Senja diujung sana menampakkan keindahannya melalui awan oranye yang berada diatas kepala, warnanya indah mampu memikat sang penikmat—senja begitu menarik perhatian mampu menghangatkan hati serta pikiran, tetapi mampu membuat semua penikmat kecewa dengan senja. Ia hanya hadir sejenak lalu bertukar posisi dengan sang malam yang sama indahnya karena diterangi oleh bulan dan bintang diatas sana.
Kini sang senja itu telah sirna tergantikan oleh sang malam yang kelam namun, bintang menemaninya hingga malam menjadi lebih indah dengan galaksi bintang—sedangkan bulan sebagai cahaya yang membantu bintang untuk menerangi awan hitam itu—malam ini persis sama seperti hatiku, indah tidak seperti malam kemarin yang kelam.
Aku membaringkan tubuhku ke ranjang empuk kesayanganku kemudian memeluk guling dengan erat sebagai bentuk pelampiasan rasa senang yang datang mendadak. Gejolak itu kembali hadir mengukir indah senyum dibibir. Sungguh, jika bahagia sesederhana hal kecil akan kuciptakan sendiri melewati senyum tipis yang terbit dibibir mu itu. Hanya karena senyumannya aku merona—menahan getaran dada yang meronta-ronta. Bisakah kamu hadirkan kembali senyum itu? Sepertinya senyum mu menjadi candu untukku sekarang.
Sambil bersenandung kecil aku membalikkan badanku menjadi tengkurap, ku ambil handphone yang tergeletak di atas nakas, sedari tadi handphone itu bergetar namun aku mendiamkannya karena terlalu asyik membayangkan senyuman Adam yang siang tadi membuat hatiku ingin loncat dari dalam.
Kuraih benda pipih itu membuka aplikasi kotak berwarna hijau, sudah banyak notif yang masuk mulai dari; chatan grup, OA Line dan chat pribadi.
Mataku beralih membuka satu chat dari Zahra,
Fazahra: Za, besok jadi? [16:01]
Ia mengirimkan chat sore tadi sekitar jam 4 sore sementara sekarang sudah jam 7 malam—artinya chat itu sudah ku abaikan selama 3 jam. Segeraku ketikan balasan untuk Zahra.
Arletha Mozalea: Jadi Zah, maaf ya baru bales soalnya baru buka hp.
Arletha Mozalea: Jam 10 ya Zah.
Setelah membalas chat dari Zahra aku beralih melihat chat dari grup yang sudah mencapai seratus lebih chat yang masuk ke grup itu. Aku menscroll chat itu sampai bawah—isinya hanya lelucon yang dilontarkan oleh teman-teman sekelasku. Tidak ada yang menarik akhirnya aku keluar dari jendela obrolan itu.
Ternyata ada chat masuk lagi dari Zahra, aku membalasnya agar tidak membuat Zahra menunggu balasanku terlalu lama seperti tadi.
Fazahra: Oke, gue tunggu dimana besok?
Arletha Mozalea: Didalam sekolah aja, ada Dilla kok.
Fazahra: Yaudah.
Baru ingin ku matikan handphone dan kembali meletakkannya di nakas, suara notifikasi Line kembali berdering, kupikir Zahra yang kembali mengechat ku maka dari itu ku buka kembali aplikasi Line itu.
Mataku terbelalak saat tahu siapa yang menge-Line—jantungku berdebar, bibirku beku seolah perasaan ini merangsang ke seluruh tubuh padahal hanya sebatas chat singkat.
Adam Bagaskara: Za, besok kerja kelompok MTK jam 10 ya?
Ingin mengetikkan balasan tetapi, rasanya jemari ini sulit untuk digerakkan—karena terlalu senang mendapat satu chat dari Adam. Dengan perlahan jari-jari ku bergerak membalaskan chat itu.
Arletha Mozalea: Iya Dam, tapi gue rohis dulu nggak pa-pakan?
Adam Bagaskara: Iya, nggak apa-apa. [Read]

KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Silent
Fiksi RemajaDalam diam aku menyimpan, sebuah kata yang sulit untuk ku ucapkan. Dalam diam aku memendam, sebuah rasa dalam rangkaian aksara. Dalam diam aku menyembunyikan, sebuah harap yang terpendam tanpa terungkap. Dalam diam aku menyebut namamu dalam setiap d...