Jungkook mengeritkan giginya dengan perasaan teramat dongkol. Harga dirinya serasa diinjak-injak oleh seseorang yang baru sekali ditemuinya. Sponsor Kim Taehyung itu memang congkak. Untuk apa susah-susah mendekati pamannya hanya demi melabraknya? Kurang kerjaan sekali.
Beberapa jam lalu, Park Bogum akhirnya pamit pulang setelah mengatakan semua yang ingin dikatakannya. Pria itu bahkan tak memberi kesempatan sedikitpun pada Jungkook untuk membela diri. Pada dasarnya ia tak peduli dengan pandangan orang lain padanya. Hanya saja ia tak suka cara pria itu melimpahkan semua kesalahan padanya dan membuatnya merasa inferior.
"Ck, kenapa tidak ada orang beres di sekeliling Kim Taehyung? Semuanya orang gila." gumamnya lirih.
Mulai dari Min Yoongi, Kim Baekhyun, Kim Minjae dan sekarang Park Bogum. Semua bersikap over-protektif padanya seolah-olah dia makhluk cagar alam. Dan pada akhirnya, mereka menyalahkan Jungkook karena membuat Taehyung sedih.
Ayolah, apa salah Jungkook selama ini hingga dirinya harus mengalami ini?
Justru ia yang harus mendapatkan belas kasihan orang karena dikejar-kerja pemuda nekat macam Taehyung, dicampakkan kekasihnya demi seorang mantan, dipukul tanpa sebab oleh seorang pengidap brother complex, dan sekarang dicaci maki oleh kawan pamannya yang baru sekali ini ditemuinya. Jikalau ada yang bersimpati padanya itu mungkin malaikat dan Tuhan.
Semua kembali pada kenyataan bahwa hidupnya tentu akan lebih baik jika ia tak pernah bertemu dengan Taehyung di toko kue hari itu. Andai itu terjadi, Jimin tidak akan mencampakkannya, ia juga tidak perlu ke meja hijau karena menuntut seseorang, atau membuat partner bisnis perusahaannya jadi musuh. Hidupnya mungkin tak hanya berkutat memikirkan sosok sang omega tanpa henti dan tanpa kehendaknya.
Bagaimana mungkin seorang Jeon Jungkook menaruh begitu banyak perhatian pada sosok omega?
Menyukainya? Jangan bercanda.
Harga dirinya terlalu tinggi untuk bisa sekedar merasakan suka pada pemuda itu. Lagipula ia hanya mencintai Jimin saja, tidak ada yang lain. Untuk apa ia memikirkan Taehyung terus menerus? Hatinya tidak mungkin berubah begitu saja kan?
Mimpi yang datang padanya beberapa hari lalu memang membawa sesal. Sejak mengingat bahwa dulu sekali keduanya pernah bertemu, muncul sedikit penyesalan di hatinya karena tak menolong omega itu. Kepalanya mulai dipenuhi banyak pengandaian yang mungkin saja bisa mengubah takdir mereka. Ia bahkan tak paham mengapa pengandaian-pengandaian itu muncul dan membombardirnya setiap saat, terkadang membuatnya sama sekali tak bisa terlelap.
"Sial, aku butuh Jimin-hyung..."
Jungkook meraih ponselnya, lalu menelepon nomor Jimin. Ia harus menunggu hampir satu menit sampai akhirnya telepon itu diangkat.
"Ya?" tanya Jimin. Suaranya terdengar lirih, seperti orang yang masih setengah tidur.
"Apa kau sudah tidur?"
"Hm, kalau sudah tahu, berhentilah menggangguku malam-malam, Jungkook-ah."
Mendengar suara Jimin saja sudah cukup menenangkannya. Untuk sejenak, wajah Taehyung tersingkir dari pikirannya.
"Aku merindukanmu, Hyung." ucap Jungkook tanpa ragu.
"Kita baru bertemu beberapa jam yang lalu di ruang latihan. Bagaimana mungkin kau tiba-tiba merindukanku?" balas Jimin pedas. Samar-samar terdengar suara khasnya saat sedang menguap.
"Maaf kalau aku mengganggumu. Aku tidak bisa tidur." Jungkook meremas selimutnya.
"Kalau itu soal aku, hentikan. Aku tidak ingin mendengarmu merengek lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
LINE A [KookV / KookTae]
FanfictionFeromon beraroma cokelat itu begitu memabukkan bagi Taehyung, membawanya keluar dari sisi rasionalitas, terjatuh dalam lembah bernama cinta. Bagaimana mungkin seorang omega kotor sepertinya berani mengharapkan alpha setia yang telah memiliki mate it...