"Dengan mudahnya kamu membalikkan perasaanku seolah perasaan ku ini hanyalan lelucon bagimu."
-Arletha Mozalea-***
"Moza, didepan ada Intan tuh." suara Irfa memanggilku membuat aku mendongak menatapnya.
"Suruh masuk aja Fa." jawabku ia langsung ke depan pintu kelas menyuruh Intan untuk masuk.
Kemudian Irfa kembali masuk ke dalam kelasku. "Dia nggak mau, Za malu katanya." aku mendengus kesal. Dasar Intan disuruh masuk aja sok malu-malu biasanya juga dia malu-maluin.
Lalu aku berjalan kedepan kelas menghampiri Intan yang entah ingin apa ke kelasku.
Ku lihat Intan sedang berdiri disamping pintu, aku menepuk pundaknya menyadarkan kehadiranku. "Mau ngapain?" tanyaku to the point.
Intan mengernyit, bola matanya bergerak kearah bajuku yang basah. "Lah baju lo ngapa?" tanyanya.
"Basah." jawabku seadanya yang mendapat jitakan dari Intan.
"Apaan sih jitak-jitak?" sungutku menatapnya jengkel.
"Lo tuh bolot, gue juga tau itu basah, maksud gue basah kenapa?" ucapnya sewot.
"Kena sambal, udah ah nggak usah banyak nanya. Mau ngapain lo kesini? Ganggu orang aja lo disuruh masuk kedalam malah gak mau." aku memutar bola mataku, sedangkan dia menyengir tanpa dosa.
"Hehe, gue cuma mau bilang nanti lo pulang sendiri soalnya gue mau kerja kelompok." ucapnya membuat wajahku cengo seketika.
Untuk apa ia ke kelasku jika hanya ingin mengatakan hal itu? Kan dia bisa mengechat ku, untuk apa dia mempunyai handphone tapi tidak dipergunakan dengan baik. Terkadang aku bingung dengan sahabatku yang satu ini. Cantik doang tapi bolot.
"Si Udin dasar, bukannya ngechat aja ngapain pake segala kesini?" tanyaku mulai kesal dengannya.
"Gue lagi irit paketan, sayang-sayang paketan gue kebuang cuma mau bilang gitu doang ke lo." jawabnya santai.
Aku mendelik tajam kearahnya, jadi menurutnya ngechat aku itu membuang-buang paketan gitu? Dasar teman terlaknat.
"Yaudah lo sono balik ke kelas, gue juga buang-buang waktu ngobrol sama lo!" balasku sengit.
"Yee, yaudah gue balik bye!" Intan menghentakkan kakinya lalu melangkah pergi.
Aku menggeleng takjub karena sikap Intan, itu anak sebenarnya kesurupan jin tomang apa gimana? Kok otak gesreknya tidak hilang-hilang. Heran kenapa aku bisa bersahabat dengannya padahal sifat kita jauh berbeda. Mungkin memang benar apa kata pepatah 'Langit dan Bumi diciptakan berbeda namun, mereka bisa saling melengkapi' itulah yang terjadi dengan aku dan Intan-meskipun sifat kita jauh berbeda tetapi, kita saling melengkapi satu sama lain.
Baru aku ingin kembali melangkah masuk kedalam kelas aku menubruk dada bidang seseorang, kening ku terbentur oleh dadanya membuatku meringis. "Aww."
Aku memegangi keningku sambil mengusapnya lalu, aku mendongakkan wajahku melihat siapa seseorang yang ku tabrak barusan. Bola mataku membesar sempurna, mulutku bungkam tanpa kata, dan detakan jantungku berirama tak beraturan-Aku menundukkan wajahku yang gugup.
Serta enggan melihat iris mata hazelnya yang memabukkan itu-membuatku selalu tenang jika iris mata itu menatapku.
"Ma-maaf, nggak sengaja." ucapku ingin melangkah masuk namun, cowok itu menahan lenganku.
"Za, ikut gue!" katanya, aku mengernyitkan dahiku bingung. Apa maksud ucapannya?
"Hah? Ikut kemana?" tanyaku tidak mengerti.
![](https://img.wattpad.com/cover/122614511-288-k340923.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Silent
Teen FictionDalam diam aku menyimpan, sebuah kata yang sulit untuk ku ucapkan. Dalam diam aku memendam, sebuah rasa dalam rangkaian aksara. Dalam diam aku menyembunyikan, sebuah harap yang terpendam tanpa terungkap. Dalam diam aku menyebut namamu dalam setiap d...