"Sore om, Desyanya ada di rumah?" tanya Arman tak sabaran saat Suherman baru saja membuka pintu rumahnya.
Bagaimana tak panik. Arman baru saja tiba di Jakarta tadi siang setelah paginya, mereka menyelesaikan masalah pembelian tanah di Palembang. Ia pulang lebih duluan daripada Reno dan Rini yang masih disana karena mereka tak ingin buru-buru, tak seperti Arman yang langsung memesan tiket setelah urusannya telah selesai.
Tiba di Jakarta, Arman langsung menancap mobilnya menuju rumah Desya dan tak mendapati satu orangpun disana. Rumah Desya digembok dan pagar rumahnya juga dikunci, jarang-jarang sekali seperti itu. Biasanya pagar rumahnya tak pernah dikunci, kecuali kalau Desya memang berpergian jauh.
Dan satu-satunya tempat yang terpikirkan oleh Arman adalah rumah orangtuanya. Mungkin saja kan karena ngambek, gadis itu akhirnya memilih tinggal di rumah ayahnya saja?
Tapi tampaknya asumsinya tak terbukti saat ia mendengar jawaban dari ayah Desya.
"Ohhh Desya. Desya sekarang memang lagi gak ada di Jakarta Man. Kemarin izin mau ke Bandung. Tapi tenang aja, Desya perginya sama Rizky kok, jadi gak usah khawatir" jawab Suherman menepuk bahu Arman, memberi isyarat pada pria itu bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkannya.
"Apa om? Ke Bandung? Ngapain?" Arman terdengar panik sekaligus menyimpan amarah di dalam dirinya. Desya tak mengabarinya kalau dia sedang ada di Bandung?
"Gak tau juga. Katanya mau refreshing aja, soalnya dia ngerasa stres akhir-akhir ini karena banyak kerjaan"
Akhirnya, Arman dapat menyimpulkan kalau tujuan utama Desya bukan karena pekerjaan, melainkan gadis itu ingin melarikan diri darinya. Dan membuatnya menyadari kalau masalah kali ini tampaknya Desya benar-benar serius.
"Desya ada ngomong mau ke mana gitu gak om? Kayak misalnya nginep dimana atau ada tempat spesifik yang mau dikunjungin" Arman berusaha mencari informasi.
"Enggak sih, dia cuma bilang mau pergi ke Bandung liburan sebentar"
"Memangnya kenapa? Kamu mau nyusulin?"
Arman mengangguk. "Iya om"
"Aduh Arman Arman..." Suherman berdecak menggelengkan kepalanya sembari tertawa.
"Gak perlu disusulin, biarin aja dia liburan disana biar mandiri. Gak usah dikhawatirinlah" Suherman tersenyum geli. Dia berpendapat kalau Desya benar-benar beruntung bisa mempunyai pacar sebaik Arman. Tapi tampaknya, putrinya itu malah tak ada bersyukurnya sama sekali.
Setidaknya hatinya lega karena tau putrinya disayangi dan mempunyai pacar yang perhatian padanya disaat dia sendiri tak bisa mengawasi putrinya setiap hari.
"Lagian kamu kan baru pulang dari Palembang, mendingan istirahat aja. Lusa juga Desya udah balik kok" sambungnya.
"Gak apa-apa om. Saya susulin aja kesana, sekalian ikutan liburan sama Desya" kekeuhnya.
Arman tak mau menunda-nunda lagi agar masalah ini bisa cepat selesai. Didiami Desya seperti ini lama-lama membuatnya stres sendiri juga.
"Tapi kamu kan gak tau Desya dimana Man. Bandung itu besar loh, belum tentu kamu bisa langsung ketemu Desya. Malah dia matiin lagi handphonenya biar gak ada yang ganggu karena mau tenang katanya" ucap Suherman yang memang tak mengetahui adanya masalah yang terjadi antara anaknya dan calon menantu kesayangannya itu.
"Boleh minta tolong telpon ke Rizky aja gak om? Handphonenya Rizky pasti nyala kan?" dia benar-benar butuh bicara dengan Desya.
"Ya udah deh, kamunya gak sabaran banget mau ketemu sama Desya" kata Suherman menahan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boyfriend(END)
Lãng mạnGimana jadinya kalo seorang cewe imut, kekanakan dan polos kayak Desya, dikekang sama pacarnya yang selalu bikin dia gemes sendiri? Pacarnya Desya itu pengacara, jadinya sifatnya berbalikan banget sama Desya. Tegas, dewasa, bijak dan yang jelas gak...