"Bagaimana kalau kita bermain Russian Roulette saja?"
"Oke," jawab Niko langsung. Aku meliriknya tajam dengan tatapan tak percaya.
Melihat ekspresiku, Robert tersenyum mengejek. "Karena temanmu sudah menyetujuinya, maaf."
"Lo udah gila, Nik." desisku marah. "Gue belum mau mati disini, sekarang!"
Niko menggaruk kepalanya dengan bingung. "Memang kenapa?"
Aku menjelaskan tentang permainan maut itu dengan singkat, padat, dan jelas. Niko membelalak dan tampak sangat bersalah. "Sorry. Gue kira rolet kayak di kasino gitu, yang buat main judi."
Aku mendengus gusar. Robert tertawa lalu mengatakan, "Aku tidak tahu temanmu ini polos atau bodoh. Yang jelas dia sudah menerima tawaranku dan perkataannya tidak bisa ditarik kembali."
"Ya, aku juga tidak tahu dia ini polos atau bodoh." aku melirik Niko dengan kesal. Sementara Niko tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia pastinya juga belum siap jika harus mati hari ini, apalagi karena permainan maut yang konyol dan sama sekali tak menyenangkan.
"Jadi, bisa aku mulai pertanyaannya?" aku menegakkan tubuhku. Entah kenapa perasaanku semakin tegang. Mungkinkah ini hari terakhirku?
"Baik, silakan."
"Kau.. kekasih Elise kan?"
"Ya, bisa dibilang begitu."
"Tapi, kau berbohong kepadanya dan mengatakan pada Elise bahwa kau pindah ke Jerman, padahal kau menikahi wanita lain. Bukan begitu?"
"Ya," Robert mengusap janggut panjangnya.
"Kenapa kau melakukannya?" mengingat bisa saja ini menjadi hari terakhirku, aku ingin mengetahui segala-galanya dengan sangat jelas. Aku tidak mau jadi hantu gentayangan hanya karena aku penasaran dengan kejadian yang berkenaan dengan Elise.
"Pertama, aku tertarik pada Elise karena dia gadis yang sangat cantik dan berasal dari keluarga kaya." Robert berdeham.
"Kupikir, jika aku menikah dengannya, harta orangtua Elise akan menjadi milikku kelak. Tetapi, aku lalu mengetahui fakta bahwa Elise hanyalah anak pungut. Ibu angkatnya tampak membencinya. Dan perlahan-lahan bisnis orangtuanya juga memburuk. Elise juga menjadi gadis tuli yang tak menarik lagi. Jadi, tentu saja aku mencari mangsa lain."
Jadi ini karena harta?! desisku dalam hati. Entah kenapa aku merasa kesal.
"Jadi, kau.. mendapatkan wanita kaya? Lalu kenapa kau tinggal disini dan terlihat..." sejenak aku ragu-ragu. "Seperti gelandangan?"
Robert tertawa getir. "Elise. Tanyakan saja pada Elise!"
Aku mengernyit. Robert akhirnya menceritakannya. "Elise mengganggu keluargaku. Awalnya dia hanya menggangguku. Lama-lama, dia menunjukkan diri pada istriku. Dan terornya semakin lama semakin parah, aku nyaris mati beberapa kali. Jadi aku kabur dari rumah, untuk menghindarinya, dan sampailah aku disini. Dimana Elise tak lagi menggangguku."
Aku mengangguk-angguk. "Dan.. apa benar kau yang membunuh Elise?"
"Ya," jawabnya mantap. "Aku hanya membantunya agar tak lagi menderita."
"Dengan membelah perutnya? Lalu menceburkannya ke dalam sumur, dan menggantungnya di pohon beringin!?" jeritku tak percaya.
Robert tampak sangat terkejut dengan perkataanku. "Kau..."
"Itu namanya kau menyiksanya! Kalau kau berniat membunuhnya untuk menghentikan penderitaannya, kau tembak saja langsung ia di kepala atau tepat di jantung!" dadaku naik-turun karena emosi. "Kau justru membuatnya mati perlahan-lahan dan merasakan sakit yang amat sangat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are (Not) Alone
HorrorTahukah kamu, kalau kamu tidak pernah sendirian, sekalipun saat itu tidak ada siapa-siapa selain dirimu sendiri di rumah? Setidaknya begitulah, pengalamanku. [COMPLETED] Bacalah sampai kisah ini selesai, kalau kau bisa menebak akhir ceritanya, tanda...