Attar sudah bersiap untuk bertemu dan beradu pertarungan dengan Tora malam ini. Hanya dibaluti dengan kaus oblong berwarna hitam dengan jaket kulit berwarna coklat pula, Attar sudah terlihat tampan didepan cermin kamarnya. Kakinya yang beralaskan sepatu nike berwarna hitam putih itu pun sudah siap ia kenakan.
Lagi, Attar bimbang dengan keputusannya. Sejak pulang sekolah, Attar terus menyalahkan dirinya karna selalu terpancing omongan Tora. Mengapa ia harus mengatakan 'iya' padahal sesungguhnya ia tidak menginginkannya.
Tok..tok..
Seseorang baru saja mengetuk pintu Attar dan terlihatlah seseorang dengan perawakan tegas menatap nyalang pada Attar.
"Ada apa?" tanya Attar tanpa melihat kearahnya.
Pattar menarik nafas sebelum akhirnya mengembuskannya dengan perlahan, "malam ini, Papa mau bertemu sama calon Mamamu."
Attar menaikkan sudut bibirnya tersenyum dengan sinis, "Terus?"
"Papa harap kamu ikut. Karna disana juga ada Mega dan Andrian."
"Tanpa aku ikut, semua juga bakal tetap terlaksana'kan?" ucap Attar sambil mengancing jaketnya keatas.
"Tapi gak enak dengan mereka Attar. Mereka ingin kamu ikut dan berkumpul bersama."
Attar bangkit berdiri menghadap Papanya yang tingginya tak jauh darinya, "Sejak kapan Papa mau menuruti perintah orang? Dari dulu, Attar gak pernah dengar kalau Papa mau menuruti perintah orang. Papa hanya mau memerintahkan orang."
"Attar! Kamu itu anak Papa dan sudah sewajarnya harus menuruti perintah papa. Jangan jadi anak yang gak tau diri kamu ya!"
"See? Maaf, tapi Attar udah punya janji." Attar bergegas keluar dari kamarnya setelah mengambil ponselnya dari meja.
Pattar mengikuti langkah Attar yang keluar, berusaha untuk mencegat anak laki-lakinya itu. "Kalau kamu ikut, Papa akan kasih tahu Mamamu ada dimana."
Attar berhenti sesaat kemudian memutar badannya menatap Pattar dengan jengah, jengah terhadap sikap Papanya yang selalu seperti ini. "Mama, udah meninggal! Dan bukan dibumi lagi!" kata Attar dengan suara yang nyaring dikuping.
"Jadi, kamu menganggap Mamamu sudah meninggal?"
Mulut Attar bungkam. Bukan maksudnya untuk mengatakan bahwa Ibunya sudah tidak ada lagi didunia ini. Tapi, kenyataan yang ia hadapi'lah yang membuat dirinya yakin bahwa Ibunya berbeda alam dengannya. Kalaupun memang Ibunya masih dialam yang sama, pasti kesempatan ini tidak akan pernah disia-siakan oleh Attar.
Sejak dulu memang ia tidak pernah melihat Ibunya. Tidak pernah bersentuhan dengan Ibunya dan tidak pernah sekalipun kontak mata dengan wanita yang ia sayangi itu. Attar sendiri juga tidak tahu rasanya mempunyai Ibu seperti apa.
"Kamu diam? Papa anggap iya, Papa tunggu dibawah." Pattar melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Attar.
•••
Mobil silver milik keluarga Gardito itu sudah terparkir. Attar dan Pattar keluar bersamaan dengan matinya mesin mobil itu. Pattar sedikit merapihkan jasnya juga dasi yang senada dengan kemeja yang ia pakai. Berbeda dengan Attar, ia hanya menggunakan pakaian yang tadi ia kenakan. Dengan gaya rambut andalannya.
Saat ingin memasuki pintu restoran, dua orang itu langsung disambut hangat oleh para pelayan. Pattar menyebutkan pesanan dengan atas namanya dirinya, kemudian pelayanan itu langsung menunjukkan meja yang sudah dipesan terlebih dahulu. Disana, sudah terdapat tiga orang yang menunggu mereka berdua. Dengan pakaian yang tak kalah berkilauan seperti Pattar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alira untuk Attar
Teen Fiction{{ Cover by : @waygraphic }} "Pernah terpikir untuk mengakhiri hidup ini, Ra. Dan lo hadir merubah pikiran gue. Terimakasih Ira, untuk semua ajaran yang lo berikan ke, aku." _______ Pemicu terberat Attar menjadi seorang yang berengsek adalah permasa...