4

2.3K 111 2
                                    

Pagi ini tak ada tanda-tanda akan muncul hujan. Matahari tersenyum begitu hangat. Tapi tak masalah. Walaupun begitu, hatiku tetap sejuk.

12 hari lagi menuju ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Latihanku lebih padat kali ini. Tak ada lelah, tak ada mengeluh.

Sekolah ku lebih ramai pagi ini. Entah mengapa. Mungkin perasaanku saja. Tapi hal yang sama ku temukan saat aku tiba di kelasku.

"Ada apaan sih? Rame banget perasaan." Kataku heran.

"Guru-guru rapat dadakan, Ca! Mana rapatnya gak disekolah kita lagi, uh senangnya." Jawab Ninit amat riang.

Aku pun ikut riang, tapi tak begitu riang, tak seperti Ninit, Ica, Merlin dan Rena. Harusnya tadi aku tidur saja di rumah. Kabar baiknya aku tak harus pusing dengan pelajaran hari ini, aku bisa lebih banyak waktu bercanda dengan sahabat-sahabatku. Kita berkumpul di meja Ica.

"Gimana kak Naufal?" Celetuk Ijem.

"Gimana apanya?" Aku berusaha mengelak.

"Alah. Kemaren aja dianter pulang dia." Kata Rena sambil tertawa.

"Cieeeee. Duh PJ nya dong, Ca." Kata Ijem. Kata cie muncul dari semua anak-anak gosip terheboh, sahabat kelasku.

"Hey, gue itu gak jadian tau. Deket aja enggak. Kemaren mah kebetulan aja."

"Alesan." Kalemnya Ican berkata. Semua tertawa. Aku menekuk wajahku. Tak suka.

"Ca, ada yang manggil!" Rian memanggilku dari luar.

"Bentar!" Jawabku. Anak-anak siap mengintip sepertinya.

"Siapa, sih Ri?" Kataku sambil menuju keluar kelas.

Wajah yang tak asing lagi untukku. Naufal. Untuk apa dia datang ke kelasku? Mengajak latihan lagi terus ditipu lagi? Aku kaget, sekaligus senang.

"Eh, kang, nyari saya?" Tanyaku.

"Iya." Jawabnya. "Lagi sibuk?"

"Enggak kok kang."

"Ikut saya, ya?" Ajaknya.

"Tapi, kang..." jawabanku terputus.

"Gak akan ada pelajaran kok hari ini, Ca." Celetuk Ica. Aku menatap Ica dengan tatapan tajam, lebih tajam dari silet.

"Gimana?" Katanya.

"Iya, kang, saya ikut."

"Bawa jaket?" Tanyanya. "Kalo bawa pake ya."

"Oh, iya kang sebentar." Aku masuk ke kelas membawa jaket, tanpa banyak tanya.

"Cie, jangan minta jajan ya." Bisik Ijem. Aku balik menatapnya dengan tatapan kesal. Maksudnya aku tak boleh minta jajan ke Naufal. Aku membawa jaket jeans ku dan langsung menghampiri Naufal.

"Udah?" Tanyanya. "Yaudah, yuk."

"Iya, yuk, kang."

Entah akan dibawa kemana aku olehnya. Aku berjalan disampingnya, menuju parkiran. Dia sama sekali tak mengajakku bicara, entah kenapa. Dia beberapa kali ditanya oleh temannya, bercanda sesekali. Mereka mengira aku pacarnya, padahal bukan, tapi aku ingin. Aku diam seribu bahasa. Aku tiba di parkiran, mencari motor Naufal.

Aku Ingin Melupakan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang