"Ya ampun Sya. Lo itu sukur-sukur deh bisa dapet cowo kayak kak Arman. Lagian kok bisa-bisanya kak Arman yang dewasa gitu mau sama lo yang kekanakan gini" canda Uli sesaat setelah ia tertawa begitu mengetahui jaket couple yang dibeli Desya saat berbelanja dengannya waktu itu ternyata ditujukan kepada Arman.
Desya mendesis. "Ih kalian. Menurut gue, biasa aja tuh pake jaket couple ke mall, emang masalahnya dimana?" bela Desya saat teman-temannya mengasihani Arman yang harus memakai jaket couple bergambar dua angsa memalukan itu di mall.
"Kalo gue jadi Arman, udah gue tinggalin lo!" celetuk Ranti setuju dengan Uli.
"Udah cinta mati sih kak Arman, makanya terima-terima aja" sambung Maya yang ikutan nimbrung setelah selesai stalking instagram mantan pacarnya yang sudah punya tongkrongan baru.
Seraya mengunyah rondanya, Desya menggerutu dalam hati. Mereka belum tau aja Arman itu juga sering seenaknya, cuma emang Desya akuin akhir-akhir ini Arman jadi lebih mau ngalah dibandingkan biasanya. Desya sendiri juga tak tau apa alasannya, tapi yang penting ia sangat ingin mengucapkan terima kasih kepada siapapun yang berhasil melunakkan Arman. Atau bisa jadi karena usia Arman yang semakin tua membuatnya jadi lebih mau mengalah? Eh, tapi kan Arman juga baru umur 25 tahun.
Ngomong-ngomong tentang teman-temannya ini, Desya sudah berteman dengan mereka sejak pertama kali ia kuliah disini. Terkecuali Uli, Desya bertemu dengan gadis itu pertama kali saat mereka SMA dan sekolah di sekolah yang sama walau dulunya tidak sedekat sekarang. Semenjak mereka satu kampus, barulah Uli dan Desya bersahabat dekat. Mereka berempat ini kuliah di jurusan yang sama, yaitu ekonomi pembangunan.
"Ngomong-ngomong, kalian pada pergi gak ke acara kumpul-kumpul alumni kampus kita ntar malem?" tanya Ranti.
"Bukannya itu cuma buat alumni kampus ini aja?"
Maya yang menjabat sebagai salah satu anggota senat di kampus mereka menjawabnya. "Kita juga boleh ikut kok, kuota maksimumnya masih sisa banyak. Lagian sebenernya acara ini bukan cuma buat alumni reuni aja, tujuannya juga biar anak-anak kampus kita bisa ngejalin silaturahmi ama kakak tingkatnya"
"Owww..." sorak Desya,Ranti dan Uli bersamaan yang membuat Maya merasa malu karena orang-orang yang duduk di meja dekat mereka, memandangi mereka berempat yang menjadi sumber suara berisik di kantin ini.
Desya tampak berpikir. Sebenarnya ia ingin sekali ikut, tapi malam ini adalah jadwal untuk dirinya menghabiskan waktu selama berjam-jam di kamar untuk membaca novel yang baru dibelinya kemarin bersama Arman. Baru saja ia ingin mendalami renungannya, tapi handphonenya sudah berdering sehingga pecahlah konsentrasinya.
Peyang is calling...
Oke, tampaknya ia harus segera berdiri dari posisinya yang sudah PW ini sebelum Arman akan memberikannya ceramahan selama berada di dalam mobil.
"Guys, gue duluan ya, ntar bos besar marah karena kelamaan" pamit Desya buru-buru berdiri, menggenggam tasnya lalu melambaikan tangan.
"Jadi lo dateng gak?" teriak Maya karena Desya berjalan semakin menjauh dari letak meja mereka.
"Ntar gue kabarin" balas Desya berteriak membuat kantin menjadi sunyi karena teriakan dua anak gadis yang tidak tau malu tanpa melihat tempat mereka berada.
Huh, ini adalah kedua kalinya ia harus berlari seperti orang gila di sepanjang koridor kampus karena Arman. Kali ini murni kesalahan pria itu yang mendadak mengabarkan bahwa ia sudah tiba di kampus untuk menjemputnya.
"Heh... h... huh..." tubuh Desya bergetar naik turun ketika ia sampai di dalam mobil dengan nafas yang terputus-putus. Arman berdecak seraya menggelengkan kepalanya.
Arman menyodorkan botol minum yang langsung diteguk oleh Desya setelah dirinya berhasil memulihkan kondisi tubuhnya. Desya ingin sekali menyemburkan minuman yang diteguknya itu ke arah Arman saat melihat wajah pria itu yang sama sekali tak merasa bersalah.
"Gara-gara kakak nih, aku jadi sesak-sesak begini" gerutu Desya mengerucutkan bibirnya.
