19. Rasa Cemburu

112 11 1
                                    

Semenjak insiden tertangkapnya siswa SMA Bhakti yang terlibat aksi tawuran, sekolahku sekarang lebih ketat peraturannya. Seluruh siswa pulang sekolah jam 16:00 sore karena diadakan pelajaran tambahan dan untuk yang kelas 12 pulang jam 16:30 karena harus mengikuti PM untuk ujian nasional nanti.

Aku tidak masalah toh, itu semua memang semestinya dilaksanakan tetapi, terkadang aku juga merasa letih setiap kali pulang sekolah bahkan aku sampai sakit tetapi, untungnya sakit ku tidak parah hanya demam biasa saja.

Kebetulan hari ini sekolah diliburkan karena sekolah sedang dipersiapkan untuk ujian nasional yang dilaksanakan minggu depan jadi, semua murid diberi waktu istirahat untuk refreshing dirumah dan belajar untuk mengasah otak agar tidak tumpul.

Malam ini jika biasanya aku akan bersantai ria bersama dengan handphone tetapi, tidak untuk sekarang. Karena orangtuaku menyuruhku untuk fokus belajar bahkan handphoneku saja disita untuk seminggu kedepan hingga ujian nasional selesai.

Mataku terus mengamati setiap kata per kalimat dalam buku tebal khusus UN itu. Membaca dan memahami isi dalam buku, setidaknya jika otakku tidak bisa menghafalkan kata sebanyak itu lebih baik kucermati dan dipahami agar mengerti meskipun hanya sedikit setidaknya bisa membantu.

Saat fokusku masih terarah kepada buku-buku itu, pintu kamarku ada yang mengetuk. Aku hanya berkata "masuk," tanpa membukakan pintu karena pintu kamarku tidak dikunci kecuali kalau aku sedang tidur barulah pintuku kunci.

Setelah mendapat izin dariku pintu itu perlahan terbuka, awalnya kupikir Mama yang masuk namun, dugaanku salah dan justru membuatku mengernyit bingung kearah orang yang kini sudah duduk dipinggir kasurku.

"Ngapain?" tanyaku ogah-ogahan dan kembali membaca buku itu meski tidak benar-benar membacanya.

Dapat kudengar helaan napas panjang dari adik ku yang tak lain adalah Gitar. Cowok itu berdeham sejenak habis itu baru ia bersuara.

"Maaf," katanya, membuat alisku semakin bertautan.

Aku bingung apa maksud ucapan maafnya? Dia sedang bercanda atau berdusta? Tiba-tiba saja masuk kamarku dan meminta maaf? Langka sekali.

"Maksud lo?"

"Gue mau minta maaf sama lo," aku menoleh kearahnya yang disambut tatapan sendu yang tidak pernah Gitar tunjukan selama ini kepadaku.

Lantas dia melanjutkan ucapannya, "selama ini gue emang salah, gue kasar sama Mama, nggak sopan sama Papa dan kurang ajar sama lo yang jelas-jelas kakak kandung gue sendiri." ucapnya tersirat nada ketulusan dalam setiap kalimatnya.

"Tuh nyadar!" balasku acuh sambil meliriknya sinis.

"Iya, sorry, kalo selama ini gue bikin lo sakit hati sama ucapan gue tapi, itu semua gue lakuin karena gue cemburu," aku menaikkan sebelah alis, tidak mengerti. "Gue cemburu lo lebih diperhatiin sama Papa, lo lebih disayang sama Papa, lo lebih diprioritasin sama Papa sedangkan gue? Papa nggak pernah seperduli itu sama gue, kak." lirihnya, Gitar menunduk menatap karpet bulu dibawah kakinya.

Dan aku tercengang atas apa yang ia katakan barusan, serta embel-embel kak, selama ini Gitar tidak pernah memanggilku dengan sebutan kak kecuali jika ditegur oleh Papa. Tetapi, kali ini sikap Gitar berbeda 180 derajat dari sikap biasanya. Apa dia sungguh-sungguh ingin meminta maaf?

"Tapi, gue sadar kenapa Papa selalu mentingin lo ketimbang gue, karena lo anak perempuan satu-satunya. Papa nggak mau anak gadisnya kenapa-kenapa, makanya dia khawatir kalo lo belum pulang, makanya lo dilarang keluar rumah malam sedangkan gue dibolehin. Dan Papa juga sebenarnya sayang sama gue, dia juga perduli sama gue cuma dengan cara yang berbeda. Karena gue cowok. Nggak pantes dikekang, Papa tau mana yang terbaik buat anaknya. Gue baru sadar itu."

Love in SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang