Alirattar - 3

5.4K 184 10
                                    

Siang itu keributan berasal dari Deral, Retno dan juga Dema menyambut beberapa murid yang ingin masuk kedalam kelas. Mereka bertiga menjadi sorot pandang anak-anak yang berlalu lalang disekitaran koridor maupun lapangan. Kehadiran tiga orang itu turut mengisi suasana yang awalnya sudah berisik menjadi lebih berisik.

Attar memainkan ponselnya. Tidak perduli dengan ketiga temannya yang sudah ribut sejak tadi didepan pintu kelas mereka. Menyapa atau bahkan menggoda adik kelas sampai seangkatan sekalipun. Melihat itu hanya membuat Attar menggeleng pasrah dan tidak ingin ambil bagian.

"Abang pilih yang mana..perawan atau janda.." Nyaris saja Attar ingin melempar sepatunya untuk menyumpalkan mulut Deral yang tidak hentinya menyanyikan dengan lirik seperti itu. Tetapi, banyak juga yang tertawa akibat aksi yang dilakukan Deral. Sedangkan Retno memukul-mukul meja yang tadi ia geser kedepan kelas untuk ia jadikan alat musik dan Dema hanya menggoyang-goyangkan pinggulnya.

"Yihaaa...tarekkk manggg..." Deral berdiri sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya. Mengikuti irama seperti dangdutan yang dibawakan oleh Retno. Guru-guru yang melihat itu ada yang tertawa dan ada juga yang menggeleng pasrah melihat ketiga bocah itu.

Mereka masih bertanya, bagaimana ketiga manusia itu bisa diciptakan?

"Sawerr dek..sawerrr..." Kali ini Dema yang ikut menibrung kata-kata dengan nada nyanyian tersebut.

Attar bangkit dari tempat duduknya. Berjalan mendekati ketiga temannya yang masih asik dengan lagu aneh mereka. "Gue toilet dulu." ucap Attar berjalan menjauh dari ketiga cowok itu.

Ketika Attar melewati sepanjangan koridor, pandangan semua murid terarah padanya. Bukan lagi pada Deral, Retno serta Dema. Orang-orang yang berada didepan Attar segera menyingkir dan memberikan akses jalan yang luas untuk cowok itu.

Diperlakukan seperti itu oleh anak-anak sekolah, membuat Attar sedikit keheranan tentang perasaannya. Apakah ia merasa senang? Atau merasa sebaliknya? Senang dalam hal karena anak-anak takut dan tunduk padanya atau sedih karena ia merasa seperti terasingkan? Entahlah, Attar tidak tau.

Tanpa memperdulikan tatapan-tatapan itu. Attar melanjutkan langkahnya. Beberapa detik setelah itu, Attar melihat tubuh Alira didepannya. Attarpun memperlambat langkahnya mengamati setiap gerakan yang Alira lakukan. Dari belakang, cewek itu kelihatan sedikit kesusahan untuk berjalan. Tetapi, Attar hanya melihat tanpa ingin membantu. Dengan tangan yang masuk didalam saku celana, bibir Attar menyunggingkan senyuman walaupun mungkin tidak akan bisa dilihat secara jelas oleh kalangan anak sekolah.

Alira tidak dapat menyeimbangkan langkahnya lagi, hampir saja dengkulnya menyium lantai kalau tidak ada yang menahan lengannya lebih dulu. Alira menoleh, agak sedikit terkejut karena yang ia dapat adalah kakak kelasnya bernama Attar, Mendapati mata Attar yang juga tertuju padanya, membuat Alira mengerjap beberapa kali.

"Jangan keseringan jatuh, kaki lo terlalu sayang untuk dilecetin." Attar membantu Alira untuk berdiri dengan sempurna. Yang langsung dituruti gadis itu tanpa berbicara. "kenapa kaki lo?"

Alira menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sedikit kesusahan untuk mengatur degup jantung karena kaget begitu juga untuk menjawab pertanyaan Attar. Tetapi, beberapa detik Alira sudah dapat mengumpulkan keberaniannya, "Kurang tau kak, kenapa bisa begini. Tapi, udah baikan kok kak."

"Gue gak tanya lo baik apa gak." Alira menelan ludahnya susah payah. Ucapan Attar menohok hatinya dan membuat dirinya malu. Wajah Alira sudah memanas, kedua pipinya menimbulkan rona merah.

Attar berlutut, melihat lutut Alira yang memang sudah ada darah yang mengalir keluar. Jika luka seperti itu bagi Attar sudah biasa, tapi tidak untuk Alira. Karena bagaimanapun jika dilihat, kaki Alira sama sekali tidak ada goresan sekecil apapun. Gadis ini benar-benar merawat tubuhnya dengan sempurna. "Kaki lo berdarah, kenapa gak diobatin?"

"Kakiku berdarah?" Alira meringis ketika mendengar jika memang benar kakinya berdarah. Memang sejak tadi ia tidak merasakan perih, tapi ketika seseorang memberitahunya kenapa jadi terasa perih?

Attar merogoh saku bajunya. Mengambil hansaplast yang selalu ia sediakan jika saja dirinya berkelahi. Kemudian membuka bungkus hansaplast itu dan menempelkannya pada lutut Alira. Setelah itu, ia berdiri kembali.

"Lo ke UKS. Bersihin lukanya. Pakai hansaplast yang baru." ucap Attar kemudian berlalu dari hadapan Alira.

Alira masih terkejut. Tidak menyangka, Attar bisa peduli padanya. Padahal ia saja baru bertemu pada seniornya itu.

Didalam toilet Attar terkekeh melihat wajah adik kelasnya tadi. Kedua pipi cewek itu terlihat begitu menggemaskan hingga Attar ingin mencubitnya saja.

.•~•.

Alira masuk kedalam kelasnya yang mendadak hening. Baru saja ia ingin duduk dibangkunya, tiba-tiba teman sebangkunya, Safin Davitri langsung bertanya.

"Lo kenal kak Attar?" tanya Safin dengan ponsel digenggamannya.

Alira mengangguk, "kakak kelas kitakan?"

"Ck! Bukan, maksud gue lo kenal kak Attar udah lama banget?"

"Enggak, baru kemarin ketemu. Kenapa?"

"Wah! Gila! Parah! Lo baru ketemu kak Attar dan kak Attar langsung perhatian ke lo?"

Alira mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud Safin.

Safin menyodorkan ponselnya kedepan Alira, menunjukkan foto dirinya dikoridor sekolah dengan Attar. Safin menggeser layar ponselnya, menekan bulatan ditengah tanda video dimulai. Alira menatapnya.

"Kok bisa?" tanyanya pelan hingga Safin saja yang dapat mendengar.

Safin menaruh ponselnya kedalam laci meja, mendekatkan tubuhnya pada Alira. "Hati-hati dengan kak Attar. Dia bukan cuman ganteng, tapi berandalan. Disekolah ini, banyak bangett yang ngincar dia. Sampai-sampai ada yang mau bunuh diri kalau kak Attar gak terima dia."

Alira membukatkan matanya, "terus? Kak Attar jadi terima dong?"

Safin menggeleng, "kak Attar gak terima, dia juga gak jadi bunuh diri kemarin ditanya katanya takut ketinggian."

Alira terkekeh.

"Kalau suka sama kak Attar, harus menghadapi cewek yang namanya Mega."

"Mega siapa?"

"Mega itu, kakak kelas yang paling hits disekolah kita. Semua cowok tunduk sama dia terkecuali geng-nya kak Attar aja."

Alira membukatkan mulutnya membentuk O. Sedikit demi sedikit ia tahu tentang sekolah barunya ini.

"Btw, lo sepupu kak Retno ya?"

"Iya," Alira mengangguk.

"Lo tau gak, gue suka sama kak Dema?" tanya Safin yang dijawab Alira dengan gelengan kembali. "Oke! Sekarang lo jadi tau. Tapi jangan kasih tau kak Dema ya? Gue takut entar gue jadi terkenal dan buat hubungan kak Dema rusak."

Alira terkekeh. Lucu juga punya teman seperti Safin.

•AuA•

kalau ada typo maklumi yaa:))
masih pemula😁😁

Alira untuk AttarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang