“Awal dari semuanya bermulai adalah tentang pertemuan namun, aku melupakan sesuatu bahwa setelah semuanya terjadi ada akhir yang harus terlewati dengan menyakitkan yaitu, perpisahan.”
–Arletha Mozalea–
***
Seperti yang dikatakan oleh Adam kemarin bahwa jam 7 pagi ia akan mengajak ku jalan-jalan bersamanya. Sebenarnya pagi ini seluruh siswa ingin berjalan-jalan ke Monumen Bajra Sandhi di Bali tetapi, karena Adam mengajak ku jadi, aku lebih memilih ikut bersama Adam. Jarang-jarang aku jalan bersama cowok itu, kalau bersama teman-temanku kan sudah sering. Bukannya aku lebih memilih cowok ketimbang teman, tapi untuk kesempatan yang tidak akan pernah datang dua kali, aku tidak akan menyia-nyiakannya.
Adam memintaku untuk bertemu di pantai, aku menghampirinya. Pandangan mataku menjelajah ke sekeliling pantai mencari keberadaan Adam hingga iris mataku menangkap sosok jangkung sedang berdiri menghadap ombak lautan.
Aku menghampirinya dengan langkah cepat, takut-takut jika Adam sudah menungguku terlalu lama, karena jujur saja aku paling tidak bisa jika ada seseorang yang menungguku, lebih baik aku yang menunggunya.
"Adam?" panggilku ketika sudah setara dengan tubuhnya.
Adam menoleh lantas tersenyum tipis, "hai."
"Sorry lama," ucapku sambil menggigit bibir bawah.
"Santai aja, gue baru kok." ujarnya, lalu menambahkan. "Mau jalan-jalan sekarang?"
"Emang kita mau kemana?" tanyaku sedikit penasaran.
"Maunya kemana?" tanyanya balik, terlihat jelas seringaian jahilnya.
"Serius ih,"
"Gue juga serius, mau ke hati lo juga boleh."
Deg.
Entah, ia hanya bergurau atau serius mengatakan hal itu namun, ia berhasil membuat jantungku berpacu dua kali lebih cepat, serasa ini jantung ingin copot dari tempatnya.
Malu. Salting. Gugup. Semua bersarang dalam diriku, tetapi aku tidak bisa berbohong kalau candaan Adam barusan membuatku senang, aku mengulum senyum rasanya ingin berteriak jika tidak ada Adam disini.
Fix! Lama-lama gue bisa pingsan kalo digombalin mulu.
"Kok diam? Baper ya? Hehe" Adam tertawa geli melihat aku yang diam membisu ditempat.
"Ng--nggak kok, biasa aja. J-jadi nggak, katanya mau jalan?" setelah mati-matian menahan rasa gugupku agar bibir ini bisa bersuara akhirnya aku menjawabnya dengan terbata-bata dan berjalan mendahului Adam agar ia tidak tahu kalau wajahku sudah bersemu.
"Bercanda kok, Za hehe," dia mengejarku lalu terkekeh geli disampingku.
Iya kok tau lo cuma bercanda, tapi gue bapernya beneran, gimana dong?
Suasana kembali hening, aku tidak berkata apapun dan Adam juga, kami sama-sama bungkam. Aku masih merilekskan detak jantungku yang masih meletup-letup seperti percikan kembang api sedang Adam, diam entah memikirkan apa?
Tak berselang lama cowok disampingku kembali membuka bibirnya.
"Lo kenapa gak ikut sama anak-anak yang lainnya ke Monumen Bajra Sandhi?" tanya Adam, ia menoleh kearahku.
"Nggak pa-pa, gue males." jawabku tentu saja berbohong.
Adam mengangguk, "males apa emang mau jalan sama gue, hm?" Adam tersenyum miring dan lagi ... Membuat jantungku jedar-jedor didalam seperti sedang merayakan tahun baruan. Tapi, tebakan Adam tepat sasaran dan justru membuatku bungkam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Silent
Fiksi RemajaDalam diam aku menyimpan, sebuah kata yang sulit untuk ku ucapkan. Dalam diam aku memendam, sebuah rasa dalam rangkaian aksara. Dalam diam aku menyembunyikan, sebuah harap yang terpendam tanpa terungkap. Dalam diam aku menyebut namamu dalam setiap d...