Day 16 : Suatu Senja Di bawah Rembulan

1.9K 314 350
                                    

🌸

🎶 Lee Hi – Can You Hear My Heart


"Kamu itu Abaynya Lina."

Christa menatap lurus aspal yang berada di bawah, sesekali kakinya menendang udara kosong di sepanjang trotoar. Senja ini rasanya sepi tiba-tiba menghantam dirinya sekonyong-konyong─terutama saat mengingat percakapan sengitnya dengan Laras.

Menghabiskan waktu bersama teman-teman rasanya sia-sia belaka. Tiak ada raut kebahagiaan selain sesekali menimpali percakapan Exy ataupun Meilana. Christa lebih banyak diam. Christa bukanlah Laras yang dengan mudah mengubar senyum─seolah tak pernah ada yang terjadi di antara mereka.

Kini, Christa terdampar di sepanjang trotoar jalan besar─Christa tidak tahu persisnya di mana. Yang ingin ia lakukan hanyalah terus berjalan; tidak peduli kakinya membawa ke mana. Ia tidak ingin dengan siapapun dulu, kecuali Abay tentunya. Alhasil ia meminta untuk pulang sendiri.

Banyak hal bercokol di dalam kepala; termasuk memikirkan tentang bagaimana masa lalu antara Abay dan Laras.

Awalnya Christa merasa bahwa itu tidaklah penting. Di masa lalu hanyalah akan menjadi masa lalu, hanya akan menjadi sebuah peristiwa yang diam di tempat dan terus ditinggal maju oleh peristiwa-peristiwa berikutnya.

Sayangnya, kadang-kadang mengetahui peristiwa di masa lalu itu menjadi penting demi mengenyahkan gundah di dalam hati. Sanubari gadis itu merasa terusik, ada sesuatu yang membuatnya terancam─meskipun, harusnya dia yakin kalau Abay akan memilihnya apapun alasannya.

"Lina!"

Srek!

Bunyi sol sepatu dengan aspal yang bergesek menjadi saksi sore itu; bahwa Abay akan selalu dapat menemukan Christa bagaimanapun caranya. Seperti hari itu─hari di mana mereka pertama kali bertemu. Hari yang persis dengan saat sepatu Christa bergesek secara tiba-tiba.

Mungkin itu hanya konspirasi semesta belaka. Tapi, rasanya Christa tidak asing dengan perasaan ini. Perasaan ketika ia berhenti lalu berbalik, mendapati Abay berdiri di belakangnya dengan tatapan yang sama─selalu pongah.

Namun, sekarang Christa mengerti. Tatapan itu bukan sekadar tatapan congkak belaka. Iris yang berdiri tegak itu adalah bukti bahwa ia tengah merasa khawatir ataupun terancam. Christa merasakannya─Christa tidak asing dengan afeksi seperti ini.

"Abay ...."

Dan begitu akhirnya. Bukan terjatuh ke atas tanah, melainkan terjatuh ke dalam pelukan pemuda itu. Bukan tergerak untuk kabur dari laki-laki itu, melainkan berlari memeluknya dengan erat─merasa seolah-olah ia sangat takut kehilangan.

Kehilangan Abaynya ....

Kehilangan Abaynya yang secara tiba-tiba datang ....

Serendipity-nya ....

"Kau kenapa, Lina?"

Christa diam. Menghirup sebanyak mungkin feromon laki-laki itu adalah hal yang paling dibutuhkan olehnya. Ditambah dengan pelukan hangat seorang Abay, Christa jadi merasa kalau saat ini seisi bumi ikut memeluknya. Ikut mencemaskannya.

"Siapa yang membuat kau menangis?" Abay bertanya dengan suara kering, "Bilang padaku, karena orang itu akan habis olehku."

Masih tak ada sahutan oleh si gadis selain memeluk pemuda itu lebih erat. Memeluk pemuda itu dengan rakus─memperlihatkan pada semesta bahwa laki-laki yang berdiri di hadapannya itu adalah milknya. Milik Lina seorang.

99 Days To Love You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang