Hujan datang lagi pagi ini. Menyambut pagi dengan merdu di hari Minggu. Tak ada jadwal ingin pergi hari ini. Aku di kost-an saja. Tadinya aku ingin pulang ke rumah, menemui bunda. Tapi tugasku sedang numpuk-numpuknya. Ku urungkan niatku untuk pulang ke rumah. Aku habiskan pagiku dengan membereskan kamar kost-anku. Memang itu rutinitasku.
Pukul 09.55 pekerjaanku sudah beres. Tinggal aku pergi ke dapur untuk masak. Aku tadi hanya sarapan roti saja karena belum sempat masak. Ku buka kulkas untuk melihat bahan apa saja yang tersisa disana, tapi tak ada, lenyap.
"Duh, gue harus masak apa hari ini? Mana perut gue laper banget. Belanja dulu? Keburu mati kelaparan gue." Kataku berbicara sendiri.
Kring..kringg
Ponselku berbunyi. Ada yang menelponku ternyata.
Panggilan masuk
NaufalAku kaget melihatnya. Naufal menelponku, langsung saja ku angkat.
"Halo?"
"Pagi cacar"
"Pagi, Fal. Ada apa?" Aku tersenyum sendiri.
"Gak ada apa-apa. Kamu lagi apa?"
"Lagi mau masak tapi udah gak ada apa-apa di kulkas."
"Ya, ampun. Sekarang mandi, ya. Aku jemput."
"Mau kema...." belum sempat aku bertanya, telponnya sudah dia matikan.
"Main nutup aja, dih." Gerutuku dalam hati.
Menurut pada Naufal, aku langsung menuju kamar mandi. Perutku sudah tak karuan, kepala sudah pusing. Kebiasaan, jika aku telat makan pasti saja seperti ini. Aku malas jika seperti ini. Sudah selesai, aku mandi hanya 10 menit.
Aku sudah beres berpakaian. Tinggal menunggu Naufal menjemputku. Entah akan dibawa kemana aku hari ini. Aku duduk di sofa yang menghadap jendela. Lalu dibawah sana ada seseorang yang datang memakai mobil berwarna putih. Dia turun dari mobilnya, ternyata itu Naufal!
Aku langsung beranjak dari dudukku. Dengan semangat aku menuruni anak tangga. Meskipun sudah lemas gara-gara telat makan, tapi jika sudah melihat Naufal rasanya energiku 100 persen penuh.
"Hai!" Sapaku sambil membuka pintu gerbang.
"Baru aja mau di telpon."
"Kan keliatan dari atas, jadi aku udah tau kalo kamu dateng, hehehe." Aku nyengir.
"Oh, gitu ya cacar?" Katanya sambil meledekku.
"Ih, jangan ngajak ribut. Masih pagi, loh, Fal." Kataku sambil menekuk wajah.
"Eh, jangan ngambek. Gitu aja cemberut." Dia mencubit pipiku.
"Iya." Kataku singkat.
"Kamu kok pucet, Ca?"
"Gak apa-apa kok, Fal." Aku tersenyum.
"Gak apa-apa gimana? Kamu pucet banget tau. Sakit ya? Udah makan?"
"Enggak, aku gak apa-apa. Belum, tadi baru makan roti aja."
"Kamu telat makan ya?" Dia memelukku.
"Ih, Fal, lebay banget sih. Aku gak apa-apa. Biasa kok emang kalo telat makan kayak gini. Udah, nanti juga gak pucet." Aku merenggangkan pelukannya.
"Ya udah. Yuk naik." Dia membukakan pintu mobilnya.
"Makasih Naufal yang baik hati." Aku nyengir.
"Sama-sama, sayang." Dia tersenyum manis lalu menutup mobilnya.
Hah? Aku tak salah dengar? Dia bilang sayang? Ya ampun, salah tingkah jadinya. Dia sudah masuk ke mobil, bersiap menjalankan mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Melupakan Hujan
Short Story[SELESAI] Salsabilla Hussain, seorang remaja perempuan pecinta hujan. Menurutnya hujan memberikan sejuta kejutan dan cerita untuknya.