7 - His Eyes

92.9K 6.2K 15
                                        

Sesampainya di penthouse tempatnya tinggal terpisah dari orang tuanya, Hanna semakin kesal mendapati ruang tamu sangat berantakan karena ulah sahabatnya. Ia melihat Luciana Johnson tertidur pulas di sofa, di antara tumpukan sampah makanan ringan dan televisi yang masih menyala.

Dengan langkah tegas, Hanna menghampiri sahabatnya, lalu menepuk pipi Lucy untuk membangunkannya. "Lucy, wake up!"

"Emm... sebentar lagi," jawab Lucy bergumam.

"Bangun sekarang sebelum aku memfoto muka bantalmu dan memberikannya ke media!" sontak Lucy yang mendengar ancaman Hanna langsung bangun dari tidurnya.

"Shit! Hanna, tidak bisakah kau membiarkanku tidur? Aku masih sangat mengantuk," rengek Lucy pada Hanna namun tidak ditanggapinya.

Memang seorang Luciana Johnson yang berprofesi sebagai supermodel tersebut, sangat menjaga image-nya. Ia akan bertingkah layaknya gadis manja yang tampak urakan jika tidak berada di depan kamera, namun seketika akan berubah menjadi Luciana Johnson yang manis dan anggun ketika berada di hadapan publik.

"Lucy, kau tahu jika aku paling benci dengan tempat yang berantakan. Jadi, sekarang juga bereskan tempat ini! Setelah aku kembali dari berganti baju, ruang tamuku sudah harus bersih!" perintah Hanna lalu beranjak dari duduknya untuk pergi menuju kamarnya. Namun, Lucy segera menahan tangannya, dan menyeret Hanna untuk kembali duduk di sofa.

"Ada apa denganmu, Hanna? Cerita padaku!" tanya Lucy menuntut.

Hanna menghela napas. "Aku tidak apa-apa. Hanya kelelahan saja." Ia berusaha menyangkal keadaan yang sebenarnya.

"Hei, aku sangat mengenal dirimu."

Hanna kembali menghela napas panjang, lalu berkata, "Baiklah. Aku akan bercerita padamu karena aku memercayaimu. Emm... sebenarnya, sekitar dua minggu yang lalu ketika aku melakukan business trip ke Bali, aku bertemu dengan Jonathan Wilson di bar. Dan juga aku... aku berakhir seranjang semalaman dengannya," jelas Hanna dengan cemas menatap Lucy yang masih mengernyitkan kening tak segera mengerti.

Jeda yang cukup lama, sampai Lucy kembali membuka suara. "You mean... having sex with him?"

Hanna menggangguk mengiakan.

Lucy melebarkan mata tidak percaya menatap Hanna. "You're not kidding me, right? Bagaimana—"

Hanna menyela, "Malam itu aku sedikit mabuk, Lucy. Dan, perasaan kecewaku karena pengkhianatan Lucas membuatku tidak bisa berpikir jernih."

Lucy menegakkan tubuh dan mengangkat tangannya ke udara. "Tunggu! Jadi, wanita misterius yang bersama Jonathan ketika di Bali adalah dirimu?" Lalu menutup mulutnya tidak percaya. "Holy crap! Aku seperti tidak mengenal dirimu, Hanna. Dan soal Lucas, aku belum tahu tentang itu."

"Ibuku pun mengatakan yang sama. Sebelum ke Bali, aku datang ke apartemen Lucas dan aku mendapatinya sedang bercinta dengan selingkuhannya. Ketika di Bali, dengan pikiran kacau aku memutuskan pergi ke bar, lalu bertemu dengan Jonathan Wilson."

"Lalu sekarang, apa masalahnya? Untung saja media masih belum mengetahui bahwa wanita misterius itu adalah dirimu."

Hanna mengedikkan bahu. "Entahlah. Sampai sekarang aku masih belum bisa melupakan kejadian itu. Aku sangat kesal saat ini karena Lucas yang terus saja mengusik hari-hariku, padahal aku sudah memutuskan hubungan dengannya. Tidak berbeda dengan Jonathan yang juga seolah menguntitku. Dan semua ini semakin bertambah rumit ketika... Mama mengatakan bahwa Jonathan Wilson adalah brand ambassador produk terbarunya. Kenapa dia tidak melupakanku saja seperti yang ia lakukan dengan para wanitanya?"

"Mungkin, dia tertarik denganmu. Kau wanita spesial yang sangat berbeda dengan wanita-wanita lain di luaran sana, Hanna."

"Kau terlalu mengada-ngada, Lucy," kata Hanna dengan pandangan menerawang.

~o~

Siang itu, Hanna memutuskan untuk mendatangi kantor Millerian Fashion sesuai permintaan ibunya. Ketika dirinya sampai di lobi, panggilan seorang pria menghentikan langkah kakinya. Hanna membalikkan badan mengikuti sumber suara, dan saat itu juga ia mendapati orang yang tidak ingin ditemuinya lagi, setelah kejutan yang diberikan padanya beberapa waktu silam di apartemen pria tersebut.

