Terikat

1.5K 7 0
                                    

Kricik – kricik...

" Duh masih hujan saja, kapan selesainya kalau begini".

Ensa terus mengeluh, ketakutan melanda saat membayangkan cacian yang akan dihiurkan padanya. Sudah hampir jam tiga dan ia belum kembali ke butik tempat ia bekerja. Ensa memang masih belia, namun ibu terbaring tak berdaya, mendorongnya beranjak dari rumah kecil warisan neneknya itu untuk bekerja paruh waktu. Penghasilan tak seberapa, belum cukup untuk membayar kuliahnya. Untuk itu ia harus mengejar target secepat mungkin.

" Tak mungkin ku sia – siakan upahku hanya karna hujan kecil begini! Terobos saja basah tak apa"

Keluarlah ia dari naungan kaca pilar Halte Cendana yang berkarat karna seringnya hujan di kota hujan tersebut. Tak usah bertele tele lagi, Ensa pun melesat dengan pandangan sedikit kabur, menenteng tas besar berisi orderan sisa butik.

Sejerat pandangan mulai menerah, sosok berbaju merah terlihat berlari melawan arah.

Bruk !!

Jatuh semua isi tas itu, orang itu menabrak.. Ensa terjatuh ke trotoar dan mulai menyumpah.

" Sial! kotor semua jadinya.. mana sakit lagi.. hey jangan kabur kau!!"

Namun orang itu tidak kembali. Ensa kesal kiranya ia akan lebih cepat sampai, malah jadi kacau.. ditambah kakinya yang lecet menghambatnya. Khawatir sangat, ia pun segera mengumpulkan semua dan memaksakan kakinya bergerak.

***

Basah kuyup, dengan muka masam, terlihat seperti orang sehabis perang.. Ensa tak sanggup memasuki butik. Merasakan kedatangannya, rekan kerja Ensa pun cepat membuka pintu dan menariknya masuk.

" Jam berapa ini Naa.. kenapa kamu telat ? nanti sampai Ibu Sis tau kamu bisa kena marah.. kenapa juga itu kaki beset – beset.. aduh sini – sini!"

Kisa namanya, ia langsung mengambil kain sisa jahitannya hari ini dan membasuhkannya di kaki Ensa. Benar dugaan Ensa.. saat pemilik butik keluar, langsung ia terkena marah. Lalu tanpa persetujuan dan rasa iba, Ibu Sis atau pemilik butik tersebut memotong komisinya. Ensa tak bisa berbuat apa – apa, Kisa hanya menyuruhnya bersabar dan bersabar.

" Sungguh tak membantu! Memang sial hariku" batinnya.

Segenap Ensa memikirkan betapa susahnya mencari uang, dan bagaimana kerasnya perjuangan ibu untuknya selama ini.

"Ensaa!!"

Suara keras itu membangunkannnya

"Ooh ternyata hanya mimpi.."

Ensa langsung menceritakannya pada ibu. Ia menyesal tidak perhatian denganya selama ini. Ia berjanji akan lebih rajin. Senyum ibu pun merekah, sykur ia ucapkan dalam hati.

Keesokan harinya ia pergi kuliah, terlambat seperti biasa. Ensa segera mengenakan jaket merahnya sambil tergesa meraih gagang pintu, dan melesat keluar.

" Haduhh.." keluhnya

Ternyata diluar hujan, namun tak peduli ia tetap berlari. Hingga sampai ia di jalan raya, dengan nafas tersengal. Perjalanan belum selesai, ia harus menyebrang untuk memasuki gerbang. Dalam hati terbesit.

" Yaampun bakal marah ni dosen tempramen itu."

Lari lagi ia menerobos hujan, sekejap merasa menyenggol seseorang, ia hiraukan. Namun dari jauh terdengar teriakan. Sepertinya benar ia menyenggolnya hingga terjatuh.

" Aah.. sial!"

Berbalik ia mendekati suara tersebut dan dari jauh ia terdiam melihatnya. Teringatlah ia dan terjatuh.

25CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang