Rudi datang ke rumah membawa gorengan, lalu duduk menonton pertandingan klub sepakbola Inggris kesayangannya sementara Topan mengerjakan pekerjaannya. Selama babak awal pertandingan tak ada yang bicara, Topan bekerja dan Rudi menonton. Lalu tiba waktunya istirahat lima belas menit di tengah pertandingan, dan Rudi mulai bicara.
"Rainie apa kabar?"
Topan pura-pura tak mendengar. Ada satu kalimat yang agak rumit untuk diterjemahkan yang membutuhkan fokusnya. Rudi bertanya sekali lagi, Topan tetap tak menjawab. Setelah kalimat itu selesai dibereskan, Topan memutuskan untuk menyudahi pekerjaannya pada malam ini. Setelah menyimpan hasil ketikannya, ia mendorong kursi rodanya ke dekat sofa.
"Rainie baik," katanya sambil mencomot tahu goreng yang sudah dingin. "Tadi siang dia nelpon. Katanya urusannya lancar. Besok dia pulang."
"Oh." Rudi diam sejenak. "Besok kita jemput ke bandara, yuk."
"Ngapain? Dia bakal diantar Andra, kok."
"Nggak apa-apa, kan."
"Wah, pertandingannya sudah mulai lagi, tuh," kata Topan.
Rudi kembali menatap televisi. Dan selama pertandingan berlangsung, keduanya kembali terdiam. Pertandingan selesai, klub Rudi kalah. Kecewa, setelah melihat hasil kedudukan sementara, ia memutuskan untuk tidak menonton lagi pertandingan lainnya. Ia tak mau sakit hati melihat klub-klub di peringkat atas menang, katanya. Maka mereka bermain PlayStation.
Menit demi menit berlalu sementara mereka tenggelam dalam permainan. Kata-kata yang terucap hanyalah untuk saling mengingatkan atau mengarahkan.
Setelah beberapa waktu dilewati dalam diam, tiba-tiba Rudi berkata, "Aku mau ngedeketin Rainie. Saran kamu gimana?"
Topan terpaku. Jemarinya berhenti sejenak menekan tombol. Kemudian ia tersadar kembali dan memainkan permainannya lagi. "Akhirnya kamu ngaku kamu suka Rainie?"
"Nggak perlu pengakuan juga, kan. Udah jelas. Awas kiri!"
"Ke Rainie sih perlu. Dia itu tipe orang yang nggak akan percaya sesuatu sebelum dapat konfirmasi langsung. Dia takut ke-geer-an."
"Ada saran?"
"Kamu tembak tiga orang itu."
Rudi menuruti saran Topan. "Terus, saran buat ngedeketin Rainie-nya?"
"Nggak ada. Normal saja. Gimana cowok ngedeketin cewek, lah."
"Kamu ini nggak membantu." Rudi tertembak. Ia berhenti bermain dan melihat Topan meneruskan misinya.
Tak lama kemudian Topan ikut menghentikan permainannya. Ia bersandar di punggung kursi rodanya sementara Rudi mengembalikan tampilan televisi ke tayangan sepakbola.
"Rainie suka cowok lucu yang pintar. Cowok yang enak diajak ngobrol, yang bersedia mendengar. Dulu sih begitu seleranya. Entah sekarang."
"Secara fisik?"
"Rainie sih nggak menganggap tampang itu penting. Dulu, entah sekarang."
"Saudara macam apa kamu?" ujar Rudi.
"Dia terakhir pacaran waktu tahun terakhir SMA, sih. Sudah sepuluh tahun yang lalu. Sebelum itu dia pacaran waktu kelas tiga SMP selama beberapa bulan. Jadi mana aku tahu seleranya sekarang gimana. Wah, Manchester City menang, tuh. Makin jauh saja skornya." Topan memberikan cengiran lebar pada Rudi.
"Sial," Rudi mengumpat. Lalu ia berdiri sambil membawa mug yang dipakainya. "Kamu mau tambah minum?"
"Tuangin jus jeruk, ya. Ada di kulkas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rooms Full of Perfumes
ChickLitRainie benar-benar tak menyangka saat tunangan sahabatnya memintanya berpura-pura menjadi tunangannya, menggantikan sahabatnya yang menghilang tanpa kabar. Gila? Pastinya. Seru? Mungkin. Dengan alasan ingin menolong orang dalam kesulitan, Rainie ber...