Setelah mandi dan sarapan hari Sabtu itu, Rainie langsung mengepak kembali kopernya. Andra akan menjemputnya sebentar lagi dan ia akan ikut ke rumah calon mertuanya, pura-puranya. Sekarang hampir tiba waktunya untuk ia menjalankan perannya, peran yang telah membawanya ke Jakarta ini. Rainie tersenyum, mencoba menghibur diri bahwa ia sekarang sedang menjadi aktris. Setelah semua barang bawaannya beres, Rainie berdiri di depan pintu kaca yang tertutup, menatap lapangan parkir, menunggu telepon dari Andra.
Ia merasa sedikit tegang walaupun akhirnya rasa cemas yang dialaminya beberapa hari ini sudah berkurang. Setelah rasa khawatir yang bagaikan tak berkesudahan, ternyata perasaan itu reda sendiri. Mungkin pikirannya terlalu lelah, atau mungkin juga ia sedang memasuki periode ketenangan sebelum rasa cemas kembali menyerangnya secara membabi-buta sehingga membuat topengnya merosot dari wajahnya. Semacam masa tenang sebelum badai, kata orang.
Ia ingat perasaan resah yang dialaminya saat ia bangun tadi pagi. Perasaan yang ia rasakan setiap pagi selama tiga tahun belakangan ini. Ia cukup takjub juga menyadari bahwa ia dapat merasakan suasana hati pagi hari Topan walaupun mereka terpisah jauh. Namun kemudian Rainie mempertimbangkan kembali kemungkinan bahwa itu bukan Topan, bahwa mungkin saja hanya ia sendiri yang terbiasa dengan perasaan berat seperti itu sehingga otaknya menghadirkan awan kelabu itu setiap pagi untuk dinikmatinya.
Akan tetapi sekarang Rainie menyadari kemungkinan bahwa keresahan kali ini adalah miliknya sendiri. Walaupun sekarang secara fisik ia merasa baik-baik saja, ia tidak gemetaran atau terdorong untuk meremas-remas jemarinya, jantungnya tidak berdebar-debar, mungkin saja jauh di dalam hatinya ia ketakutan. Rasa yang terbawa dalam tidurnya dan saat bangunnya.
Terdengar nada panggilan masuk dari ponselnya. Rainie berpaling ke arah tempat tidurnya. Ia melangkah dan mengambil ponselnya. Dari Andra, sudah jam sepuluh kurang lima menit. Rainie menjawabnya, dan Andra mengatakan ia sudah ada di lobi. Setelah itu Rainie menyeret kopernya meninggalkan kamarnya.
***
Perjalanan dihabiskan dalam diam. Andra sadar memang begitulah pola mereka. Tak banyak yang bisa dibicarakannya bersama Rainie, dan sepertinya ada ketidaknyamanan di antara mereka. Memang yang menghubungkan mereka berdua hanya Chelsea, dan sebelum Chelsea pergi pun ia dan Rainie sangat jarang berinteraksi walaupun ia sudah menjalin hubungan dengan Chelsea selama empat tahun.
Andra menyetir mobil ke area Pondok Pinang di Kebayoran Lama tanpa suara. Dalam hatinya ia berharap Rainie setidaknya akan bertanya mereka sedang menuju ke mana atau nama jalan yang mereka lewati sekedar untuk mengisi keheningan yang canggung ini. Sesekali ia melirik Rainie di sebelahnya. Gadis itu hanya menatap ke luar jendela di sampingnya, tampak menikmati pemandangan yang ditampilkan di balik jendela. Andra membongkar-bongkar isi kepalanya mencari topik pembicaraan, tetapi ia memang bukan tipe orang yang bisa memulai percakapan begitu saja. Berbasa-basi bukanlah kekuatannya.
Mobil memasuki area perumahan tempat tinggalnya. Saat itu Andra melihat Rainie mulai bereaksi. Ia duduk lebih tegak, lehernya menopang kepalanya dengan kaku sementara matanya memandang ke arah rumah-rumah yang berdiri di kedua sisi jalan.
"Rumahnya besar-besar, ya," komentar Rainie.
Andra hanya tertawa kecil, tak tahu bagaimana harus merespons komentar itu. Kemudian mereka berbelok ke kiri, memasuki halaman sebuah rumah bertingkat yang pintu gerbangnya dibiarkan terbuka. Andra memarkirkan mobilnya di depan garasi, lalu turun dan mengeluarkan koper Rainie dari bagasi. Ia menyeret koper sambil mengajak Rainie mengikutinya masuk. Segera setelah melangkahkan kaki melewati pintu ganda di depan, terdengar suara perbincangan riang dari ruangan sebelah. Mereka berjalan ke arah ruang keluarga dan mendapati semua anggota keluarga Andra, termasuk Paman Zuhrian, berkumpul di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rooms Full of Perfumes
ChickLitRainie benar-benar tak menyangka saat tunangan sahabatnya memintanya berpura-pura menjadi tunangannya, menggantikan sahabatnya yang menghilang tanpa kabar. Gila? Pastinya. Seru? Mungkin. Dengan alasan ingin menolong orang dalam kesulitan, Rainie ber...