Suasana pagi ini sangat ramai, semua murid mengerubungi mading sekolah untuk mengetahui di mana letak ruang kelas baru mereka. Baru saja aku ingin melangkahkan kaki mendekat ke arah mading, seseorang menepuk bahuku pelan, refleks kutolehkan wajahku kesamping untuk melihat siapa yang menepuk bahuku.
"Ngapain ke situ? Langsung ke lapangan aja," ucap Irfa, gadis yang menepuk bahuku tadi.
Ia menarik tanganku menjauh dari mading lalu, membawaku ke lapangan yang sudah dipenuhi oleh murid-murid.
"Gue mau liat kelas."
"Lo sekelas sama gue, kita kelas XII Sastra 3," jawabnya cepat.
Aku hanya mengangguk paham lalu, berbaris sesuai arahan dari guruku yang sedang mengatur semua murid untuk berbaris dengan rapih.
Sekitar setengah jam kepala sekolah memberikan pengumuman tentang ajaran baru, siswa-siswi baru, dan mulai KBM (kembali belajar mengajar) adalah hari ini. Semua murid diizinkan ke kelasnya masing-masing untuk belajar seperti biasa. Serta wali kelas mereka akan masuk ke dalam kelas untuk membentuk struktur organisasi.
Aku mendapat kelas XII Sastra 3, kelasku berada dilantai dua. Setelah menemukan dimana letak kelasku, aku dan Irfa langsung bergegas masuk kedalam.
Irfa mengajakku duduk bersama namun, aku sudah terlanjur janji dengan Zahra untuk duduk sebangku dengannya jadi, Irfa harus mencari teman lainnya untuk duduk bersamanya. Tak lama Zahra datang bersama Dinda dan Sinta, ia menghampiri tempat dudukku dan meletakkan tas gendongnya di bangku yang berada di sebelahku.
"Wali kelas kita siapa?" tanya Zahra yang kini sudah duduk disamping kiriku.
"Kalo gak salah Bu Andin." ia mengangguk, lalu membalik tubuhnya menghadap Dinda dan Sinta yang duduk di belakang.
"Assalamualaikum." ucap kedua orang cowok yang baru saja masuk ke dalam kelas.
"Wa'alaikumsalam." jawabku samar namun, tidak menoleh kearah cowok yang baru masuk tadi. Aku sibuk mengeluarkan buku.
Setelah selesai mengeluarkan buku pelajaran hari ini, bola mata hitam pekat milikku menjelajah setiap sudut ruang kelasku, nampak berbeda dengan ruang kelasku yang lama, saat kelas XI.
Iris hitam ku mendapati wajah seorang cowok berkulit putih. Wajah cowok yang sangat familiar. Bibirku bungkam tanpa kata, jantungku berdebar-debar, dan seperti ada perasaan hangat menjalar ke hatiku sekaligus terkejut dengan apa yang aku lihat saat ini.
Cowok berkulit putih, berbola mata hazel, serta bertubuh tinggi itu adalah cowok yang selama ini telah merebut hatiku—ia adalah Adam Bagaskara Lazuardy. Kurang lebih 2 tahun sudah aku mencintainya secara diam-diam tanpa berani menyapa atau sekadar memberi senyum padanya dan sekarang? Seolah Tuhan mengaminkan doaku agar dekat dengannya—aku sekelas dengan cowok itu. Aku bisa lebih bebas memperhatikannya dari jarak dekat dan aku bisa mencari alasan untuk bertanya tentang pelajaran kepadanya agar aku bisa berbicara berdua dengannya.
Iris hitam hazel cowok itu bertemu dengan iris hitam pekat milikku, hanya beberapa detik aku bertatap mata dengannya namun, segera ku alihkan pandanganku agar tidak terlalu jatuh dengan pesonanya.
Lagipula Bu Andin juga sudah masuk kedalam kelasku—Bu Andin memang benar wali kelas XII Sastra 3. Ia masuk kedalam kelas hanya untuk memberi arahan, peraturan, serta membuat struktur organisasi. Kebetulan sekali Adam menjadi seksi kebersihan yang artinya ia harus menunggui siswa saat sedang piket dan itu adalah kesempatan bagus untukku.
***
Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, setengah dari siswa yang berada di kelasku berhamburan ke kantin untuk mengisi perutnya yang sudah meminta asupan—sedangkan aku, berdiam diri di kelas karena aku malas ke kantin yang pastinya sangat ramai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Silent
Teen FictionDalam diam aku menyimpan, sebuah kata yang sulit untuk ku ucapkan. Dalam diam aku memendam, sebuah rasa dalam rangkaian aksara. Dalam diam aku menyembunyikan, sebuah harap yang terpendam tanpa terungkap. Dalam diam aku menyebut namamu dalam setiap d...