Aroma percintaan menguar kuat di setiap sudut kamar berfasilitas mewah yang disediakan hotel. Sedangkan suasana ruangan terasa semakin panas yang hanya terdengar suara derit ranjang, desahan, maupun racauan kedua manusia berbeda gender yang saling merengkuh kenikmatan. Malam itu seorang pria—yang tidak lain adalah aktor kenamaan yang selalu digandrungi para wanita sedang membutuhkan pelepasan dari wanita kesekian yang dengan suka rela melemparkan tubuh ke ranjangnya.
Gambaran dirinya adalah lelaki yang tenang dan tampan, berumur dua puluh delapan tahun. Dia bertubuh tinggi dan langsing, rahangnya tegas serta terlihat jantan. Rambutnya berwarna hitam, sedang matanya dalam dan berwarna hitam seperti buah zaitun. Dia masih menikmati aktivitas panasnya, sampai suara dering ponsel mengalihkan fokusnya.
"Damn it!" umpatnya kesal karena seseorang yang ia yakini sebagai manajernya, telah mengganggu aktivitas percintaannya.
"Jonathan, ponselmu."
"Biarkan," jawabnya singkat, mengabaikan dering ponsel yang tiada tanda akan berhenti.
Beberapa saat kemudian, setelah mendapatkan puncaknya, ia segera bangkit mengambil ponsel di saku celana yang berserakan di lantai bersama pakaian yang lainnya, lalu menelepon balik nomor yang sebelumnya menghubungi.
Ia duduk di tepi ranjang dengan tubuh yang sepenuhnya telanjang, sedangkan tangan kanannya memegang ponsel yang ia tempelkan di telinganya. Belum sempat dirinya menyapa, seseorang di seberang telepon lebih dulu memakinya dengan sumpah serapah. Sedangkan dia hanya diam mendengarkan setiap nasihat dan sesekali memutar bola mata malas.
"Sudah selesai?" tanyanya setelah dirasa cukup lama dia tidak membalas ucapan lawan bicaranya.
"Huh... aku ini manajermu. Bukan pengasuhmu, Nate."
Nathan mendengkus dan berkata, "Iya aku tahu. Sekarang apa masalahnya sampai kau berani mengganggu aktivitas panasku? Kau tahu aku sangat membenci itu."
"Kau mengencani Rebecca Williams minggu lalu?"
Rebecca Williams, salah seorang model pendatang baru yang merintis kariernya dengan menjadi model majalah dewasa. Nathan sempat menjalin hubungan semalam dengannya beberapa minggu yang lalu, seperti kebiasaannya selama empat tahun belakangan ini.
"One night stand," jawabnya dengan santai.
"Shit! Bahkan kau dengan mudahnya menjawab bahwa kalian one night stand? Kenapa kau selalu membuatku pusing dengan mengurusi tingkahmu itu? Sekarang skandal tentangmu dan dirinya sudah merebak di media mana pun. Dan, perlu kuberi tahu, malam ini kau tidak bisa kembali ke penthouse-mu. Para wartawan sedang bermalam di depan gedung sekarang," kata manajernya mengingatkan.
"Aku akan menginap sementara di apart—" Belum sempat dirinya membalas ucapan tersebut, manajer di seberang telepon lebih dulu menyelanya. Ia semakin mendengkus dan terus mengacak rambut kepalanya untuk melampiaskan rasa kesal.
"Tidak akan, Jonathan Wilson. Kekasihku sedang menginap. Pulanglah ke rumah orang tuamu!"
Nathan, atau yang lebih dikenal sebagai Jonathan Wilson, semakin menggeram marah. Dengan nada bicara meninggi, ia membalas ucapan manajernya.
"Kalau begitu, biarkan aku menginap di hotel, Ethan."
Ethan adalah manajer artis yang sudah lima tahun terakhir bekerja pada Jonathan Wilson. Dia bukan sekedar manajer yang mengurus semua keperluan keartisan Nathan, tetapi juga menjadi sahabat yang selalu mendengarkan setiap keluh kesahnya. Sosok tampan yang tidak kalah dengan penampilan artisnya, dan merupakan lulusan terbaik dari universitas terkemuka. Tidak ada yang bisa menyangka jika otak cemerlangnya hanya ia gunakan untuk menjadi manajer artis. Namun, keinginan untuk membalas budi pada keluarga Wilson yang telah merawatnya sedari lahir ke dunia, membuat Ethan melakukan hal tersebut dengan sepenuh hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT Strangers [END]
RomanceJonathan Benedict Wilson, seorang aktor kenamaan yang terpaksa mengasingkan diri untuk menghindar dari pemberitaan yang semakin memojokkan. Dia berprestasi dalam dunia hiburan, namun tak pelak harus tersandung skandal yang seolah mengikutinya. Skand...