14. Pulang

16 1 0
                                    

Rainie mengocok beberapa telur dan mencampurnya dengan irisan tipis daun bawang dan cabe. Di sebelahnya Kak Yuli sedang mengulek bumbu untuk nasi goreng. Hari ini Rainie dan Andra akan kembali ke Pangkalpinang, dan paman Andra akan pulang ke Surabaya. Ayah Andra yang akan mengantarnya nanti, tetapi rencananya Rainie dan Andra akan menumpang sebentar ke mal untuk membeli sepatu yang diinginkan Rainie, setelah itu mereka akan ke bandara naik taksi.

Pagi ini Rainie membantu Kak Yuli menyiapkan sarapan. Bu Atih, wanita yang kemarin memasak untuk mereka, ternyata hanya datang ke rumah seminggu sekali di hari Sabtu untuk membersihkan rumah, bersama suaminya yang tukang kebun. Bu Atih tak biasanya memasak, tetapi karena kemarin Tante Emi sibuk, jadi urusan memasak diserahkan ke Bu Atih.

Tak lama kemudian, sarapan siap dan mereka sekeluarga duduk bersama di ruang makan yang kini terasa agak sempit. Kursi-kursi tambahan diletakkan di sekeliling meja yang normalnya hanya berukuran untuk enam orang. Sekarang sembilan orang duduk bersesakan di sekelilingnya.

"Kalian sudah menyiapkan tanggal pernikahan?" tanya Om Zuhrian kepada Andra dan Rainie.

Rainie menoleh pada Andra. Setahunya Andra dan Chelsea belum menentukan tanggal pasti. Pembicaraan kemarin juga baru ada dalam perencanaan kasar mereka berdua, yang pelan-pelan mendapat bentuk sambil jalan di depan sang paman kemarin.

"Sebenernya belum, Paman. Yang baru kami tahu cuma bahwa kami mau menikah tahun depan, mungkin pertengahan tahun, menghindari musim hujan," jawab Andra sambil mengunyah. Ia tampak lebih santai, dibandingkan pembawaannya yang agak tegang kemarin.

"Artinya nggak sampe setahun lagi. Sekarang sudah bulan Oktober," ujar Om Zuhrian. "Keluargamu gimana?" Ia mengalihkan perhatiannya pada Rainie.

Rainie memaksa menelan makanannya cepat-cepat sehingga kerongkongannya terasa sakit. Ia merasa Om Zuhrian memandangnya bertanya-tanya, mungkin terkejut melihat tingkahnya. Atau mungkin itu hanya perasaannya saja.

"Kami baru ngomong sedikit, Om. Apa yang udah aku omongin sama Andra orang tuaku dikasih tahu. Mereka sih nyerahin keputusan ke kami, kecuali soal tanggal, katanya. Soalnya harus disesuaikan sama jadwal keluarga yang lain." Chelsea pernah memberitahunya tentang hal itu.

"Kok dari kemarin kalian sepertinya belum punya rencana matang, ya," sindir pria itu.

"Kami juga baru sepakat untuk menikah baru tiga minggu ini, Paman. Perlu waktu untuk mematangkan rencana." Andra meminum kopinya.

Rainie meringis dalam hati. Rasanya agak aneh melihat Andra bersikap cuek untuk urusan ini setelah sikap kaku dan tegangnya berhari-hari ini. Rainie melirik paman Andra, dan melihat lelaki yang mungkin selalu dituruti kemauannya itu menunduk menikmati makanannya tanpa berkomentar lagi.

Tak lama kemudian sarapan selesai dan para tamu mulai berkemas untuk meninggalkan rumah itu. Waktu yang tersisa sebelum mereka meninggalkan rumah digunakan untuk berkumpul bersama dan berbincang-bincang. Rainie menyadari Kak Yuli bersikap lebih ramah padanya kini. Kali ini ia senang penilaiannya salah.

Mendekati jam sepuluh, Rainie, Andra, dan pamannya mulai beranjak untuk membawa barang bawaan mereka keluar. Om Herman pergi ke halaman untuk menyiapkan mobilnya. Setibanya Rainie di bawah tangga dengan kopernya, Andra lewat dengan barang bawaannya sendiri.

"Ayo, Rai," kata Andra sambil berlalu ke arah pintu depan.

Rainie mengikutinya dan melihat semua orang sudah ada di luar. Andra memasukkan kopernya ke bagasi mobil. Rainie membayangkan dengan perasaan tak senang bagaimana mereka berdua nanti akan menyeret barang-barangnya ke mal. Ia mendesah pasrah.

Mereka kemudian pamit kepada yang lain sebelum naik mobil. Kak Yuli membisikkan ucapan terima kasih kepada Rainie saat mereka sedang berpelukan. Rainie tersenyum menerimanya.

Rooms Full of PerfumesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang