Begitu turun dari pesawat, Rainie dan Andra langsung menuju pengambilan bagasi, setelah itu mencari taksi dan meluncur menuju wilayah Jakarta Selatan. Sesuai kesepakatan yang mereka buat waktu menunggu di bandara Pangkalpinang tadi, Rainie akan menginap di hotel. Andra langsung memesan hotel melalui aplikasi perjalanan untuk Rainie setelah gagal meyakinkan gadis itu untuk menginap di rumahnya.
Selama beberapa menit pertama tak ada di antara mereka yang berbicara. Rainie memandang ke luar jendela di sebelah kirinya, melihat pemandangan di luar tanpa benar-benar memperhatikan. Andra sibuk dengan ponselnya, tiap menit terdengar suara pesan masuk.
"Rai," terdengar suara Andra memanggil.
Rainie menoleh. "Ya?"
"Yakin nggak mau menginap di rumah kami saja? Ada kamar kosong, kok, dulunya punya kakakku yang kini sudah nikah. Nanti kalau dia mau nginap juga, dia bisa tidur bareng adikku saja. Kami sudah sepakat, kok."
Rainie menggeleng. "Yakin, aku mau di hotel aja. Kamu yang bayar."
"Ya sudah."
Mereka kembali diam selama beberapa saat. Lalu Andra kembali membuka percakapan. "Kamu sudah kabarin adik kamu kita sudah sampe?"
"Udah," jawab Rainie pendek.
Rainie mendengar Andra mendesah. "Kamu kenapa, Rai? Nyesel, ya?"
Pertanyaan itu membuat Rainie merasa tidak enak. Pasti pria itu menganggap Rainie sangat keberatan dengan keadaan ini. Memang dugaan begitu tidak salah, tetapi Rainie sebenarnya tidak marah kepada Andra atau apa.
"Aku deg-degan. Takut," ungkap Rainie sambil memandang Andra.
Wajah Andra yang tampak pucat menyeringai lesu. "Sama, aku juga," ucapnya. "Tapi ngomong-ngomong makasih lagi loh buat semua ini."
Rainie mencoba memasang cengiran. "Kan dibayar," katanya berusaha terdengar ceria.
Di pesawat tadi mereka sudah membicarakan itu. Bukannya Rainie meminta pembayaran sungguhan, tadinya ia mengajukan ide itu untuk iseng saja. Untuk meringankan atmosfer di antara mereka berdua yang terasa berat, seperti mereka sedang menanggung beban seluruh dunia saja. Maka dengan nada main-main Rainie bertanya bayaran apa yang akan diberikan Andra padanya nanti. Melihat reaksi Andra terhadap pertanyaan itu, Rainie mendapat kesan bahwa ia juga sudah memikirkannya. Rainie jadi tidak enak sendiri, dan menjelaskan mati-matian bahwa ia hanya bercanda.
"Nggak apa-apa, Rai. Kamu bilang saja kamu mau apa, kalau bisa pasti akan aku kasih. Ini bukan bayaran, tapi hadiah ucapan terima kasih," jawab Andra tadi.
"Serius, Ndra, nggak usah. Aku jadi ngerasa kayak bukan cewek baik-baik kalau nerima bayaran gitu," sanggah Rainie.
Wajah Andra memerah waktu mendengar kata-kata Rainie. Rainie kemudian sadar kalau ia sudah salah bicara. Kesannya jadi seolah-olah Andra menganggapnya sebagai perempuan bayaran. Ala Pretty Woman, pikir Rainie.
"Eh--nggak kok, Rai. Aku..." Andra terbata.
Mau tidak mau Rainie tertawa. "Sori, salah omong. Otak nggak dipake, nih, kayak kata Topan semalam." Rainie menunjuk-nunjuk keningnya dengan jari telunjuk. "Bukan gitu. Maksudku aku nggak mau keliatan kayak aku bantuin kamu ini karena berharap sesuatu."
"Aku tahu kok kamu nggak gitu," kata Andra. "Dan aku bener-bener sudah berencana untuk ngasih kamu sesuatu sebagai ucapan terima kasih. Kalau kamu bisa pilih sendiri kan lebih baik."
Rainie diam sebentar mempertimbangkan ucapan Andra, lalu ia tersenyum. "Oke," katanya, "tapi jangan nyesel, ya."
"Kita ke rumahku dulu atau kamu mau ke hotel dulu?" tanya Andra kini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rooms Full of Perfumes
ChickLitRainie benar-benar tak menyangka saat tunangan sahabatnya memintanya berpura-pura menjadi tunangannya, menggantikan sahabatnya yang menghilang tanpa kabar. Gila? Pastinya. Seru? Mungkin. Dengan alasan ingin menolong orang dalam kesulitan, Rainie ber...