Sekolahku gaduh pagi ini. Hujan. Banyak yang mengeluh gara-gara bajunya basah kuyup karena hujan. Beruntung, hari Sabtu jadwalku piket bersih-bersih di kelas, jadi aku datang sangat pagi, tak terjebak hujan.
Pelajaran tak efektif setiap hari Sabtu. Kelasku hanya mengikuti jam pelajaran olahraga. Pagi harinya kita mengikuti ekstra kulikuler. Dikarenakan hujan, jam ekstra kulikuler pun di kosongkan. Aku menghabiskan pagiku di kelas, bersama sahabat-sahabat raja gosip.
"Lo, gimana sama Naufal?", topik yang diambil Ica.
"Baik-baik aja, kok.", jawabku.
"Alah, kemaren aja di ajak jenguk kang Naufal sama teh Wulan.", celetuk Rena.
"Ih, kok gak bilang sih?", kata Ijem.
"Kan kalian gak nanya.", jawabku polos.
"Dasar, ya. Giliran seneng gak bilang. Giliran nangis kejer ke kita.", kata Kintan kesal.
"Maaf, dong. Niat gue gak gitu, tau.", kataku dengan menunjukkan wajah menyesal.
3 jam ke depan kita habiskan dengan sesi curhat. Mulai dari diriku yang hari kemarin bertemu dengan Naufal sekaligus ibunya, juga membahas hubunganku dengan Naufal, Ica yang berusaha mengikhlaskan, Ijem yang mulai jatuh cinta, Rena dengan masalah keluarganya, Ninit yang merasa di kecewakan, Kintan yang sedang berbunga-bunga, Ican yang selalu bahagia. Yang lain hanya mendengarkan. Sampai waktu olahraga pun datang.
"Gue udah beres ganti baju. Duluan ke lapang, ya.", kataku yang memang sedari tadi sudah ganti baju dengan baju olahraga.
"Sendiri?", tanya Ica.
"Iya.", jawabku sambil memakai sepatu. "Duluan, ya."
Aku berjalan sendiri melewati lorong depan kelas 10. Entah mengapa, aku lebih nyaman kemana-mana sendiri. Bawaannya tak ribet. Bukan berarti aku tak suka bersama sahabat-sahabatku. Tapi, jika moodku sedang buruk aku lebih memilih sendiri. Jujur, keadaanku kali ini tak begitu baik.
Dukk
"Aww....." aku meringis kesakitan. Ada yang menendang kakiku dari belakang. Aku menoleh.
"Apa?" , bentaknya. Kalian harus tau siapa itu. Michelle.
Aku hanya menjawab dengan tatapan kaget.
"Kaget, lo, hah?" , bentaknya lagi.
Aku sekarang sedang menjadi tontonan semua orang.
"Adek kelas gak tau diri, lo! Lo gak nurut sama gua. Gua bilang lo berenti deketin Naufal. Ngerti? Gak jelas kemaren gua ngomong sama lo? Lo cuma jadi parasit di hidupnya Naufal.", dia bicara dengan nada yang amat tinggi, berteriak, hingga menjadi pusat perhatian. Hening. Hanya suara gerimis yang terdengar. 10 detik lengang.
"Kalo Naufal yang minta saya buat gak pergi, gimana?", saya memberanikan diri menjawab.
"Lo sekarang berani jawab gua, hah? Siapa pun gak ada yang berani bantah gua. Sekarang, lo pemecah rekornya, baru lo yang berani jawab gua.", dia membentakku, diakhiri oleh senyum devilnya.
"Saya punya harga diri yang harus saya jaga. Saya gak akan tinggal diem kalo ada orang yang nginjek-nginjek harga diri saya. Siapapun itu."
"Tapi gak seharusnya lo ngelawan gua. Gua yang paling di segani disini. Ketua Osis sekalipun. Dan, lo. Anak bawang gak tau diri ngelawan gua.", dia berbicara dengan nada yang makin naik, makin marah.
"Terus saya harus ikut bodoh kayak mereka?"
"Makin lama makin berani, ya, lo.", dia sampai pada puncak kemarahannya. Dia mengangkat tangannya lalu dengan sekuat tenaga dia mengarahannya padaku. Tangan itu mendarat persis di pipiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Melupakan Hujan
Cerita Pendek[SELESAI] Salsabilla Hussain, seorang remaja perempuan pecinta hujan. Menurutnya hujan memberikan sejuta kejutan dan cerita untuknya.