Alifia Marina

Tahun dimana jantung mulai menderita. Dimana tidak ada yang memihak. Kepercayaan hanya omongan belaka. Sandiwara bertebaran. Tahun dimana orangtua pergi ke luar negeri dan hidup hanya dengan kakak kandung di tengah kericuhan ini.

Lemah dan bodoh. Kata-kata itu selalu sempat mampir di telingaku. Entah kenapa, aku tidak pernah peduli. Karena keinginanku sekarang hanya 1.

Untuk mengetahui, apa ketentraman itu ada? Kasih sayang? Keadilan? Kecil, anak-anak, remaja. Aku tidak merasakan itu. Dan aku tak mengerti kenapa kata-kata itu ada dan diciptakan.

Namaku Ran Chitanda, biasa dipanggil Ran. Hanya seorang gadis kecil berumur 13 tahun, anak yang tak istimewa. Berjalan, tidur, makan, dengan berulang-ulang dan hanya menjadi figuran di dunia ini.

08 September 2012

Saat itu, kakiku berjalan menuju rumah tergesa-gesa. Senja telah tiba. Aku telat pulang karena tugas menyebalkan. Tetapi di waktu ini, peristiwa yang menjadi titik ubah di hudpku terjadi. Saat itu, tiba-tiba kakiku terhenti. Ku melihat seorang anak terhuyung-huyung tak berdaya. Wajahnya pucat, matanya tertutup, bahkan memar. Tak berpikir panjang, kakiku pun bergerak menuju ke arah anak itu. Kedua tanganku meraih kepala dan kakinya, dan kugendong ke tepi jalan. Tetapi, dia akhirnya pingsan. Ambulans pun langsung kucoba kuhubungi. Tetapi, kenyataannya tak bisa. Banyak orang yang telah ramai melihat adik kecil itu, kericuhan telah muncul, dan...

"Pembunuh! Dia membunuh adik kecil itu!"

Aku tersontak kaget. Tak sempat menjelaskan, polisi setempat telah menyeretku. Tak lama aku meyadari alasannya, karena aku kenal adik kecil itu. Ia adalah adik sahabatku, Farah.

Setelah 3 jam, kukira polisi akan menahanku lebih lama, karena aku kenal dengan adik itu. Tetapi, Tuhan berkehendak lain. Polisi melepaskanku dengan mudah karena tidak ada bukti kuat menyatakan aku seorang pembunuh. Mereka pun sadar dan berterima kasih atas pertolonganku untuk adik kecil itu. Tak lama setelah peristiwa itu, Farah berterima kasih padaku pula. Hatiku lega, dan akhirnya aku dapat bernafas dengan tenang.

06 Oktober 2012

Hampir sebulan berlalu. Tanganku sibuk menggenggam buku-buku dan melangkahkan kakiku menuju rumah dengan sambutan salju putih halus yang menghiasi jaket serta syalku, pohon cemara yang kokoh dan angin menyapaku lembut.

Di tengah itu, ku melihat Karyn di jalan sempit dan sepi. Di antara toko-toko yang berderet dengan tembok tinggi abu-abu gelap. Karyn, sahabatku sejak kecil. Ia bersosok perempuan dewasa tetapi terlihat kekanak-kanakan. Salah satu orang asli yang kukenal. Suatu kehormatan untukku yang hanya orang biasa untuk dekat dengannya.

Ada yang janggal. Dia mempunyai claustrophobia, kenapa dia di sana? Aku pun memutuskan menghampirinya. Melangkahkan kakiku pada sebuah toko dan menitipkan semua barangku. Lalu menuju tempat Karyn berada. Mata dan telingaku pun segra kupasang. Atmosfer dingin segera menusuk perasaaanku. Perasaaan gelisah pun muncul. Tak percaya pun memenuhi otakku. Mataku menangkap warna hitam pekat.

Pistol.

Todongan pistol yang mengarah ke kepalanya. Aku terdiam seribu bahasa. Badanku mebeku tak berdaya. Berharap bermimpi buruk di tidur panjang. Setelah mengedipkan mata berkali-kali, sebelah pria itu berdirilah seorang gadis remaja dengan kaca mata hitam dan syal. Aku beranjak lebih dekat bersembunyi di balik tembok.

BRAK

"Hei, anak muda! Berikan uangmu!" teriak pria berjas hitam.

"K-kamu siapa?" ringis Karyn.

25CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang