13. Rumahku Rumah Berdarah

1.4K 112 19
                                    

"Ciri-ciri keberadaan makhluk halus di sekitar kita!"

Aku menoleh ke arah suara berisik itu, tepat di belakangku. Di kursi paling belakang, seorang murid cowok bernama Azka, sedang membaca buku omong kosong tentang makhluk halus.

Kini hampir semua murid kelasku berkerumun dengan penasaran di bangku belakang. Meminta kelanjutan sambil diam-diam melirikku.

"Pertama," kata Azka dengan nada yang dibuat-buat. "Suasana terasa merinding."

"Ih iya lho, gue kalau diem disini merinding terus." suara seorang cewek, entah siapa.

"Kedua, suasana panas dan dingin cepat berubah. Makhluk halus bisa memberikan hawa panas maupun dingin secara bersamaan. Maka, bila terjadi perubahan signifikan dalam waktu cepat, maka bisa dipastikan ada yang mengikutimu atau tiba-tiba hadir. Ingat, mereka tidak akan selalu berada di dekatmu, tapi bisa juga hanya memerhatikanmu dari jauh." lanjut Azka.

"Kelas ini banget dah. Sering gonta-ganti hawa!" celetuk seorang cowok.

"Ya iyalah. Di kelas kita kan ada yang bawa-bawa hantu!" tukas Desy, 'mantan' teman semejaku, sambil melirik tajam ke arahku.

"Ketiga," Azka berdeham. "Tercium bau aneh. Bisa bau kemenyan, bunga, ataupun bau busuk."

Beberapa orang teman mendekat dan mengendus-endus udara di sekitarku. "Bau busuk nih, bau busuk!" kemudian mereka semua tertawa.

Aku sudah mengepalkan tanganku yang terasa lemas. Ingin rasanya meninju mereka semua yang terang-terangan meledekku. Tapi, aku harus menyimpan tenaga sampai sepulang sekolah. Karena sepanjang malam, aku melakukan pemeriksaan di kantor polisi dan baru pulang jam 5 pagi. Setelah itu, aku langsung mandi dan berangkat sekolah tanpa sarapan. Selain tidak sempat, rasanya aku benar-benar kehilangan nafsu makan.

Bicara tentang kejadian kemarin, tepat sesuai dugaanku. Robert mati kehabisan darah. Ayah Niko sempat mencurigai kami membunuh Robert karena terdapat sidik jari kami di revolvernya, walaupun setelah pembicaraan yang alot, beliau memercayai kami karena Robert ternyata seorang pembunuh yang selama ini menjadi buruan polisi. Meski begitu, aku dan Niko dimarahi habis-habisan.

"Hey," Revan, teman cowokku yang lain mendatangi bangkuku. "Lo ini sebenernya hantu, ya?"

"Maksud lo?" aku balik bertanya tanpa minat.

"Iya, lo sebenernya hantu, kan? Lo udah mati, terus menyamar jadi murid di sekolah ini. Soalnya tiap deket lo, kita merinding banget nih."

"Ya, dan lo juga bau busuk!" celetuk seseorang, yang kuketahui bernama Tati. Semua orang kembali tertawa.

Wushhh! angin dingin yang kencang tiba-tiba saja bertiup. Lalu,

BRAKKK!!

Tati terdorong begitu saja, hingga punggungnya menabrak meja di belakangnya dan terjatuh.

Semua orang disana kompak menahan napas melihat kejadian itu, termasuk aku.

"Awww.." rintih Tati sambil memegangi punggungnya dengan satu tangan. Lalu ia menatapku tajam. "Bener kan? Lo hantunya! Pergi lo sana! Minggat dari kelas ini! Kelas ini suasananya jadi seram semenjak ada elo!"

Beberapa teman membantunya berdiri, sementara aku hanya diam mematung. Namun, baru saja Tati kembali berdiri, aku melihat Elise, menarik rambut panjang Tati dan menyeretnya hingga menabrak dinding depan kelas dengan keras. Tati langsung tak sadarkan diri. Teman-temanku menghambur menuju Tati, ramai-ramai membawanya ke UKS. Sementara sisanya, pelan-pelan melangkah mundur menjauhiku.

"Ada apaan nih?" dengan tenang, Beni melangkah memasuki kelasku. "La, ikut bentar yuk!"

Murid-murid yang tersisa di kelas menatapku tajam. Dengan langkah gontai, aku mengikuti Beni ke ruang klub fotografi. Rupanya disana sudah ada Niko dan Tami juga. Niko sama kacaunya denganku. Rambutnya acak-acakan, dan kantung matanya benar-benar hitam.

You Are (Not) AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang