"Kak, ada yang mau aku ceritain nih" ujar Desya menarik lengan kaos Arman yang sedang berbaring santai di sofa, menikmati hari libur mingguannya.
Arman menolehkan kepalanya pada Desya yang duduk di bawah sofa. "Apaan Sya?"
"Tapi kakak harus janji dulu. Kalo aku cerita, kakak gak boleh marah ataupun ikut campur tanpa seizin aku, gimana?" Desya menawarkan jari kelingkingnya.
Desya memang sudah memutuskan akan memberi tau Arman tentang masalahnya dengan teman-temannya. Hanya saja, sebelum itu ia harus membuat perjanjian dulu dengan Arman agar dia tak mendatangi teman-temannya. Karena yang Desya butuhkan sekarang bukanlah pembelaan, melainkan dukungan dari pria itu.
"Iya iya, apaan Sya? Ceritain dong" ucap Arman tak sabaran setelah ia menautkan jari kelingkingnya pada Desya.
"Huhhh" Desya menghembuskan napasnya. "Jadi tuh..." ucapnya terhenti-henti.
"Jadi apaan Sya?" desak Arman makin penasaran karena Desya yang tak kunjung-kunjung bercerita.
"Ihhh, aku bingung mau cerita dari mana" jerit Desya frustasi. "Kakak jangan nekan aku gitu juga dong" Desya memanyunkan bibirnya yang membuat Arman malah terbahak lalu mengusap pucuk kepala Desya.
"Iya sayangkuuu..., makanya buruan cerita ya" ucap Arman dengan lembut lalu mengusap pipi Desya.
Desya memukul lengan Arman pelan lalu tersenyum menyipitkan matanya dan menyenderkan kepala pada dada Arman yang diusap-usap oleh pria itu agar Desya merasa rileks.
"Jadi kak, aku itu lagi berantem sama Uli, Ranti dan Maya"
Desya menunggu reaksi Arman selama beberapa detik sebelum melanjutkan ceritanya tapi pria itu hanya terdiam yang membuatnya kesal lalu menjauhkan tubuhnya dari Arman yang memeluknya, menoleh ke belakang dan mendapati ekspresi datar dari pria itu yang memandanginya bingung.
"Kok kakak diem aja sih?" protes Desya kesal.
Arman mengerutkan alisnya. "Ya kan kamu belum selesai cerita, ntar kalo aku motong, kamu ngoceh lagi"
Desya merengut, benar juga apa yang dikatakan pria menyebalkan ini. Akhirnya Desya pun kembali menyandarkan dirinya.
"Mereka marah sama aku gara-gara katanya aku cuma deket sama mereka kalo di kampus aja dan udah gak pernah mau ngumpul bareng lagi. Mereka minta aku untuk lebih ngeluangin waktu buat mereka. Jadi aku bingung sekarang dan butuh pendapat kakak" ungkap Desya tak memberi tau kalau Maya sempat memintanya untuk memutuskan Arman.
Arman menghela napasnya. Ia sudah tau hal ini akan terjadi. Kalau boleh jujur, Arman memang sengaja menjauhkan Desya dari teman-temannya. Tapi bukan tanpa alasan juga Arman seperti itu.
"Kalo kamu nanya aku, pastinya aku bakal jawab kalo temen yang baik itu gak harusnya menekan temennya gitu. Harusnya mereka support kamu dan ngertiin kamu. Dan kalau mereka memang gak suka sama sikap kamu, seharusnya diomongin secara baik-baik, selesain secara baik-baik, bukannya malah nyerang kamu bareng-bareng gitu"
Bekerja di dunia hukum selama beberapa tahun ini cukup dapat membuat Arman sadar, tak ada istilah pertemanan sejati di dalam dunianya. Jadi Arman dapat mengetahui yang mana teman yang baik dan mana yang tidak. Arman tak pernah mau memberi waktu untuk Desya berkumpul dengan temannya karena memang mereka memberi pengaruh yang buruk pada Desya.
Dulu sekali, saat Arman masih mengizinkan Desya pergi bersama mereka, Desya menjadi tak tau aturan dan mudah terpengaruh. Sering pulang malam, suka berkata kasar dan malas kuliah.
Sebagai contoh saja, Ranti dan Maya merokok. Bukan, Arman bukan mempermasalahkan itu. Ia tak melarang Desya untuk berteman dengan teman-teman perempuannya yang merokok karena bagaimanapun itu uang mereka dan mereka bebas sebab mereka sendiri nanti yang akan menanggung akibatnya.
Hanya saja, mereka sering menawari dan membujuk Desya sampai gadis itu dulu sering bertanya-tanya tentang pendapat Arman mengenai perempuan merokok dan pernah mempunyai pikiran untuk mencoba karena penasaran saat melihat teman-temannya yang begitu menyukai benda bernikotin itu. Dan Arman tak suka saat ada orang yang mencoba menjerumuskan Desyanya.
"Tapi aku tetep pengen temenan dengan mereka kak"
"Aku tau Sya, aku juga gak maksa kamu untuk ngejauhin mereka. Tapi aku mau mereka harus tau batasan yang mereka punya, yang namanya temen itu juga ada batasnya, gak semua harus mereka tau, kamu juga punya privasi Sya"
Desya terdiam memikirkan perkataan Arman. Sebenarnya Desya merasa sedikit sakit hati pada teman-temannya, tapi mengingat sudah tiga tahun ia dan teman-temannya bersama, membuat Desya tak bisa melepaskan pertemanannya begitu saja.
"Gak tau deh kak, setiap kali ngebahas ini, mood aku selalu ilang"
Mau tak mau, Arman memilih untuk tak melanjutkan pembicaraan mereka lagi. Arman juga tak mau Desya memikirkan masalah yang menurutnya tak penting dan tak pantas untuk diambil pusing. "Ya udah, kalo gitu mendingan kita keluar jalan-jalan aja yuk" Arman menyisiri poni Desya yang panjang dan sampai menutupi wajahnya.
"Ayokkk..." teriak Desya semangat.
***
Setelah pulang dari kafe, tempat mereka nongkrong seharian ini, Desya langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Hatinya terasa senang kembali walau tubuhnya lelah. Ah, Arman memang paling tau cara membuat dirinya merasa lebih baik.
Desya tak pernah menyangka pertemuannya dengan Arman empat tahun lalu bisa begitu banyak membawa perubahan dalam hidupnya. Setiap hari Desya selalu merasa kesepian karena tak ada yang menemaninya, apalagi jika Desya terbayang-bayang akan sosok ibunya. Tapi setelah mengenal Arman, perasaan itu tak pernah hadir lagi dalam dirinya.
Dimulai dari awal-awal mereka pacaran. Desya yang bersikap kekanakan dan Arman yang dewasa membuat keduanya tak pernah berada pada satu jalan pemikiran. Desya yang masih tak bisa terikat oleh komitmen dan seolah menyepelekan hubungan mereka. Sering ngambek, jarang membalas chat, selalu menolak ajakan pergi dari Arman, yang membuat mau tak mau Arman yang harus selalu berjuang dan bertahan karena dirinya sudah sangat menyayangi Desya.
Sampai akhirnya Desya mau belajar untuk berkomitmen karena sadar sekaligus bersyukur, Tuhan memberikannya Arman yang selalu sabar dan tahan dengan sikap kekanakannya. Tak ada yang pernah menyangka bahwa keduanya dapat bertahan sampai sejauh ini.
Terlalu banyak yang sudah Desya lalui bersama pria itu. Tentu saja hubungan yang mereka jalani selama empat tahun ini memang tak mulus dan ada rintangan. Tapi Desya sadar, Arman sudah terlalu banyak mengalah pada dirinya yang selalu bersikap egois. Arman lebih banyak berjuang dan pria itu sangat menyayanginya, menghargainya serta mencintainya. Dan itulah kualitas yang Desya cari untuk pasangan hidupnya.
Maka dari itu, Desya sudah bertekad. Ia juga akan memperjuangkan Arman sebagaimana pria itu sudah banyak berkorban untuk dirinya, Desya tak mau hanya berdiam diri saja.
Hubungan itu menyangkut tentang dua orang, bukan satu orang saja. Kata-kata itu sudah sangat sering didengarnya dari orang-orang. Dan ya, Desya setuju dan sudah memilih serta memantapkan pilihannya untuk tak akan melepaskan Arman seperti Arman yang tak pernah melepaskan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boyfriend(END)
RomanceGimana jadinya kalo seorang cewe imut, kekanakan dan polos kayak Desya, dikekang sama pacarnya yang selalu bikin dia gemes sendiri? Pacarnya Desya itu pengacara, jadinya sifatnya berbalikan banget sama Desya. Tegas, dewasa, bijak dan yang jelas gak...