5. Perdebatan

11 2 0
                                    

Andra keluar dari kamar mandi sambil menggosok rambut basahnya dengan handuk. Ia berhenti di sebelah tempat tidurnya sambil menatap ponselnya. Sambil melemparkan handuk yang dipegangnya ke atas tempat tidur, ia menghempaskan tubuh di sebelah ponselnya. Ia meraih dan membukanya, dan kecewa saat tak ada tanda-tanda Chelsea berusaha menghubunginya.

Andra lalu teringat pembicaraannya tadi sore dengan Rainie, saat ia memintanya untuk menjadi Chelsea. Ia merasakan wajahnya menjadi panas dan kepalanya terasa ringan. Memalukan sekali rasanya saat ia mengingat hal itu lagi. Hanya gara-gara tidak mau mengecewakan pamannya--atau tidak mau dipermalukan pamannya?--ia muncul dengan permintaan bodoh seperti itu. Sungguh tidak terasa seperti hal yang akan terjadi di dunia nyata.

Ingin rasanya ia mambatalkan permintaan itu, tetapi kemudian terbayang ekspresi pamannya dan kata-kata pedas yang pasti akan dilontarkannya. Ia juga teringat ibunya, yang sangat terobsesi untuk menyenangkan si kakak tertua. Ia juga teringat kakaknya sendiri yang tertular obsesi ibunya. Andra mendesah. Biarlah Rainie yang memutuskan, pikirnya. Kalau Rainie bersedia, ia hanya akan harus melakukan hal memalukan itu selama beberapa hari. Kalau gadis itu tidak mau...

Andra teringat pembicaraan telepon dengan ibunya tadi malam. Saat tahu Chelsea menghilang dan mungkin tidak akan datang ke Jakarta akhir minggu nanti, reaksi pertamanya bukanlah khawatir atau marah pada Chelsea, tetapi ia mengkhawatirkan kakaknya yang akan datang sia-sia dari Surabaya.

"Telepon saja sekarang Ma, bilang acaranya batal. Atau aku saja yang akan telepon nanti," kata Andra waktu itu.

"Nggak usah, nanti dulu. Siapa tahu besok Chelsea pulang," jawab ibunya cepat-cepat.

Andra mendesah. "Kalau nggak? Daripada kedatangannya dibatalkan tepat sebelum berangkat, mendingan diberitahu sekarang."

"Kalau begitu dia nggak akan datang ke sini."

Andra memutar bola matanya. Dia tak habis pikir dengan sikap ibunya. Ia tahu apa yang diharapkan ibunya dari kedatangan pamannya: uang. Tumbuh di keluarga besar dengan banyak saudara ibunya harus berbagi segalanya. Banyak hal yang tidak bisa dimilikinya di masa lalu, entah karena tak ada cukup uang untuk mendapatkan keinginannya, atau karena harus berbagi, atau karena ia dinomorsekiankan. Dan ia belajar untuk menghargai uang dan kepemilikan. Sangat menghargainya. Paman Zuhrian adalah orang pertama yang berhasil sukses di keluarga mereka, dan merupakan yang paling sukses sampai saat ini. Pendeknya, dia kaya. Bagusnya, Paman Zuhrian tidak pelit. Dan ibu Andra kecanduan dengan kemurahan hatinya, bahkan setelah anak-anaknya sendiri sukses dan taraf hidup keluarganya naik dengan cukup signifikan.

"Atau kamu cari saja orang lain untuk menggantikan Chelsea, Ndra," kata Mama.

Itu dia, saran tidak masuk akal itu berasal dari ibunya. Andra terkejut mendengar kata-kata tersebut. Ia langsung menolak mentah-mentah. Berbagai alasan dikemukakannya, tetapi sia-sia. Ibunya berkeras dengan idenya. Mama memang bisa keras kepala kadang-kadang. Wanita itu bahkan akhirnya menangis. Andra bukannya tak mengerti perasaan ibunya. Tentunya kakaknya penting bagi ibunya, ia adalah anak tertua dan dengan kedua orang tua mereka telah tiada, Paman Zuhrian memang menjadi pemimpin mereka. Pamannya juga telah banyak membantu keluarga mereka saat saat Andra dan saudara-saudaranya masih kecil. Dengan ayah seorang pegawai negeri biasa dan ibu yang seorang ibu rumah tangga, bantuan pamannya memang sangat berharga. Andra pun akhirnya mengalah.

"Aku punya kenalan yang aku rasa bisa cukup aku percaya dengan rencana memalukan ini," kata Andra waktu itu, "tapi cuma dia. Kalau dia menolak, kita batalin."

Dengan susah payah Andra akhirnya meyakinkan ibunya untuk menerima hanya satu calon rekan dramanya.

Rainie adalah orang itu. Dan sekarang Andra sedang menunggu keputusannya.

Rooms Full of PerfumesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang