2. Malam yang Ramai

3.3K 180 59
                                    

"Aaaaarghhh!!" aku berteriak dan terbangun dari mimpi buruk. Napasku terengah-engah. Aku memandang sekelilingku. Ini... kamar baruku!

"Tapi.." aku berkata pada diriku sendiri dengan bingung. "Aku kan kemarin, baru sampai rumah, sepulang sekolah, terus.. ada cewek itu! Kok sekarang..?"

Tok! Tok! Pintu kamarku diketuk. Mama muncul dari balik pintu.

"Kamu baru bangun? Ayo cepet mandi! Ini udah jam 6, nanti terlambat lho!"

"Jam 6? Pagi?" aku bertanya pada Mama dengan bingung. Masih belum tersadar sepenuhnya.

"Ya iyalah!" Mama masuk ke dalam kamar dan membuka gorden. Cahaya matahari langsung membanjiri kamarku yang cukup luas. Dari jendela kamarku aku bisa melihat pohon beringin menakutkan di belakang rumah dengan jelas. "Cepetan mandi!"

"Tapi Ma.. ini.. hari pertamaku sekolah ya?"

Mama merengut. "Bukannya hari kedua? Kemarin kan kamu sekolah."

"Terus kemarin.. aku tidur dari jam berapa?"

"Kamu tidur dari sore, dan nggak bisa dibangunin! Udah cepet mandi!" Mama memelototiku.

"Tapi Ma, kemarin tuh.." aku menceritakan hal yang kualami —yang masih belum jelas mimpi atau nyata— kemarin. Mama merengut aneh mendengar ceritaku. Dan Papa yang datang tak lama kemudian malah memelototiku dengan marah. Mengatakan bahwa itu hanya mimpi dan aku harus bergegas mandi.

Sudah jam 6.15. Bisa-bisa aku terlambat sekolah. Aku menyingkirkan pikiran aneh yang berkecamuk dalam otakku dan beranjak turun dari ranjang. Tapi saat itu juga aku yakin jika kejadian kemarin bukan sekedar mimpi. Kakiku masih kotor, usai berkeliling di halaman belakang.

***

Hari kedua bersekolah, aku bergabung dengan klub fotografi. Selain untuk menambah teman, juga agar aku lebih aktif di sekolah. Aku tidak mau berlama-lama di rumah sendirian. Tapi perkumpulan klub berakhir pukul 4 sore, sementara Mama dan Papaku lembur dan baru pulang jam 8 malam. Akhirnya aku menunggu di sekolah sampai gerbang sekolah ditutup sekitar pukul 6 sore. Dengan lunglai aku berjalan menuju halte.

"Eh? Baru pulang?" sapa Niko, teman baruku dari klub fotografi. Dia tengah duduk sendirian sambil membaca novel misteri saat aku datang dan bergabung dengannya.

"Iya,"

"Ngapain aja di sekolah? Klub kan udah beres dari jam 4! Anak-anak lain juga udah pada pulang kan?"

"Duduk aja diem. Males di rumah." jawabku sambil nyengir.

"Padahal ikut gue. Barusan gue abis dari toko buku. Ya kalaupun lo nggak suka buku, seenggaknya lo nggak duduk diem doang kan?" Niko tersenyum. "Lo naik bus yang mana?"

Aku menyebutkan jurusan bus yang kunaiki. Niko agak terkejut.

"Gue juga naik bus itu. Emang rumah lo dimana?"

Aku menyebutkan alamat rumahku dengan lengkap. Niko tampak semakin terkejut.

"Itu sih, seberang rumah gue! Cuma kehalang taman kompleks doang!" Niko terdiam sejenak. "Tapi.. bukannya itu rumah hantu ya?"

"Rumah hantu?" bertepatan dengan pertanyaanku, bus yang akan kami tumpangi datang. Kami buru-buru naik dan duduk di deretan kursi paling belakang yang kosong. Suasana bus sangat penuh saat itu.

"Iya, rumah hantu." Niko melanjutkan pembicaraan setelah bus mulai melaju. "Emang lo beli rumah itu lewat mana? Agen properti?"

Aku menggeleng. "Nggak tahu, yang beli kan orangtua gue!"

You Are (Not) AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang