Selasa malam belum ada kabar dari Chelsea. Telepon masih tidak terhubung. Segala bentuk pesan teks dari Rainie belum ada balasan. Orang tua Chelsea yang kemarin masih tenang sekarang mulai merasakan kepanikan, walaupun mereka masih belum merasa perlu melapor ke polisi karena yakin Chelsea baik-baik saja, dan bahwa ia pergi atas keinginan dan keputusan sendiri.
Sementara itu Andra semakin merasa bersalah karena merasa Chelsea pergi karena lamarannya, yang pada gilirannya membuat Rainie merasa bersalah karena menceritakan keraguan Chelsea padanya. Kadang-kadang ia menyesali keputusannya memberitahukan hal itu pada Andra.
"Rainie sibuk main hp terus," kata Rudi yang sedang main PS dengan Topan malam itu.
Rainie mengangkat kepalanya tanpa terlalu mengerti apa yang dikatakan lelaki gondrong itu. Pikirannya sedang tak di situ.
"Temannya menghilang. Rainie lagi nunggu kabar," Topan yang menjelaskan pada Rudi.
Akhirnya otak Rainie menyerap apa yang sedang dibicarakan kedua orang yang sedang duduk di dekatnya itu. Ia hanya tersenyum lemah pada Rudi.
"Temanmu yang mana?" Tetangganya itu tampak tertarik.
"Chelsea. Pernah liat, nggak? Lumayan sering ke sini, yang bawa Honda Jazz merah," kata Rainie.
"Ooh, yang cantik itu, ya? Yang tinggi, rambut panjang ikal. Ngomong-ngomong, rambutnya itu alami nggak, sih?"
"Alami," kali ini Topan yang menjawab, "dari SMA udah kayak gitu."
Rudi memandang bergantian Topan di sebelahnya dan Rainie di kursi terpisah di kanan Topan. "Ngomong-ngomong, kalian berdua pernah sekelas?" tanyanya.
"Pernah," jawab Topan. Matanya dari tadi terus menatap permainannya.
"Sepanjang SD," sambung Rainie, "tahun pertama SMP, dan tahun pertama SMA. Tahun itu kami pertama kenal Chelsea. Kami bertiga sekelas."
"Kalian langsung ngasih tahu orang-orang kalian saudara kembar?"
"Nggak. Kami biarin mereka tahu sendiri. Dan itu selalu diawali dengan keraguan, ya, Top?" kata Rainie sambil tertawa. Topan mengangguk mengiyakan. "Awalnya beredar gosip kami ini saudara kembar, tapi teman-teman masih belum percaya, tapi mereka nggak berani tanya langsung ke kami. Terus pas udah terkonfirmasi kami memang kembaran, entah dari mana, ekpresi dan reaksi mereka lucu, deh." Rainie tertawa kecil mengenang masa lalu, Topan ikut tersenyum.
"Seru, ya," ujar Rudi. "Terus kalian saling bantu waktu ujian? Lewat telepati."
"Nggak sampai segitunya, lah. Tapi aku ngerasain paniknya Topan waktu lupa bikin PR atau nggak siap ulangan harian."
"Aku nggak pernah merasa gitu soal Rainie," kata Topan.
"Wajar, dong. Aku kan nggak seceroboh kamu."
"Tapi aku bisa ngerasain kalo kamu lagi deg-degan waktu ketemu cowok yang kamu taksir. Aneh banget, tahu. Pas lagi santai ngobrol sama teman tahu-tahu deg-degan begitu," tukas Topan.
Rudi tertawa berderai-derai mendengar cerita Topan.
Tiba-tiba ponsel Rainie yang telah diletakannya di meja berbunyi. Ia mengambilnya dan melihat nama Andra tertera di layar. Ini kedua kalinya Andra meneleponnya selama lebih dari tiga tahun mereka saling kenal, dan terjadi dalam dua hari saja. Rainie beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke ruang tamu.
"Halo, Ndra. Sudah ada kabar dari Chelsea?" sapanya.
"Belum sama sekali," jawab Andra. "Aku sebenarnya mau minta tolong sama kamu."
Rainie mengerutkan keningnya. "Minta tolong apa?" tanyanya.
"Aku nggak enak ngomong lewat telepon. Kita bisa ketemu sekarang, nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rooms Full of Perfumes
ChickLitRainie benar-benar tak menyangka saat tunangan sahabatnya memintanya berpura-pura menjadi tunangannya, menggantikan sahabatnya yang menghilang tanpa kabar. Gila? Pastinya. Seru? Mungkin. Dengan alasan ingin menolong orang dalam kesulitan, Rainie ber...