"Sayang, aku senang bisa bertemu denganmu di sini. Kenapa akhir-akhir ini kau menghindariku, hm? Aku sangat merindukanmu," ujar lelaki tersebut seraya memeluk tubuh kecil Hanna.

Hanna yang mendapat perlakuan tersebut hanya bisa mendengkus kesal dengan wajah datar. Ia berusaha melepaskan pelukan tersebut, yang membuat lelaki itu menunjukkan wajah bingungnya karena penolakan Hanna yang tidak seperti biasa.

"Hanna, ada apa, Sayang?" tanya lelaki tersebut, memandang wajah Hanna dengan sorot rindu.

"Jangan pernah memperlihatkan dirimu di hadapanku lagi, Lucas. Hubungan kita sudah berakhir." Hanna membalikkan tubuhnya dan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Namun, langkah Hanna kembali terhenti karena Lucas menahannya dengan memegang tangannya.

"Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba seperti ini? Maaf jika akhir-akhir ini aku tidak ada waktu untukmu. Aku sedang sibuk dengan proyek baruku, Sayang. Kau bisa marah padaku, tapi jangan seperti ini."

Ketika akan membuka bibirnya untuk menjawab pria tersebut, pria lain yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka di balik pilar lobi kantor, muncul menghentikan niat Hanna. Mata Hanna melebar memandang tidak percaya kepada pria yang sedang tersenyum manis kepadanya.

"Sayang, kau sudah sampai?" tanya pria tersebut berbasa-basi, berjalan ke arah Hanna, lalu merangkul pinggangnya dan mengecup singkat pipinya.

Ketika pandangan matanya melihat ke arah tangan Hanna yang dipegang Lucas, lelaki itu melepaskan kaitan tersebut lalu mempererat pelukannya pada Hanna.

Lucas yang melihat pemandangan tersebut membulatkan mata tidak percaya. "Apa maksudnya ini?" tanya Lucas meminta penjelasan.

Hanna yang panik dengan situasi tersebut hanya diam, dan memandang ke sekitar lobi karena perasaan takutnya jika seseorang ataupun wartawan mendapatinya bersama seorang Jonathan Wilson. Ia tak ingin hal tersebut menciptakan skandal baru yang bisa semakin merepotkan dirinya.

Pria tersebut tidak lain adalah Jonathan Wilson, seperti mengerti apa yang dipikirkan oleh Hanna. Ia mengambil alih untuk menjawab pertanyaan Lucas, dan mengakhiri situasi menegangkan di lobi kantor yang terdapat beberapa orang berlalu lalang namun terkesan tidak memperhatikan.

"Ah, perkenalkan, Tuan. Saya Jonathan Wilson. Kekasih dari Johanna Miller," jelas Nathan lalu mengulurkan tangannya bermaksud menjabat tangan Lucas.

Lucas hanya memandang uluran tangan Nathan sekilas, lalu mengalihkan pandangannya ke wajah Nathan yang menyeringai remeh dan memandang wajah Hanna yang terkesan datar.

"Apa itu benar?" tanya Lucas pada Hanna.

"Jonathan, ayo kita pergi dari sini," ajak Hanna sambil menggandeng tangan Nathan menuju lift, mengabaikan teriakan Lucas yang meminta penjelasan.

Nathan terus mengikuti langkah Hanna menuju ruangan Lilyana Miller. Sampai di lorong ruangan lantai teratas gedung Millerian Fashion, Hanna membalikkan tubuhnya menghadap Nathan.

"Terima kasih karena sudah membantu saya lepas dari lelaki di lobi tadi. Saya harap kita tidak akan pernah bertemu lagi. Saya permisi," pamit Hanna sedikit menundukan kepala sebagai tanda hormat kepada Nathan.

Namun, saat akan melangkahkan kakinya menjauh, Nathan lebih dulu menyergap tubuhnya dan memojokkannya ke dinding. Nathan mempersempit jarak di antara mereka, hingga Hanna bisa dengan jelas mencium aroma musk dari tubuh Nathan. Sesaat Hanna terlena karena rasa kagum akan setiap detail pahatan dari wajah tampan lelaki yang mengungkung tubuhnya.

"Tidak semudah itu, Nona. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan memilikimu. Jadi..." Nathan menarik tubuhnya menjauhi Hanna. "...sampai berjumpa lagi nanti." Lalu tersenyum manis tanpa memutuskan kontak matanya dengan Hanna.

Hanna terus menyelami iris mata cokelat Nathan yang membuatnya seperti de javu. Dengan pikiran bertanya-tanya ia membatin, "His eyes...."

tbc...

✍️ 7 September 2017
Repost 27 April 2020

NOT Strangers [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang