"Hyung, kumohon jangan tinggalkan aku..."
Jungkook terisak. Ia berlutut di hadapan jenazah seorang pemuda dalam peti, memandangi sosok tak bernyawa itu dengan ekspresi pedih. Sekeras apapun ia memohon pada Tuhan, pemuda itu takkan kembali membuka mata dan tersenyum menatapnya. Waktu takkan bisa berputar kembali.
"Hyung, kumohon―"
Sosok lain di ruangan itu merengkuhnya dari belakang, terisak bersamanya. Sosok yang dikenalnya baik setahun belakangan, cinta pertamanya, Park Jimin. Pemuda itu datang tiba-tiba saja bagaikan sebuah anugerah, menemaninya kala sedih, dan memberinya alasan untuk tetap hidup meski kini ia sebatang kara.
"Jungkook-ah, ikhlaskanlah kakakmu. Ia sudah bahagia di surga. Sekarang, kau yang harus berbahagia." Jimin menepuk pundaknya, mencoba menghiburnya dalam nuansa duka itu.
"Hyung, apa kau mau membahagiakanku?"
Jimin terlihat ragu untuk sesaat, tetapi ia memberikan senyum terbaiknya dan mengangguk.
"Itu juga yang diinginkan mendiang Soohyun-hyung."
***
Jungkook membuka matanya yang terasa perih. Ia menangis dalam tidurnya. Mimpi buruk akan kematian kakak semata wayangnya membuat perasaan hatinya memburuk seketika. Sudah lama ia tak memimpikan kakaknya, tidak sejak hidupnya terasa penuh bahagia bersama Jimin dan para member lain. Saking bahagianya, ia jadi melupakan dosanya di masa lalu, menikmati hidupnya tanpa teringat kembali akan sosok sang kakak. Kali ini mungkin karma datang dari Tuhan, menyentil kebahagiaannya, dan mengingatkan betapa ia tak pantas hidup bahagia dengan membawa dosa masa lalu.
Pemuda berambut cokelat gelap itu melirik pada sosok lain di kamar itu, kekasihnya yang kini terlelap dalam. Disingkapkannya selimut tebal yang menutup lebih dari separuh tubuhnya, ia melangkah perlahan menghampiri sosok itu, kemudian menyusul ke atas ranjang setelah membuat sedikit ruang untuknya berbaring.
Jimin menggeliat saat merasakan sentuhan pada jemarinya. Ia membuka matanya perlahan untuk melihat sosok Jungkook yang menatapnya dalam diam.
"Hyung, maaf membangunkanmu." ujar Jungkook. Suara paraunya terdengar seakan bisa menghilang sewaktu-waktu, dibarengi dengan sedikit napas yang memburu.
"Kau kenapa?" tanya Jimin.
"Aku memimpikan Soohyun-hyung."
Jimin mengangkat tangannya, mendaratkan jari-jarinya pada helaian surai lembut di hadapannya.
"Tidak apa. Apa kau menangis?"
Jungkook terdiam. Inilah alasan mengapa ia begitu tergila-gila para pemuda ini. Jimin begitu mengerti perasaannya melebihi siapapun. Ketika membutuhkan sandaran bahu, pemuda ini tidak pernah menolak kehadirannya, hanya terfokus padanya seorang.
"Aku menangis saat tidur." ujar Jungkook lirih. Ia menelusupkan tangannya di dalam selimut, memeluk pinggang Jimin dengan erat. "Hyung, jangan tinggalkan aku, jangan seperti Soohyun-hyung."
Jimin mengalihkan pandangannya ke arah lain, membuat Jungkook meremas helaian kaos tidur Jimin secara perlahan.
"Hyung―" Jungkook memanggil kembali setelah beberapa saat tak ada respon dari pemuda yang lebih tua. "Pria bernama Min Yoongi itu siapa? Sejak saat itu, kau tidak menceritakan apapun soal dirinya."
Jimin terdiam seribu bahasa.
"Hyung―"
"Jungkook-ah, aku ngantuk. Biarkan aku tidur."
KAMU SEDANG MEMBACA
LINE A [KookV / KookTae]
FanfictionFeromon beraroma cokelat itu begitu memabukkan bagi Taehyung, membawanya keluar dari sisi rasionalitas, terjatuh dalam lembah bernama cinta. Bagaimana mungkin seorang omega kotor sepertinya berani mengharapkan alpha setia yang telah memiliki mate it...