"Za, kok lo bisa diantar Vino ke kelas sih tadi?" tanya Zahra yang terlihat masih penasaran dengan kedatangan Vino saat masuk ke kelas bersamaku.
Aku dan Zahra kini sedang berada didalam kelas, istirahat kedua kupakai untuk memakan bekal yang tadi saat istirahat pertama tidak sempat ku makan karena ulah Vino yang menyeretku ke UKS secara tiba-tiba, sedang Zahra memakan roti yang baru saja ia beli di kantin.
Di kelas hanya ada kami berdua saja, sedang yang lain sudah pergi ke musholla untuk melaksanakan shalat dzuhur. Karena kami sedang berhalangan shalat jadi kami memutuskan untuk di kelas saja.
Zahra menatapku penuh tanda tanya seolah ingin segera mengetahui jawabannya. Akhirnya aku menceritakan semuanya pada Zahra. Dari awal Vino memanggilku saat aku ingin masuk kedalam kelas dan sampai Vino mengantarku kedalam kelas, Zahra menyimak dengan baik tanpa memotong ucapanku.
Hingga aku selesai bercerita, gadis itu tersenyum sumringah seolah sudah puas mendengar jawabannya. Dan ia menyimpulkan sendiri.
"Itu tandanya Vino gentle dong, mau tanggung jawab karena udah bikin lo telat masuk kelas. Emang deh tuh cowok, udah ganteng, baik, tanggung jawab pula." ucapnya diiringi oleh senyuman tersirat.
Justru Zahra seperti itu membuatku mengernyitkan dahi bingung. Pasalnya baru kali ini gadis itu memuji cowok dengan wajah berseri-seri, biasanya juga tidak sampai seperti ini. Aku curiga jika Zahra menyukai Vino.
"Lo suka sama Vino ya, Zah?" tebakku spontan membuat Zahra menegang sejenak lantas melihatku kikuk.
"Hah? A--apaan sih? Aneh deh lo nanyanya." katanya terlihat gelagapan. Tanpa Zahra bilang pun aku sudah dapat menyimpulkan sendiri jawabannya.
"Gue tau kali Zah, kalo lo suka sama Vino, udah keliatan dari muka lo. Dan cara lo muji Vino itu beda sama cara lo pas lagi muji Rafa-murid baru." aku terkekeh kecil, sedang Zahra menggaruk pelipisnya malu sekaligus salah tingkah.
"Iya, gue emang suka sama Vino sih, tapi itu juga baru-baru ini belum lama." benarkan dugaanku, Zahra mengaku sendiri.
Wajar sih jika Zahra menyukai cowok berkulit sawo matang itu, karena selain berwajah tampan Vino juga termasuk murid pintar dan kesayangan guru-guru—hampir persis seperti Adam. Bedanya Vino adalah cowok yang humble, mudah bergaul dan asyik dengan siapa pun. Kalau Adam cenderung pendiam, dingin dan tertutup.
Baru dekat beberapa hari dengan Vino saja, aku sudah dapat menyimpulkan karakteristik cowok itu karena Vino memang terbuka orangnya lain halnya dengan Adam, yang lebih menyimpan sendiri tanpa mau berbagi. Bahkan Akbar yang notabene sahabatnya saja masih belum memahami Adam.
Eh, mengapa aku jadi membandingkan Adam dengan Vino?
Aku menutup kotak makan yang isinya sudah habis ku makan lalu, menaruhnya dilaci meja. Ku lirik Zahra yang sibuk dengan handphone ditangannya, sesaat Zahra membuka suara, aku sedikit terkejut.
"Za, tadi Vino berantem sama Rafa kan?" pernyataan Zahra lebih tepatnya menjurus ke pertanyaan ragu. Aku menoleh kearahnya dengan alis yang saling bertautan.
"Vino berantem sama Rafa yang murid baru?" tanyaku tak percaya.
Zahra mengangguk mantap seolah meyakinkan, seketika aku berprasangka buruk pada Rafa. Bahwa Rafa itu bukanlah murid yang baik.
Tidak mungkin jika ia murid yang baik tetapi sudah membuat onar di sekolah barunya. Dan Vino yang dari dulu tidak pernah berkelahi baru kali ini ku lihat dia berkelahi hingga wajahnya memar seperti tadi.
"Emang gara-gara apa sih?" aku penasaran apa yang mereka permasalahkan hingga sampai adu jotos seperti itu.
Zahra menggedikkan bahu, "gak tau, gue cuma liat sekilas doang." aku diam, memikirkan sikap si anak baru.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Silent
Ficção AdolescenteDalam diam aku menyimpan, sebuah kata yang sulit untuk ku ucapkan. Dalam diam aku memendam, sebuah rasa dalam rangkaian aksara. Dalam diam aku menyembunyikan, sebuah harap yang terpendam tanpa terungkap. Dalam diam aku menyebut namamu dalam setiap d...