Bara dan perempuan berambut cokelat itu berjalan riang ke arahku. Mereka berbincang ringan yang sesekali terselip tawa dari keduanya.
Aku cuma diam. Seperti orang bodoh.Berdiri di samping Mang Edi yang sedang asik menyiram bunga. Menunggu kedatangan dua sejoli yang sedari tadi menyita pandanganku. Ada rasa penasaran yang menggerus otakku. Tentang, siapa perempuan itu? Ngapain kesini? Pacar Bara? Ah, terlalu banyak pertanyaan aneh yang menyelimuti.
Nggak ada kerjaan banget sih, El! Aku menggeleng cepat sambil menutup mataku rapat-rapat, mencoba menghilangkan pertanyaan yang kelewat 'kepo' tentang perempuan itu.
Lalu dengan jelas, gendang telingaku menangkap sebuah suara yang manis. Nadanya riang, bercampur dengan pertanyaan, "Bar, ini siapa?"
Aku mengerjap cepat, sudah aku pastikan, wajahku saat itu innocent-sangat innocent.
"Oh iya, kenalin, dia Nuel, anak rantau dari Jakarta, lagi numpang di rumah gue," Bara melihatku dengan puas, memasang seringai menang yang membuatku geram.
Rantau? Numpang? Minta di jitak kali ya, ini anak!
"Hai, gue Fika," perempuan itu menjulurkan tangannya ke arahku.
Cepat-cepat aku menyambutnya dengan baik. Padahal, ada sedikit perasaan yang berontak ingin mengabaikannya, bahkan ingin menyuruhnya kembali pergi. Aduh, Nuel! Kambuh 'kan lebay nya!
Aku tersenyum kaku, "Nuel,"
"Yu, Fik, masuk!" Bara melengos pergi dari hadapanku. Menggenggam erat tangan Fika-si perempuan yang baru saja membuatku panas-tunggu, kenapa aku panas?
"Lo pikir gue patung, apa?" gerutuku sebal. Tapi percuma. Punggung Bara sudah berlalu.
Mereka berdua duduk di sofa, lagi-lagi sedang asik berbincang. Aku berjalan santai ke arah tangga, seolah tak melihat mereka. Seolah mereka itu kasat mata. Seolah mereka itu hanya patung hiasan. Seolah suara mereka itu berasal dari TV. Pokoknya aku menjauh. Menganggap mereka tak ada. Tapi, kesialan lagi. Fika memanggilku.
"El, mau kemana? Sini, gabung aja!"
Keduanya memandangku. Sama-sama membuatku seperti sedang ditantang. Lagipula, memang kenapa kalo ikut gabung? Toh merekanya juga biasa saja. Hanya aku yang terlalu menganggapnya berlebihan.
Oke, gue gabung!
Di atas sofa panjang yang tersusun membentuk huruf 'U' itu, aku, Fika dan Bara duduk dalam keheningan. Hanya sesekali curi-curi tatap satu sama lain. Cukup lama. Sampai suara manis itu muncul lagi,
"Eh, lo udah makan belum?" Fika menepuk bahu Bara enteng. Yang disambut gelengan dari Bara.
"Belum nih. Laper gue, Fik." dahi Bara mengerut, memasang wajah memelas. Tangannya melingkup di perut, seolah menahan lapar yang teramat.Cih, drama.
"Lo mau gue masakkin nggak? Gue buatin nasi item deh, gimana?" alis Fika turun naik.
Anggap aja gue arwah dah, nggak usah dianggap. Asdf*#'%√~
Senyum Bara merekah, "Ah, udah paling bener deh lo. Sana cepet masakkin!"
Fika beranjak, melenggang pergi ke arah dapur.
Aku mendengus, memutar bola mata yang hampir keluar ini malas.
Sedang Bara, asyik memainkan kunci motor. Mulutnya bersiul pelan, menyenandungkan beberapa lagu 'bahagia'.Merasa jengah, aku berdiri. Hendak pergi ke atas, atau ke luar. Atau ke belakang. Atau ... Ah! Pokoknya kemanapun asal jauh dari pemandangan dua sejoli ini!
YOU ARE READING
WHO IS MINE? He or Him?
Genç KurguTerjebak di dua hati emang sulit, Ketika kamu sedang mencintai seseorang dalam diam. Ada seseorang yang mencintaimu dengan blak-blakan. Kadang Cinta itu aneh. But, it makes love more beautiful. NUELSIA AFREEN DAMARA. Gadis yang tak pernah menya...