Ch 6 : Destined Fate

6.9K 797 141
                                    

Yoongi membanting pintu dorm keras-keras sesaat setelah ia masuk dengan tergesa. Tak butuh waktu lama hingga akhirnya ia mengunci dirinya sendiri dalam kamar meski apartemen itu sepi tak berpenghuni.  Sesaat setelah pintu kamarnya tertutup rapat, Yoongi menangis sejadi-jadinya. Ia menjatuhkan tubuhnya sendiri ke atas ranjang, berguling-guling kasar, mengacak-acak spreinya, juga melempar bantal dan boneka maskot ke segala arah.

"Aaaaargh, Park Jimin brengsek! Jeon Jungkook brengsek!" 

Jika mengingat apa yang baru saja dialaminya, tentu saja itu sebuah mimpi buruk. Sejak pergi ke Seoul, harapan terbesarnya adalah untuk tidak pernah lagi bertemu dan bersinggungan dengan Park Jimin atau siapapun yang dekat dengannya. Namun mengapa alpha brengsek itu harus kembali lagi ke kehidupan Yoongi, mencoba masuk dengan tak tahu malunya? 

Masih mencintainya katanya? Omong kosong apa yang masuk dalam telinganya? 

Selama dua tahun, Jimin tak pernah mencarinya―tak pernah ada pesan dalam kotak masuk emailnya, juga telepon yang berdering atas namanya. Selama dua tahun, Jimin seakan-akan menghilang ditelan bumi, meski Yoongi bisa melihat wajahnya hampir setiap hari di layar kaca―tertawa bahagia bersama teman-teman barunya tanpa ada rasa berdosa. Dan kini pemuda itu masih bisa berkata mencintai dan takkan pernah meninggalkannya lagi. Dari mana Yoongi bisa mempercayai ucapan tak bertanggungjawab seperti itu? 

Hatinya begitu sakit―sangat sakit. Lebih sakit dari pukulan yang diberikan mate baru Jimin pada kedua pipinya yang kini membengkak ungu. Lebih sakit dari puluhan heat yang dilaluinya tanpa sang mate. Lebih sakit dari saat kedua orang tuanya mengusirnya pergi dari rumah karena telah mempermalukan nama baik keluarga. Lebih sakit dari saat ia terluntang-lantung di jalanan, menjadi pengamen jalanan dengan rapp yang ia pelajari seadanya dari seseorang tak dikenal. Dua tahun bukan waktu yang lama, tetapi teramat menyakitkan untuk seorang Min Yoongi. 
.
.
.
Lalu kenapa kau ingin menjadi seorang idol?

Yoongi teringat pertanyaan yang dilontarkan padanya itu saat ia audisi. Ia hampir tak bisa menjawabnya. Apakah dirinya hanya ingin punya pekerjaan dengan rapp-nya dan wajahnya yang cukup tampan? Rasanya tidak begitu, ia bisa saja bekerja lain, yang lebih mudah dan tak beresiko gagal seperti menjadi pegawai kedai atau mini market. Lalu mengapa ia memilih menjadi idol dan mengikuti jejak Jimin? Seolah-olah ia masih mengejar keberadaan pemuda yang dibencinya itu. 

Mengapa dirinya masih mencari-cari jejak Jimin saat ia tak pernah ingin bersinggungan kembali dengannya?

Mengapa?

"Bodoh!" Tangis Yoongi meleleh bersamaan dengan pukulan bertubi-tubi pada ranjangnya. "Apa aku sebegitunya mencintaimu sampai aku harus terus mengejarmu?"

Yoongi membenci pemuda alpha itu karena ditinggalkan begitu saja dalam keadaan yang teramat rapuh. Namun dalam hati kecilnya, ia selalu mengharapkan sang alpha berlutut memohon ampun padanya dan meminta rujuk. Pria omega itu tak lagi mengerti mengapa dirinya tak memilih melupakan segalanya dan memulai hidup baru dengan seseorang yang lebih baik. Alasan dirinya masih bersikukuh mencintainya meski ia juga membencinya setengah mati selalu menjadi misteri hatinya sendiri.

Tidak!

Ia tak boleh begini. Bagaimanapun ia harus membenci Park Jimin, karena itu takdirnya. Sekeras apapun ia mencintai pemuda itu, opsi untuk bersama kembali tak pernah tersedia.

"Apapun yang terjadi, kau tak boleh membuka pintu maafmu pada pria brengsek itu, Yoongi. Jangan pernah terjebak dua kali. Jangan..." 

***

Seokjin membaca sebuah buku selagi duduk termenung di sofa kamar inap Taehyung. Ia sesekali menanggalkan buku itu manakala muncul sebuah pemberitahuan pada akun sosial medianya. Pesan pada kotak masuknya dari Eunwoo-hyung, beta yang menjadi friends with benefit dengannya selama setahun belakangan.

LINE A [KookV / KookTae]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang