3

2.8K 111 6
                                    

Hari Senin yang tak begitu baik. Matahari enggan muncul. Langit mulai menangis, gerimis. Membuatku semakin tertanam di kasurku. Pukul 04.45 aku berusaha bangun. Sholat lalu membereskan kamar kost-an ku.

Pukul 06.30 aku sudah siap berangkat ke sekolah. Ditemani rintik hujan yang semakin lama suaranya semakin merdu. Aku menari dibawah hujan. Saat langit sedang menangis justru aku adalah manusia yang paling bahagia. Ya, aku suka hujan. Butirnya mulai membasahi wajah dan pakaianku, aku mulai kedinginan, ini masih pagi. Tapi aku tak peduli. Banyak yang ku harapkan saat hujan. Aku sudah sampai di depan sekolahku. Tapi ada sesuatu yang aneh, seketika dingin itu hilang, ada sesuatu yang menempel di tubuhku, jaket. Tapi aku tidak bawa jaket. Aneh. Jaket ini milik siapa? Jaket ini pasti bertuan. Benar saja. Dia ada di sampingku sekarang.

"Ngapain ujan-ujanan sih, Ca? Ayo cepet lari!"

Untuk kesekian kalinya aku dikejutkan dengan sesuatu yang menurutku tak mungkin terjadi.

"Eh, i..iya iya kak."

Muhammad Khairy Naufal. Tak salah aku melihatnya? Apakah dia yang salah sasaran?

Kita berteduh dahulu di belakang kelas dekat parkiran, hujan semakin deras. Kelasku masih agak jauh. Selalu saja, hujan memberikanku kejutan.

"Jangan ujan-ujanan. Nanti sakit loh." Katanya sambil mengalihkan pandangannya dariku.

"Eh, iya kak." Jawabku, salah tingkah.

Aku kenal harum parfumnya. Tapi wanginya seperti wangi apa ya?

"Dianterin ke kelas ya? Kamu kan gak pake jaket. Nanti kena ujan, dingin."

"Gak usah kak, makasih." Kataku.

"Ayo, udah mau bel bentar lagi." Secara tidak langsung dia memaksa. Tapi aku pun dengan senang hati menerimanya.

Aku berjalan dari parkiran menuju kelasku. Ke lorong depan kelas 12. Biar lebih dekat katanya. Biasanya aku lewat arah kanan, biar hanya lewat kelas 10. Akhirnya aku menjadi pusat perhatian. Laki-laki paling terkenal di sekolah ini mengantar seorang gadis anak kelas 10 yang tak begitu dikenal orang.

"Gak usah liatin mereka. Takut."

"Takut apa kak?" Aku heran.

"Takut kamu dimakan. Banyak yang ngiri sama kamu." Katanya sambil cengengesan. Duh, meleleh aku melihat senyumnya.

"Gak akan kak." Jawabku sambil tersenyum sedikit tertawa. Dia hanya membalas dengan senyum.

Akhirnya, aku sampai dikelasku. Sudah terbayang pasti hari ini aku jadi trending topic di kelas. Anak-anak penuh gosip.

"Makasih ya,kak. Maaf aku ngerepotin." Ucapku, malu-malu.

"Oke, sama-sama." Jawabnya singkat, namun manis.

Mimpi apa aku semalam? Aku makin suka hujan. Hujan yang selalu mendatangkan sesuatu yang tak terduga. Hujan yang penuh kejutan, rahasia.

"Cieeeeee. Aduh ,Ca. Lo beruntung banget ya." Goda Ninit.

"Apaan sih,Nit? Dia cuma nganterin doang."

"Gak mungkin dia mau nganterin lo kalo lo gak ada apa apa sama dia." Sambar Ica.

"Ca, pajak jadian atuh." Ijem ikut menggodaku.

Aku Ingin Melupakan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang