Sekarang, semua orang di sekolah menjauhiku. Sebenarnya, sejak perkemahan diadakan dan aku diikuti Elise, mereka sudah mulai menjauhiku. Tapi sekarang lebih parah. Teman semejaku, Desy, sampai pindah meja dan kini aku duduk sendirian.
Tapi, tidak sendirian juga sih.
Karena kini Elise juga sering mengikutiku ke sekolah.
"Orang-orang pada kenapa sih? Kok lihat lo kayak lihat setan?" Niko mengernyit bingung saat kami berjalan bersama di koridor. Aku hanya mengedikkan bahu.
"Nik, lo tahu nggak, ada pemakaman deket kompleks rumah? Mungkin yang udah nggak kepake?"
Niko berpikir sebentar. "Ada sih, tempat itu sekarang udah nggak dipake buat makamin orang. Tapi makam-makam yang sebelumnya udah ada, tetep disitu."
"Pulang sekolah, lo bisa anterin gue kesana nggak?" aku memasang wajah memelas. "Kalau lo ada latihan dulu, gue tungguin deh!"
"Nggak kok, nggak ada latihan. Tapi kenapa lo mau kesana?"
Aku tersenyum misterius. "Mau nyari Robert!"
***
Pemakaman itu tertutup seng yang sudah berkarat. Ketika masuk pemakaman, aku langsung merasa familiar.
Pemakaman yang sama, dengan yang diperlihatkan Elise saat aku dicekik masuk ke dalam lemari. Pohon beringin berdiri kokoh di tengah-tengah makam.
"Bentar Nik, gue mau nyari makam gue dulu!" aku berlari menuju pohon beringin. Sementara Niko membeku. Wajahnya pucat pasi.
Baru setengah jalan menuju pohon beringin, aku menyadari ada yang aneh dengan Niko. "Kenapa Nik? Lo sakit?" akhirnya aku berlari kembali menghampiri Niko. Aku memegang tangannya, tapi dengan kasar dia menepisnya.
"Lo.... Lo..." Niko menatapku ngeri. "Lo udah mati?!"
Aku tidak sanggup menahan tawa melihat Niko ketakutan begitu. Akhirnya aku hanya tertawa keras selama bermenit-menit, sementara Niko terus menatapku dengan heran bercampur ngeri.
"Gue masih hidup, Nik! Astagaa.."
"Terus tadi lo bilang apa? Makam lo?"
"Iya bukan makam gue asli." aku tertawa lagi. Aku pun menceritakan yang sebenarnya pada Niko.
"Fyuuuhh.." Niko menghembuskan napas lega. "Ngagetin lo!" ia memukul bahuku.
"Udah ah, yuk buruan!" aku kembali melangkah ke arah pohon beringin. Kebetulan aku melihat batu nisan yang tampak masih baru dan bagus. Benar-benar seperti déjavu.
Kosong. Tidak ada nama yang terukir dalam nisan itu.
"Nggak ada." aku merasa lega.
"Lo mah, palingan juga mimpi buruk!" Niko berdecak.
Hujan mulai turun cukup deras. Niko langsung menggandengku untuk segera pergi dari pemakaman itu.
"Sedang apa disini!?"
Suara seseorang mengagetkan kami. Aku dan Niko langsung terlompat kaget seperti pencuri yang ketahuan sedang beraksi.
"Sedang apa disini!?" ulang orang itu. Lelaki. Suaranya berat dan entah perasaanku saja atau bukan, tapi terdengar menggema di pemakaman yang sepi.
Aku dan Niko kompak menoleh, kulihat seorang lelaki tua yang tampak seperti gelandangan —baju compang-camping, rambut dan janggut yang panjang dan tak terurus, serta bau badan yang menyengat— kini berjalan menghampiri kami.
"Ini bukan tempat bermain, apalagi pacaran!" bentaknya.
"Nggak kok. Kita nggak pacaran." tanggap Niko langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are (Not) Alone
HorrorTahukah kamu, kalau kamu tidak pernah sendirian, sekalipun saat itu tidak ada siapa-siapa selain dirimu sendiri di rumah? Setidaknya begitulah, pengalamanku. [COMPLETED] Bacalah sampai kisah ini selesai, kalau kau bisa menebak akhir ceritanya, tanda...