Kim Baekhyun, 27 tahun, adalah seorang eksekutif muda di perusahaan Kim Corporation yang dipimpin ayahnya, Kim Hyungjong. Pria alpha tampan beraroma mawar itu kini duduk di kursi depan mobilnya dengan seorang supir yang sedang mengemudi dan seorang lain di kursi belakang yang terlelap dengan tubuh basah kuyup. Pemuda omega itu menggigil kedinginan dengan sebuah mantel tebal yang menutup bagian atas tubuhnya yang meringkuk.
Sangat menyedihkan.
"Tuan muda, kemana kita sekarang?"
Baekhyun menatap sekilas pada pemuda di belakangnya, mencoba berpikir sederhana sebelum akhirnya memberi jawaban.
"Pulang saja ke rumah."
"Tapi tuan dan nyonya?"
"Ayah sedang dalam perjalanan bisnis sampai hari Minggu dan ibu―asalkan beliau tak keluar kamar, takkan jadi masalah."
"Lalu Nona Jisoo?"
"Kalau dia sampai tahu, itu urusanku untuk menutup mulutnya yang cerewet."
"Baiklah." Sang supir mengangguk dan kembali fokus menyetir.
Baekhyun menghela napas dalam-dalam, lalu mengarahkan kedua manik hazelnya kembali ke depan―menatap pada jalanan gelap yang mulai sepi. Dalam pikirannya mulai berkecamuk puluhan pertanyaan yang hingga kini belum ia temukan jawabannya.
***
Taehyung kecil menggigil kedinginan dengan hanya mengenakan selembar sweater, celana jeans lusuh, dan sepatu boots. Ia meringkuk di bawah jembatan. Kelaparan.
Kapan terakhir kalinya ia makan? Mungkin dua hari lalu.
Saat itu sudah genap seminggu sejak ibunya mengajaknya pergi secara tiba-tiba dan meninggalkannya begitu saja di pinggir jalan. Ia tak tahu kawasan itu, tak juga punya akses untuk kembali. Wanita itu sengaja menyelipkan sedikit uang dan bekal di tasnya, berharap ia bisa bertahan dengan itu. Namun nahasnya, tiga hari setelah itu, sekelompok anak nakal merebut mantel juga perbekalan dan uangnya, membuatnya babak belur dan kelaparan.
Ibu yang begitu dicintainya selama ini memilih untuk membuangnya karena keinginan sang ayah. Itulah mengapa tangis beliau sehari sebelumnya jadi begitu beralasan. Taehyung harusnya menyadari ada yang tidak pada tempatnya, tetapi dirinya memilih untuk diam. Dalam hati kecilnya, ia masih berharap wanita itu takkan setega ini padanya.
Berhari-hari Taehyung menggelandang tanpa arah, tak berniat mencari bantuan agar seseorang bisa mengantarkannya pulang. Ia tak sampai hati membuat ibunya semakin kecewa, apalagi ayah yang sejak awal tak menginginkannya. Saat dirinya dibuang, sebagai anak yang tahu diuntung, memang tak seharusnya ia kembali. Mati sendiri pelan-pelan, mungkin adalah opsi terbaik.
Dingin...
Dingin...
Dingin...
Segalanya terasa begitu beku dan menyesakkan.
Pendar matanya seolah meredup seiring dengan langit yang menggelap, menyisakan air mata hangat yang mengalir singkat.
"Kumohon Tuhan, ambil saja nyawaku segera agar semua orang bisa bahagia."
Taehyung tak berhenti berdoa, berharap Tuhan yang dipercayainya mau mangabulkannya.
Anak itu mengigit bibir bawahnya yang kelu hingga berdarah, berusaha mengalihkan rasa dingin yang melingkupi sekujur tubuhnya. Dicobanya untuk menutup mata, berharap dirinya jatuh tertidur dan tak lagi terbangun untuk selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINE A [KookV / KookTae]
FanfictionFeromon beraroma cokelat itu begitu memabukkan bagi Taehyung, membawanya keluar dari sisi rasionalitas, terjatuh dalam lembah bernama cinta. Bagaimana mungkin seorang omega kotor sepertinya berani mengharapkan alpha setia yang telah memiliki mate it...