"Mungkin itu ingatannya Elise, atau ingatan sumur itu." kata Beni saat aku selesai menceritakan apa yang terjadi saat aku tercebur ke dalam kolam —alias sumur. Saat ini Beni, Niko, dan Tami menginap di rumahku.
"Emang sumur punya ingatan ya?" Niko terlihat kebingungan. Tami tertawa kecil melihat ekspresi Niko.
"Yaaa.. gimana ya. Gue juga nggak tahu sih," Beni mengedikkan bahu.
"Tuh sumur bisa buat time travel, kali!" celetuk Tami, yang langsung membuat Beni dan Niko bengong.
"Bisa time travel, ya? Kalau gitu, lo nyemplung gih. Terus balik lagi ke zaman penjajahan." ledek Niko. Aku hanya mengulum senyum, mengingat aku juga sempat berpikir hal yang sama dengan Tami.
"Terus.. tadi sore, dia muncul di bak mandi?" tanya Tami, tanpa menanggapi ledekan Niko.
"Iya. Sumpah, gue kaget banget. Air bak tiba-tiba hitam, terus kepala dia muncul. Abis itu tangan sama kakinya juga keluar, gue jadi keingetan Samara." aku bergidik. "Kalian tahu kan, Samara yang di film The Ring?"
"Tahu," ketiga temanku mengangguk kompak.
"Pokoknya tuh film kesukaan gue banget, karena gue selalu ketakutan kalau nonton itu. Sekarang malah ada live actionnya di depan mata," aku mendengus, lalu bangkit dari sofa dan pergi ke dapur untuk mengambil minuman.
Aku membuka lemari es, mengambil sebotol jus jeruk.
"Suruh temanmu pulang. Atau akan kuperlihatkan juga diriku pada mereka!"
Aku refleks memegang telinga kiriku, karena terasa seperti ada orang yang berbisik.
"Cepat. Suruh mereka pulang!"
Ampun deh, itu orang. Eh, hantu. Sukanya nakutin kalau lagi sendirian. Aku tidak berani melirik ke sumber suara dan memilih untuk berlari sambil membawa minuman dan gelas ke ruang keluarga.
"Kenapa lo?" Beni merengut heran ketika aku datang dan nyaris melemparkan gelas ke meja.
"Ng-nggak, hehe." aku memilih nyengir, menutupi rasa takutku.
"Eh, mumpung ini malem Jumat.." Beni tersenyum misterius. "Gimana kalau kita adain ritual? Kayak di cerita-cerita horror lainnya?"
"Ritual pemanggilan setan gitu, maksud lo?" Niko balik bertanya. Beni mengangguk.
"Jangan ngaco deh lo, kerbau budug!" Tami menendang kaki Beni sampai Beni mengaduh kesakitan. "Jangan sompral jadi orang. Nggak usah dipanggil juga udah ada!" aku mengiyakan perkataan Tami dalam hati. Karena aku yakin diam-diam Elise juga sedang memerhatikan kami.
"Yaa, ayo dong, Tam.. biar seru aja!" bujuk Beni. Tami menggeleng kuat-kuat.
"Nggak, nggak!"
"Ya udah kalau gitu, kita cerita seram aja!" saran Niko. "Siapa mau duluan?"
"Nggak!" Tami kali ini memukul tangan Niko dengan kekuatan tenaga dalamnya. "Udah, nggak usah macem-macem deh!"
"Ya nggak seram juga nggak papa deh. Kaya urban legend gitu," Niko keukeuh ingin bercerita, sementara Tami tetap menolak saran itu.
"Udah mendingan nonton TV aja!" saran Tami.
"Ah, iya. Nonton film horror aja. Punya film seru nggak, La?" Beni bersemangat, Tami kembali menendang kakinya.
"Cerita serem aja, ih!" sahut Niko. Akhirnya ketiga temanku berdebat sampai mulut mereka berbuih.
Tuk! Sesuatu jatuh mengenai puncak kepalaku. Diary Elise lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are (Not) Alone
HorrorTahukah kamu, kalau kamu tidak pernah sendirian, sekalipun saat itu tidak ada siapa-siapa selain dirimu sendiri di rumah? Setidaknya begitulah, pengalamanku. [COMPLETED] Bacalah sampai kisah ini selesai, kalau kau bisa menebak akhir ceritanya, tanda...