7. Hari Tersial

143 18 3
                                    

Jam menunjukkan pukul 06:35 aku baru saja tiba di sekolah. Beruntung hari ini Pak Musobar sedang tidak berjaga di depan gerbang sekolah jadi aku dan Intan dapat masuk ke kelas tanpa mendapat hukuman.

Suasana hening yang pertama kali menyambut kedatanganku, jika biasanya seluruh murid akan berteriak heboh, bergosip, atau sekedar berlari-larian di dalam kelas tapi, kali ini tidak. Ku pikir guru yang mengajar sudah masuk ke dalam kelas membuat ku was-was takut-takut kalau nanti aku mendapat hukuman. Perlahan aku membuka knop pintu kelas ku dan mengintip dari celah pintu itu—aku menghembuskan nafas lega saat melihat kearah meja guru yang kosong. Baru saja ku langkahkan kaki masuk kedalam kelas seluruh pasang mata menatap aku yang baru saja masuk—ku lihat seluruh murid menghembuskan nafas lega mungkin mereka berpikir bahwa aku itu guru makanya wajah mereka semua terlihat tegang setelah melihat akulah yang masuk mereka dapat bernafas lega.

Ya, jelas saja karena mereka semua sedang mengerjakan PR Kimia yang harus dikumpulkan sekarang. Aku juga belum selesai hanya kurang satu soal lagi.

"Ngagetin aja lo Za, gue kira guru." celetuk Rizka sambil mengusap-usap dadanya. Aku hanya menyengir membalas ucapannya.

Aku berjalan kearah tempat dudukku bersama dengan Roni, ekor mataku melirik Roni yang sama dengan murid lainnya sedang mengerjakan PR ralat—lebih tepatnya menyalin PR orang.

Berhubung guru yang mengajar belum masuk aku langsung buru-buru mengerjakan PR ku yang kurang satu soal lagi belum terselesaikan.

Setelah PR itu selesai aku dapat tersenyun lega, sudah tidak ada lagi beban PR yang harus aku kerjakan tetapi, aku merasa ada sesuatu yang ku lupakan tapi, apa?

Saat suara Roni memecahkan lamunanku, aku terperanjat dengan pertanyaannya—kaget sekaligus panik.

"Za, lo bawa bahan praktek Bahasa Inggris?" pertanyaan itu membuatku menepuk jidat keras. Sumpah demi apapun aku lupa—sama sekali tidak ingat jika hari ini praktek Bahasa Inggris.

"Masyaallah, gue lupa lagi, gimana dong?" ucapku panik sambil menggigit bibir bawahku.

"Santai kali Za, banyak yang nggak bawa juga." jawabnya yang kubalas kernyitan dahi.

"Siapa aja yang nggak bawa?"

"Hampir semua, yang bawa cuma Rafi doang." aku menghembuskan nafasku lega—setidaknya jika guru Bahasa Inggris itu mau menghukum, aku tidak sendirian mendapat hukuman.

"Sumpah dah gue lupa banget," ucapku mendengus kesal karena menurutku hari ini adalah hari tersial. Sudah telat, PR belum selesai, dan sekarang bahan untuk praktek tertinggal. "Terus lo kenapa gak bawa?" tanyaku.

"Lupa juga, baru inget pas di sekolah." aku menepuk-nepuk bahu Roni.

"Untung lo lupa jadi gue ada temennya." jawabku sambil menyengir lebar.

Sudah hampir habis jam pelajaran Kimia tetapi, guru yang mengajar belum juga masuk kedalam kelas. Akhirnya Rizka dan Shofa selaku ketua dan sekertaris menghampiri Bu Diah agar masuk ke dalam kelas.

Tak berapa lama mereka berdua kembali ke kelas namun, tidak besama Bu Diah.

"Woy Bu Diah hari ini gak masuk tapi tugasnya yang kemarin disuruh kumpulin! Buruan sini kasih ke gue tugas lo semua." teriak Rizka mengintrupsi semua murid untuk mengumpulkan PR Kimia yang tadi mereka kerjakan.

***

"Untung tadi Bu Mita ngasih catetan jadi prakteknya ditunda minggu depan, kalo dia minta praktek sekarang udah di hukum kali sekelas gara-gara nggak bawa bahan." ucap Zahra panjang lebar, ku lihat dia sangat lega karena praktek Bahasa Inggris di tunda minggu depan.

Love in SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang