2

3.4K 123 9
                                    

"Kringgggg....kringggg..." alarm yang selalu menyebalkan. Pukul 05.00. Aku bangun. Sholat subuh. Sudah menjadi rutinitasku. Meskipun hari minggu tak ada kata bangun siang untukku. Nasib anak kost. Aku hidupkan ponsel kesayanganku.

"Pesan baru Bbm
Muhammad Khairy Naufal: Maaf ca tadi itu bajak."

Ternyata semalam dia membalas pesan dariku. Huft. Pasti saja. Tak mungkin laki-laki paling terkenal disekolahku menghubungiku tiba-tiba.

"Oh, iya kang gpp." Tulisku, segera aku kirim.

Mencuci baju. Kegiatan pertama yang aku lakukan. Karena hari Minggu latihan Paskibra libur. Pukul 08.47 semua tugas rumahku sudah selesai. Aku sudah mandi dan mengenakan pakaian santai. Aku pikir hari ini aku di rumah saja. Aku duduk di kursi dekat jendela. Aku membawa ponselku yang sedari tadi aku cas. Baterainya sudah penuh terisi. Grup WA ramai sekali, grup WA-ku bersama sahabat-sahabatku.

"Kita hari ini ngumpul di rumah Ica aja yuk. Bosen ih, masa hari minggu di kost an aja." Salah satu pesan yang Ninit kirim.

Aku taruh ponselku, lantas aku mengganti pakaianku. Tak usah disuruh dua kali, jika tentang berkumpul dengan mereka aku selalu paling bersemangat. Aku memakai kaos putih, celana hitam, jaket jeans kesayanganku, kerudung hitam.

Scoopy coklat kesayangan, menemani perjalananku menuju kost-an Ica. Tak sampai 15 menit aku sudah sampai disana. Ku parkirkan motorku, dan ku pastikan dia ada di tempat yang teduh, jika tidak, kasihan sekali.

"Icaaaaa. Assalamualaikum." Aku memanggil Ica, tepat di depan pintu kost-annya. Tak perlu dua kali dipanggil dia sudah membuka pintunya.

"Waalaikumsalam. Sini masuk ca. Emang bener ya kalo masalah ngumpul pasti lo selalu paling semangat, kepagian lo datengnya, jam sepuluh aja belum. Gue aja belum mandi." Memang, Ica cerewet. Aku langsung masuk saja.

"Bukan gue yang kepagian, Ica. Emang lo nya aja yang males jam segini belum mandi." Balasku.

"Enak aja. Gue mandi dulu ya. Bentar kok."

Selagi Ica mandi aku duduk di sofa dekat ranjangnya. Sofa abu polos, di pinggirnya ada meja kecil, bertumpuk banyak buku, novel dan majalah. Aku tak memilih membaca. Aku lebih memilih tenggelam dalam lamunanku.

Betapa beruntungnya aku ditakdirkan bersama mereka. Aku bersyukur sekali. Aku sempat tak terima saat aku dijauhkan dengan sahabat-sahabatku yang dulu. Mengapa Tuhan menjauhkanku dengan orang-orang yang amat aku sayangi? Ternyata jawabannya ada di sahabatku yang sekarang. Semua ini cara Tuhan untuk menyadarkanku bahwa tak semua sahabatku menginginkan kehadiranku. Aku sadar. Semua orang sudah memiliki garis hidupnya masing masing. Ini takdirku. Dijauhkan dari sahabat yang amat aku sayangi untuk didekatkan dengan sahabat yang sebenarnya. Tak cukup aku yang menyayangi sahabatku. Karena sahabat yang sebenarnya saling menyayangi. Aku sangat berterima kasih, bersyukur pada Tuhan. Aku juga tak pernah membenci sahabatku yang dulu, tidak sama sekali. Aku masih menyayanginya. Tapi aku sadar, kehadiranku tak diinginkan oleh mereka. Lelah rasanya hanya menyayangi tanpa disayangi. Tak terasa, pipiku basah, ada yang mengalir.

Aku sudahi lamunanku. Kuusap pipiku. Tak lucu rasanya jika mereka datang dan melihatku sedih. Tak lama Ica datang, sudah beres mandi dan sudah berpakaian.

"Ngapain aja lo dari tadi, Ca?" Pertanyaan yang dilontarkan Ica, aku bingung harus menjawab apa.

"Gini aja. Duduk." Jawabku singkat.

"Masa duduk aja? Gak bosen? Padahal lo paling suka novel. Itu deket lo ada novel. Enggak dibaca?"

"Lagi enggak ada hawa mau baca nih. Tadi buka hp aja." Padahal tak sama sekali aku menyentuh ponselku.

Aku Ingin Melupakan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang