Awan hitam menggeluti langit yang cerah diatas sana, gelapnya langit diterangi oleh cahaya galaksi bintang. Aku termangu duduk dikursi meja belajarku sambil menatap bintang di atas langit, meja belajarku memang sengaja ku atur didepan jendela agar aku bisa berhadapan dengan pemandangan luar yang indahnya tiada tara. Sebenarnya aku bisa saja berdiri dibalkon kamarku namun, aku enggan melakukannya karena lebih nyaman lihat dari dalam kamar.
Sudut bibirku melengkung keatas membentuk seulas senyuman entah, mengapa kejadian saat Adam menyelipkan anak rambutku tadi di caffe terus terbayang-bayang dalam otakku. Membayangkannya saja aku sudah senyum-senyum seperti orang gila, memang hanya Adamlah yang mampu memporak-porandakan hati ini—menjungkir balikkannya sesuka hatinya tetapi, anehnya aku justru tidak bergeming dan membiarkan Adam mempermainkan hatiku sepuas yang ia mau. Padahal hatiku memberontak, menahan sakit yang bergejolak namun bibir ini berkata lain—ia tetap diam saja tanpa berkutik sedikitpun. Memang benar faktanya hati dan mulut tidak sejalan—berlawan arah keinginannya.
Ku torehkan goresan tinta pena ku diatas kertas polos yang bersih itu. Kini kertas putih itu sudah ku nodai dengan goresan tinta yang ku buat sajak bermakna. Aku tidak tahu apa maksud aksara yang ku torehkan yang jelas kalimat-kalimat itu muncul dengan sendirinya didalam benak ku.
Rentina ku jatuh dalam tatapan matanya yang kelabu
Seolah kamu adalah sukma ku yang menyatu dalam rindu
Ku titipkan rasa ku ini pada sang malam yang biru
Ternyata aku keliru, dunianya belum berwarna hanya sebatas kepingan abu-abu.
Dan kini aku yang tersesat dalam determinan hati penuh pilu dan liku.
-Arletha Mozalea-
Catatan itu adalah bentuk ungkapan perasaan hatiku yang terpendam. Ku akui dunia Adam masih sebatas abu-abu untukku belum terdefinisi jelas dengan warna pelangi. Aku masih mengenal Adam sekilas belum tahu tentang semua hal yang ada dalam diri Adam, bahkan cara memenangkan hati Adam saja aku belum tahu, justru itu aku ingin mengenal Adam lebih terperinci lagi hingga suatu saat nanti aku bisa mendapatkan hati seorang Adam.
Aku menjerit dalam hati, mengapa cinta bisa membuat seseorang alay dan lebay gini sih? Hanya karena cinta aku menuliskan rangkaian aksara tentang cinta, membayangkan aku dan dia dalam suatu hubungan padahal nyatanya aku belum melakukan pergerakkan apapun untuk mendekatkan diri padanya.
Sungguh, cinta membuat seseorang kehilangan akal sehatnya, membuat seseorang tidak waras, dan banyak juga yang melakukan percobaan bunuh diri hanya karena cinta. Tetapi, tidak untukku, jika Adam tidak mencintaiku mengapa aku harus memaksanya? Lebih baik aku berdoa kepada Allah agar mendekatkanku dengan lelaki yang lebih baik darinya. Jangan memaksakan kehendak hanya karena keinginanmu karena tidak akan baik untuk hasil akhirnya.
***
Tenggorokan ku seperti tercekat di kerongkongan ada yang mengganjal hingga membuat aku terbatuk-batuk. Aku kebawah untuk mengambil segelas air putih tapi, langkahku berhenti tepat didepan pintu kamar Gitar yang terbuka setengah.
Ku lihat disana ada Mama yang sedang mengusap pucuk kepala Gitar dengan penuh kasih sayang, aku merapatkan diri ke arah pintu—bukan maksudku ingin menguping pembicaraan Mama dan Gitar tetapi, aku penasaran apa yang mereka bicarakan. Aku menolehkan wajahku sedikit—melihat betapa Mama lebih memanjakan Gitar, Mama lebih menyayangi Gitar ketimbang aku.
![](https://img.wattpad.com/cover/122614511-288-k340923.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Silent
ספרות נוערDalam diam aku menyimpan, sebuah kata yang sulit untuk ku ucapkan. Dalam diam aku memendam, sebuah rasa dalam rangkaian aksara. Dalam diam aku menyembunyikan, sebuah harap yang terpendam tanpa terungkap. Dalam diam aku menyebut namamu dalam setiap d...