🌸
"SO, INI RUMAHNYA ABAY?!"
Ada keterkejutan yang nampak begitu Exy dan Meilana berteriak dengan─sangat─cukup keras.
Buru-buru Christa menaruh telunjuknya di depan bibir dengan rusuh, diikuti oleh kedua bola matanya yang bolak-balik menatap ke arah pintu─berharap tidak ada yang mendengar teriakan kedua temannya ini.
Tidak lucu kan, kalau ayah─ayahnya Abay tentu saja─masuk ke kamar atau Bi Inah, atau Abaynya sendiri, yang kamarnya memang bersebelahan dengan kamar Christa.
Omong-omong Abay sedang tidak ada di rumah. Sehabis sarapan tadi dia langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata. Huh, mentang-mentang sekolah sedang libur─seminggu pula.
"Jadi ini rumahny Abay?" Meilana mengulang pertanyaannya dengan suara lebih pelan. "Lo tinggal sama Abay? Dari kapan?"
Christa mengangguk diikuti oleh kedua kepala teman-temannya yang mendekat, seolah-olah akan menerima informasi khusus super rahasia.
"Sebenarnya dari hari Sabtu kemaren gue tinggal di apartemennya. Terus kemaren gue dibawa ke sini."
"Gila!" komentar Exy terkejut. "Lagian lo juga nggak pernah cerita sih, kalau selama ini lo diomelin ibu lo kayak gitu. Kita khawatir tau!"
Iya, jadi tadi siang Meilana dan Exy tiba-tiba muncul di rumah Abay. Katanya mereka disuruh Dana untuk mengunjungi Christa─tentu saja Dana hanyalah perantara Abay. Abay biang kalau Christa butuh teman di rumah, dan langsung saja kedua temannya itu datang.
"To be honest, Abay romantis juga, yah," celetuk Meilana tiba-tiba, membuat kernyitan di dahi Christa dan Exy. "Waktu lo nggak masuk, Abay marah-marah sama kita. Katanya sahabat macam apa kita nggak tau rumah lo. Pokoknya dia yang marah gitu."
"Iya!" timpal Exy bersungut-sungut. "Abay juga sampe bolos. Kayaknya dia nyariin lo, deh."
"Nyariin gue?!" Kali ini Christa yang terkejut. "Pantesan pas malemnya dia nanyain gue ke mana dan minta gue buat jujur. Jangan-jangan dia tau gue pergi sama Bagus."
"Lo pergi sama Bagus? Yang anak akustik itu?" tanya Meilana.
Christa mengangguk, "Sebenernya gue suka sama dia. Tapi itu dulu, sekarang jelas gue sukanya Abay doang."
"Gila lo! Jangan bilang si Abay tau."
"Memang tau," balas Christa pada Exy. "Abay tau gue suka sama Bagus. Tapi dia nggak pernah marah. Katanya nggak apa-apa kalau cuma dia yang suka, yang penting gue pacarnya dan gue percaya sama dia."
"Ugh ... Abay," ucap Meilana kagum seraya merapatkan kedua telapak tangannya. "Tuh kan, Abay romantis banget sama lo. Udah sering datengin lo ke kelas, ngejagain lo, khawatir sama lo, diajak tinggal di rumahnya. Boyfie-able goals lah, kalau kata anak jaman sekarang, mah."
"Hooh," sambung Exy. "Pandangan gue ke Abay jadi berubah, deh. Dia keliatan sayang banget sama lo."
Christa cuma senyum-senyum mendengar perkataan teman-temannya. Namun, selang beberapa detik kemudian kedua bola matanya membesar, "Lo udah liat e-mail dari gue?"
"Udah!" seru Meilana dan Exy serempak. "Abay beneran nyuruh kita?" timpal Exy.
"Iya," jawab Christa mengangguk. "Masih bisa kan, ikut?"
"Gue nggak yakin. Karena──"
Kriet ...
Tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan sosok laki-laki paruh baya yang necis. Siapa lagi kalau bukan Om Fahmi alias ayahnya Abay. Fahmi tersenyum kepada Christa dan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
99 Days To Love You ✔
Jugendliteratur📚 Series 2 : Problematika Remaja 📚 📌 Sudah Diterbikan Abay pernah bilang kalau dia akan baik-baik saja jika suatu saat ia musti merelakan Christa pergi. Christa hanya satu dari sekian banyak perempuan di dalam hidupnya. Ia pernah s...