🌸
🎶 BTS – Serendipity
Christa kembali ke apartemen Abay─rasanya Christa merasa kalau apartemen ini akan segera jadi rumah kedua untuknya; ia hanya merasa gampang akrab saja dengan suasana sepi di apartemen ini.
Rasanya kalau ada Abay dan celotehan tidak dimasuk akalnya, apartemen ini akan sah-sah saja dikatakan ramai.
Rafa sudah pergi sejak lima belas menit lalu. Laki-laki itu bilang ia ingin pergi ke rumah temannya dan pulang─sekadar untuk meminta izin. Entah apa yang akan ia katakan pada ibu; rasanya ibu jadi lebih diam pada Christa. Pasti Rafa sudah melakukan sesuatu. Entahlah, Christa tidak ingin tahu. Cukup ibunya tidak melakukan kekerasan padanya saja itu sudah lebih dari apapun─Christa senang, sekalipun tidak diberi uang jajan ataupun makan.
Melajukan kedua tungkainya ke kamar Abay, dilihatnya pemuda itu tengah berbaring di atas ranjang dalam kondisi terpejam. Christa pelan-pelan menaruh tasnya di atas meja belajar─merasa untuk berhati-hati agar tidak membangunkan Abay.
Hanya saja, bukan Abay namanya kalau tidak mampu mengundang rasa penasaran Christa. Secara intuitif gadis itu berjalan mendekati Abay, duduk di tepian ranjang seraya mengamati wajah teduh Abay saat tengah tertidur.
Abay terlihat lebih damai; lebih hangat dan bersahabat. Berbeda saat ia terbangun dengan kedua bola mata angkuh serta wajah datarnya itu.
Abay bukannya tidak berekspresi, tetapi lebih kepada sikapnya yang defensif. Mungkin, Christa juga begitu. Ia merasa kalau terlalu banyak kemiripan antara dirinya dengan Abay.
Abay adalah seseorang yang pelit untuk mengekspresikan sesuatu yang ia alami dan Christa juga demikian.
Abay adalah seseorang yang banyak sekali menyembunyikan sesuatu di dalam dirinya; rasa bahagia ataupun sedih. Maka, Christa juga akan mengiyakan dirinya yang serupa dengan laki-laki itu.
Abay itu keras kepala, sama halnya dengan Christa. Hanya saja Abay lebih ekspresif dan Christa sedikit pemaaf dan pengalah.
Abay itu kesepian, di hidupnya mungkin hanya akan terasa jelas seperti bagaimana warna hitam dan putih tergambar. Begitupula dengan Christa.
Hanya saja, Abay tahu caranya menyenangkan Christa, sedangkan Christa tidak. Bedanya hanya itu. Abay selalu tahu caranya menghadapi Christa─dengan caranya sendiri. Sementara Christa tidak pernah tahu caranya menghadapi Abay dengan benar.
Menatap sejajar wajah Abay, dicondongkannya kepala Christa ke bawah supaya mampu mengamati wajah Abay dengan lebih jelas. "Dasar pembohong," bisiknya pelan diselingi oleh seyum.
"Bohong itu dosa, Lina."
"Eh?"
Christa berjengit, sudah ingin menjauhkan kepalanya dari wajah Abay. Sayangnya Abay dengan sigap menarik gadis itu agar terjatuh tepat di sampingnya.
Setelah itu Abay memiringkan kepalanya guna mendapati presensi sang gadis. "Gue bukan pembohong, Lina. Kata pak ustad, bohong itu dosa."
Tentu saja Christa terkekeh mendengar jawaban Abay─yang kelewat menggemaskan di telinganya. Semua orang juga tahu kalau berbohong itu dosa. "Lo bohong! Ngaku-ngaku jadi mantannya Dokter Nesya."
"Nesya cerita apa aja?" tanya Abay pelan. "Gue bener, kok. Gue mantannya. Mantan jadi pacar pura-puranya."
Christa memiringkan posisi tubuhnya agar berhadapan dengan Abay. Dari sini ia bisa lihat kalau Abay sepertinya lebih baik. Sepertinya Abay bukan sakit pada fisiknya, tapi batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
99 Days To Love You ✔
Teen Fiction📚 Series 2 : Problematika Remaja 📚 📌 Sudah Diterbikan Abay pernah bilang kalau dia akan baik-baik saja jika suatu saat ia musti merelakan Christa pergi. Christa hanya satu dari sekian banyak perempuan di dalam hidupnya. Ia pernah s...