"Hai.", sapanya.
Aku mengenal suara itu. Aku tau pasti pemilik suara itu. Tak ragu lagi, itu pasti dia. Ya, dia. Orang yang meninggalkan kenangan pahit masa laluku yang pernah keliru. Ku diam tak bergeming.
"Salsa, ya?", tanyanya. Ku jawab dengan anggukan, datar.
"Masih inget aku, kan?"
"Reyhan?", yakinku pelan.
"Kirain udah lupa. Nomor whatsapp boleh, dong?", godanya.
"Maaf aku buru-buru. Yuk, Fal.", kataku datar lalu menarik tangan Naufal. Jalan tak tentu arah yang penting jauh dari orang itu.
"Hei, kamu kenapa yang?", tanya Naufal cemas sambil menahanku agar berhenti berjalan.
"Kita pergi, ya. Jangan beli es krim disana. Makan aja, aku laper."
"Gara-gara orang itu? Dia siapa? Kenapa emangnya?"
"Fal, tolong, jangan banyak tanya tentang orang itu."
"Aku harus tau, yang."
"Iya, tapi gak sekarang."
Naufal mengalah. Dia tak ingin membuat masalah ini semakin kacau. Aku mengajaknya ke food hall. Memesan makanan lalu menunggu makanan itu datang. Duduk berhadapan dengannya saat ini lebih membuat jantungku berdebar dibanding saat yang lain. Aku harus siap dengan segala pertanyaan yang muncul darinya. Aku harus siap dengan sikapnya. Aku harus siap.
"Kenapa?", tanyanya dingin. Matanya yang hangat kini redup, tak ada cahaya.
"Aku gak suka."
"Gak suka apa sih? Kamu gak jelas."
"Aku gak suka dia. Reyhan."
"Siapa dia?"
Iya, Reyhan. Teman kecilku sekaligus cinta pertamaku. Dia orang yang paling dalam menghujamkan pisau dihatiku. Dia orang yang paling keras menggores hatiku. Bukan, bukan menggores, mencakar lebih tepatnya. Dia meninggalkan masa lalu yang membuat bibir kelu. Orang yang membuat waktuku habis hanya untuk mengikhlaskan seorang Reyhan.
Bagaimana rasanya jika kau punya teman kecil yang begitu seru? Membuat harimu ceria, berwarna tiap harinya. Membuat masa -beranjak- remajamu berbunga? Bagaimana? Senang? Tentu. Reyhan memberi itu semua padaku. Dari kecil aku sudah bersamanya. Laki-laki manis yang akan melakukan hal apapun untuk teman kecilnya, Salsa. Tak ada satu orang pun yang bisa menyakitiku. Jika ada, Reyhan adalah orang paling pertama yang menghajarnya. Bahkan sebelum ayahku.
Ya, waktu kecil hanya sebagai sahabat yang melindungi, tidak lebih. Tapi semakin besar, aku semakin membutuhkannya. Aku semakin merasakan nyaman saat bersamanya. Bahkan sampai ada rasa tak ingin kehilangan. Ya, aku jatuh hati padanya. SMP kelas 2 aku sudah merasakan hal yang tak biasa. Aku cemburu saat melihat dia bersama teman perempuannya. Dan hal lain yang jelas-jelas menunjukkan rasaku padanya. Aku menyayanginya. Aku mencintainya. Bagaimana tidak? Sejak kecil aku sudah diperlakukan manis olehnya. Bahkan sampai SMP dia tidak malu melakukan hal-hal yang tak kalah manis dari sebelumnya. Sampai suatu hari dia berjanji untuk tidak akan meninggalkanku. Dia bilang bahwa dia mencintaiku. Dia bilang dia membutuhkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Melupakan Hujan
Short Story[SELESAI] Salsabilla Hussain, seorang remaja perempuan pecinta hujan. Menurutnya hujan memberikan sejuta kejutan dan cerita untuknya.