"Aku kan gak nyuruh kamu lari-larian Sya, jadi bukan salah aku dong"
Desya melipat kedua tangannya di depan dada lalu menyandarkan tubuhnya pada kepala kursi. "Au ah!"
Sepanjang perjalanan hanya deru mesin suara kendaraan berlalu lalang saja yang terdengar. Mereka saling berdiaman karena Desya merasa mengantuk, tetapi Arman malah mengira bahwa Desya sedang dalam masa ngambeknya.
Arman selalu menyempatkan diri untuk mengantar dan menjemput Desya jika gadis itu mendapat jadwal kuliah. Sebenarnya Desya pernah ikut kursus mobil dan ia sendiri juga merasa berani serta yakin untuk membawanya. Tetapi permasalahannya adalah, Arman tak mengizinkannya. Terlalu banyak alasan yang Arman gunakan sehingga ayah Desya pun jadinya tak menyetujuinya juga. Maka dari itu, Arman menebus rasa pertanggung jawabannya dengan mengantar-jemput Desya.
"Oh ya kak, ntar malem aku ikut acara reunian dari kampus ya, jadi kakak jangan dateng ke rumah aku" peringat Desya yang teringat dengan acara tersebut.
Arman tak suka mendengar pernyataan yang diungkapkan oleh Desya. Ia tak akan mengizinkan Desya pergi ke acara yang diadakan saat malam hari, sekalipun itu acara yang diadakan oleh kampusnya. Kecuali jika ia diijinkan ikut.
"Gak Sya, aku gak ngijinin kamu pergi kalo acaranya malem" tegas Arman, kalau menyangkut hal ini, Arman akan bertindak tegas.
Desya tak terima Arman melarang-larangnya seperti itu. Arman memang pacarnya, tapi tetap saja ia tidak memiliki hak untuk melarang-larang atau membatasi ruang gerak Desya seperti ini. Memangnya ada yang salah menghadiri acara reunian pada malam hari? Toh ia bukannya pergi ke kelab atau diskotek kan?
"Gak bisa gitu dong kak, lagian aku cuma ikut acara reuni aja" Desya merasa kesal.
"Sekali enggak tetap enggak!" ucap Arman tanpa bantahan.
"Pokoknya aku gak mau! Aku mau tetep ikut!"
Arman menghembuskan napas dengan kasar. Bisa tidak Desya menurutinya? Semua ini juga ia lakukan demi kebaikan gadis itu. Tak mungkin Arman melakukan ini jika bukan untuk kebaikan Desya.
Arman itu sayang pada Desya, bahkan sangat sayang. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Desya sekaligus ia tidak suka jika Desya pergi tanpa dirinya. Jujur saja, Desya itu tipe wanita yang menarik. Dirinya itu imut, wajahnya mirip boneka yang membuat orang gemas melihatnya. Hal itu tidak menutup kemungkinan akan ada pria lain yang tertarik padanya, apalagi jika Desya sampai ikut tertarik juga. Itu adalah hal yang paling ditakutinya.
"Kamu boleh pergi kalo aku juga ikut!" tegas Arman tak terbantahkan. Itu adalah tawaran terakhir yang Arman berikan, Arman tak akan memberikan keringanan lain lagi. Desya hanya mempunyai dua pilihan, membiarkannya ikut atau tak jadi pergi sama sekali.
Walau sering dikekang oleh Arman, tetap saja Desya merasa Arman sangat menyebalkan. Tak bisakah pria itu mengurangi kadar kekhawatirannya yang berlebih? Rasanya Desya ingin memiliki pintu kemana saja agar bisa kabur dari manusia yang bernama Arman ini.
"Ya udah deh, terserah kakak aja" jawab Desya lemas serta pasrah, ia tau tak akan bisa menang kali ini.
Arman mengangguk puas lalu mengusap pucuk kepala Desya dengan lembut, sedangkan tubuh Desya merosot lemas karena malam ini harus pergi bersama Arman.
Desya itu sering diejek oleh teman-temannya dengan sebutan anak manja karena Arman yang selalu mengikutinya. Dan malam ini tampaknya pernyataan itu akan semakin terbukti. Yang ada nantinya mereka malah makin melunjak dan bersemangat mencemoohnya setelah melihat kedatangannya bersama Arman malam ini.
Kadang teman-teman Desya juga tak habis pikir, bisa-bisanya Arman itu betah menempeli Desya kemanapun Desya pergi. Walau sekedar ke kafe pun, Desya pasti tak akan diizinkan pergi jika tidak bersama Arman. Sungguh malang nasib Desya...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boyfriend(END)
RomansaGimana jadinya kalo seorang cewe imut, kekanakan dan polos kayak Desya, dikekang sama pacarnya yang selalu bikin dia gemes sendiri? Pacarnya Desya itu pengacara, jadinya sifatnya berbalikan banget sama Desya. Tegas, dewasa, bijak dan yang jelas gak...