Sedih bener riders puluhan tp yang vote cuma beberapa. Malah ada yang riders sampe 200 eh yang vote cuma berapa belas org. Kalian g tau ya cara menghargai karya org lain? Yuk aku kasih tau. Teken aja tanda bintang di pojok kira bawah. Sebelum aku marah2. Makasih sebelumnya dan selamat membaca (:
Ini hari yang ditunggu-tunggu. Hari dimana aku bertugas mengibarkan bendera merah putih. Hari dimana Indonesia-ku menginjak usia kemerdekaan kepuluhan kalinya.
Semangatku hilang 2 hari terakhir. Bahkan hari ini pun aku tak berniat pergi kemana pun. Jika saja tak punya kewajiban menjadi seorang Paskibra, aku akan diam selama berhari-hari di tempat tidur ini.
Naufal... kamu dimana?
Air mataku belum berhenti dari tadi malam. Bahkan aku tak tidur sama sekali. Jika ada yang melihat keadaanku kali ini mungkin dia akan kaget. Aku lebih mirip 'zombie'.
Naufal tak menghubungiku sedari dia pergi malam itu. Tak ada nomor yang bisa ku hubungi. Nomornya tak aktif. Awalnya ku pikir dia sibuk. Tapi selama ini kah? Tak ada waktu sedikit pun untuk menghubungiku? Sekali saja. Untuk memastikan dia baik-baik saja. Atau untuk menyemangatiku hari ini. Atau untuk ucapan minta maaf karena tidak bisa menemani hari-H. Atau ucapan apalah itu yang tak membuatku khawatir.
62 panggilan tak terjawab dari pelatihku. Ini sudah pukul 05.25. Harusnya aku sudah di sekolah sekitar setengah jam sebelumnya. Aku harus mempersiapkan semuanya. Aku terlalu lemah.
Baiklah, aku harus tanggung jawab. Aku bersiap mandi lalu berjalan menuju sekolah. Dengan kantung mata yang sangat tak sedap dilihat, dengan mata sembab yang menyedihkan. Inilah aku. Ini aku yang selalu takut kehilangan orang yang ku sayangi untuk keberkian kalinya.
Aku sudah duduk di depan cermin. Bersiap di poles oleh tim make up yang di siapkan. Teh Wulan duduk disampingku dan berniat menyuapiku.
"Ca, makan dulu. Sedikit aja. Demi teteh, ya?" rayunya entah kesekian kali tak ku dengar.
Aku menurut kali ini. Beberapa suap bubur masuk ke mulutku. Pusingku sedikit memudar. Aku dapat tersenyum kali ini, walau hanya sedikit. Wajahku belum sempurna teroles make up. Sepertinya mereka kewalahan untuk menutupi mata sembab dan kantung mataku.
"Teh.... aku baik-baik aja, kan?", lirihku.
"Iya sayang. Naufal jauh lebih baik-baik saja. Naufal gak apa-apa. Naufal sehat. Naufal gak lecet sama sekali. Mungkin aja dia sibuk ngurus papanya. Kamu disini harus semangat. Jangan kecewain Naufal, ya?", jawab teh Wulan sembari memainkan anak rambutku.
Aku tersenyum sedikit, tanda meng 'iya' kan.
Pukul 10.00 upacara dimulai. Aku tersenyum memaksa. Rasa yang amat melelahkan. Aku gugup, sedih, marah. Segila itu perasaanku kali ini. Rasanya ku ingin kabur.
...
Upacara sudah selesai. Aku hanya bertugas untung pengibaran, sedangkan penurunan ada pasukan lain yang bertugas. Sore ini aku berjalan-jalan di taman. Sendiri. Cuaca mendukung. Sangat mendukung. Tidak mendung, hanya teduh. Aku duduk di bangku taman. Berusaha menghilangkan sedih dengan apapun caranya.
Senja yang kutunggu telah hilang. Berganti malam yang cukup kelam kali ini. Meskipun begitu, tak ada niat sedikitpun dihatiku untuk pulang. Rasanya kamarku terlalu sempit, udaranya sesak, aku tak suka.
"Aca!", ada yang memanggilku. Aku menoleh.
"Ica! Ada apa?"
"Lo ikut pulang sama gue titik."
"gak! Gue mau disini aja."

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Melupakan Hujan
Historia Corta[SELESAI] Salsabilla Hussain, seorang remaja perempuan pecinta hujan. Menurutnya hujan memberikan sejuta kejutan dan cerita untuknya.