Suasana kelas hari ini seperti biasanya selalu ramai dan gaduh, berhubung bel masuk sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu dan guru yang mengajar belum masuk ke dalam kelas jadilah kelas berisik bagaikan pasar. Kubu cowok berkumpul di bagian pojok belakang sambil menonton video yang entahlah, video apa sedangkan kubu cewek, berkumpul seperti kelompok—sudah dipastikan jika kubu cewek sedang bergosip ria.
Sama seperti yang lainnya, akupun juga ikut mengobrol bersama teman-temanku. Mengobrolkan hal yang tidak penting tetapi, kadang membuatku tertawa geli.
Hingga akhirnya guru yang mengajarpun masuk kedalam kelas—suasana gaduh pun berubah menjadi hening seketika, jelas saja karena guru yang sedang mengajar sekarang termasuk kedalam kategori guru paling; sadis, kejam dan killer.
Bayangkan saja baru saja guru itu menginjakkan kakinya di kelasku—langsung memberikan tugas kimia yang berjumlah 30 soal essay dikerjakan dikertas folio, besok dikumpulkan. Kejam bukan?
Kadang aku tidak habis pikir dengan para guru yang memberikan tugas sangat banyak, motifnya apa coba? Oke, jika untuk menambah nilai atau sebagainya tetapi, tidak dengan menyiksa murid jugakan? Setidaknya jangan berikan waktu singkat untuk mengerjakan soal-soal yang ia berikan. Jika otak memiliki batas kapasitas sudah dipastikan otak ku ini akan meledak dalam hitungan detik.
Huft!
"Kalian boleh kerjakan sekarang, jika belum selesai bisa dilanjutkan di rumah. Ibu tinggal keluar sebentar ya, nak." ucap Bu Diah seraya bangkit dari kursi. "Jangan berisik!" pesannya setelah itu berlalu.
Beberapa detik setelah kepergian Bu Diah, suasana kelas kembali bising—jangan berpikir mereka akan mengerjakan tugas itu, jawabannya adalah tidak! Memang sebagian ada yang mengerjakan tetapi hanya beberapa murid dan itupun murid yang terbilang pintar.
Aku berjalan menuju meja Zahra, gadis itu sedang mengerjakan soal bersama Sinta dan Dinda, aku bergabung dengan mereka sekaligus mengerjakan tugas bersama. Aku menarik kursi menghadap kearah belakang—sama seperti Zahra.
"Mau bareng dong." ucapku sambil meletakkan buku yang ku bawa.
"Sini, bareng aja." ajak Sinta seraya tersenyum.
"Maksudnya soal ini diapain sih? Gak ngerti gue." tanyaku sambil menunjuk ke soal yang tidak ku mengerti.
Zahra menoleh kearah buku paket yang sedang ku tunjuk. "Gimana ya? Gue juga belum sampe situ. Sin, Din, lo udahan belum soal yang ini?" Zahra bertanya pada Dinda dan Sinta.
Kedua cewek itu mendongak—mengalihkan pandangan pada buku paket milikku. Kemudian Dinda menggeleng pertanda tidak mengerti.
"Gue beluman." jawab Dinda.
"Sama, gue juga dilongkapin soal yang itu." sahut Sinta.
"Yaudah deh, ntar aja."
Kemudian aku mengerjakan soal-soal yang mudah terlebih dahulu, sedangkan soal yang menurutku sulit, akan ku kerjakan di rumah saja.
"Eh iya, besok praktek Bahasa Inggriskan, kalian mau bikin apa?" tanya Dinda menyudahi menulisnya.
"Gue bikin milk tea deh kayaknya." sahut Zahra sambil menyalin jawaban milik Sinta.
"Gue sandwhich." Sinta mendongak.
"Lo apaan Za?" tanya Dinda menatapku.
"Kayaknya Banana chocholate deh." jawabku ragu.
"Wihh enak tuh kayaknya pisang coklat, nanti gue bagi ya, Za." celetuk Dilla tiba-tiba saja sudah berada disebelah Zahra.
Zahra mendorong pelan lengan Dilla karena mengagetkannya hingga buku Zahra tercoret pulpen sedikit. "Ngagetin lo bego, kecoretkan tuh." ucapnya sewot.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Silent
Roman pour AdolescentsDalam diam aku menyimpan, sebuah kata yang sulit untuk ku ucapkan. Dalam diam aku memendam, sebuah rasa dalam rangkaian aksara. Dalam diam aku menyembunyikan, sebuah harap yang terpendam tanpa terungkap. Dalam diam aku menyebut namamu dalam setiap d...