Desya keluar dari kamar mandi dengan perasaan yang lega karena sudah menyelesaikan segala kepentingannya di dalam sana.
Ia kembali mengambil posisi duduk di samping Arman yang sedang menonton acara di televisi dan ikut menikmati acara berita yang sedang disiarkan dengan lesu.
Daripada ia bosan, mendingan ia mengajak ngobrol Arman saja sekalian curhat-curhat, tak betah dia kalau harus ikut menyaksikan acara berita yang membuat kepalanya pusing itu.
"Kak, tau gak ya, aku bingung banget loh sama Maya. Dia itu kan pinter, tapi mau-maunya aja pacaran sama anak di kampus yang jelas-jelas playboy gitu. Dari dulu dia kalo dapet cowo gak pernah ada yang beres tuh" curhat Desya.
"Hm" deham Arman cuek menanggapi dengan tatapan terfokus pada acara yang disiarkan walau sebenarnya ada hal lain lagi yang mendominasi pikirannya.
"Udah ketahuan selingkuh sekali, terus dimaafin lagi, kan aneh banget ya. Kalo aku, udah aku buang jauh-jauh cowo kayak gitu!" ujarnya dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Lumayan ganteng sih... Tapi kalo gak setia sama aja enggak! Mending dapet yang biasa-biasa aja mukanya kayak kakak gini, yang penting baik" Desya menyengir lebar menatap Arman, tapi yang ditatap tetap diam.
Akhirnya Desya pun iseng-iseng mencolek dagu Arman karena bosan dan ingin mengajak Arman bercanda serta berhenti menyaksikan acara berita itu. Biasanya Arman akan menghindar ataupun menggerutu dan memarahinya jika sudah diperlakukan seperti itu.
Tapi berbeda kali ini. Arman tetap diam tak bergeming seperti patung. Dan reaksinya itu malah membuat Desya kebingungan. Pria itu tidak protes sedikitpun dan seperti tak menyadari kehadirannya.
"Kak, kakak marah sama aku?" tanya Desya to the point daripada ia terus kebingungan dengan sikap Arman yang bisa berubah setiap detiknya.
Arman menolehkan kepala, menatap Desya dengan datar dan menaikkan salah satu alisnya. "Menurut kamu?"
God, apa lagi kali ini? Perasaan sebelum ia pergi ke kamar mandi, Arman masih dalam keadaan baik-baik saja, malahan tadi Arman sangat manja padanya. Tak mungkin kan hanya karena ia ke kamar mandi Arman langsung bad mood seperti ini?
"Kak, kakak kenapa?" tanya Desya frustasi penasaran dengan wajah imutnya yang terlihat polos sekarang. Ia paling tidak suka dibuat penasaran seperti ini dan harus menebak-nebak. Tak bisakah Arman langsung menyampaikan apa yang membuatnya menjadi bad mood seperti ini?
Arman menghembuskan napasnya, seberat itulah hatinya sekarang. Bagaimana lagi Arman mau marah kalau sudah melihat wajah Desya seperti ini? Ia tak bisa marah lama-lama dengan gadis itu.
Arman balik menatap mata Desya dengan tatapan lembutnya. "Kiel siapa?" tanya Arman pelan. Alis Desya hampir terlihat menyatu. Apa hubungannya masalah ini dengan Kiel?
"Kak Kiel itu senior di kampus aku, emangnya kenapa kak?"
"Kamu jangan deket-deket sama dia!" satu kalimat yang diungkapkan secara tegas tapi mampu membuat Desya pusing tujuh keliling karena tak mengerti. Kenapa tiba-tiba Arman melarangnya tanpa sebab seperti ini?
"Memangnya kenapa kak? Aku sama kak Kiel juga gak deket, kita cuma temenan aja" jawab Desya meminta penjelasan. Ia tak mau menuruti Arman jika pria itu tak memberikan alasan yang logis. Mungkin jika Arman memberi tau alasannya, Desya bisa saja akan mempertimbangkannya.
"Pokoknya enggak boleh, lebih baik kamu nurutin aku!" Arman mengatakannya dengan tegas dan tak ingin dibantah lagi.
"Kakak egois! Aku gak akan mau nurutin kakak sebelum kakak kasih tau aku alesannya!" teriak Desya di depan wajah Arman dengan penuh kekesalan yang telah mencapai ubun-ubun lalu berdiri dari sofa dan masuk ke dalam kamarnya, membanting pintu kamar serta tak lupa menguncinya sebelum Arman masuk nanti.
Arman mengacak rambutnya frustasi dan menatapi pintu kamar yang barusan dibanting itu. Desya tak mengerti, ia melakukan hal itu karena ia sangat takut kehilangan Desya.
Bukan hanya menambahkan Desya sebagai temannya saja, pria sialan itu juga langsung menanyai-nanyai Desya sedang apa? Lagi dimana? Sudah makan atau belum? Persis layaknya orang yang ingin menjalani pendekatan.
Untung saja Arman yang membukanya. Jika tidak, entahlah, Arman tak mau memikirkannya lagi karena itu membuat kepalanya pusing.
***
Sudah tiga hari semenjak pertengkarannya dengan Arman dan mereka tidak ada menjalin komunikasi sama sekali. Baik Arman maupun Desya sama-sama mempertahankan egonya dan bertekad tak akan mau meminta maaf duluan sampai salah satu dari mereka yang akan meminta maaf.
Tak bertemu Desya selama tiga hari mampu membuat perasaan Arman jadi kacau, bukan hanya perasaannya saja, tetapi pekerjaannya pun ikut kacau.
Mungkin kalau mereka bertengkar karena masalah yang lain, Arman bisa berusaha mengalah. Tapi untuk kali ini, ia tetap kukuh, sampai Desya menuruti keinginannya.
Meski bertengkar, Arman tetap mengawasi Desya dari jauh. Sempat beberapa kali Arman menelepon ayah Desya untuk menanyai-nanyai kabarnya. Arman cukup lega mengetahui Desya diantar oleh supir ayahnya, untung saja Desya tidak nekat untuk membawa mobil sendiri.
Semoga saja Desya dapat mengerti dan segera menuruti keinginannya karena ia tak bisa jika harus terus-terus saling mendiami seperti ini, tak ada Desya hari-harinya terasa sepi. Ya, mudah-mudahan saja.
Mengenai Desya, gadis itu sama merasa kesepiannya. Hari pertama Desya senang dan merasa bebas. Tapi setelah hari ini, tak ada lagi rasa antusias tersebut. Yang ada, dia malah merindukan Arman. Keberadaan pria itu, perhatiannya sampai kediktatorannya, semua Desya rindukan.
"Bukannya minta maaf!" gerutu Desya memerhatikan handphone yang digenggamnya sepi tanpa chat dari Arman seperti biasanya.
Hari ini Desya sama sekali tak keluar kamar. Ia menyibuki dirinya dengan laptop dan handphone sambil berbaring, berharap semua itu dapat menyingkirkan kebosanannnya, dengan harap-harap menunggu Arman yang menghubunginya duluan.
"Desya..." suara ketukan dari pintu kamarnya membuat Desya beranjak dari singgasananya.
"Kenapa pa?" tanya Desya saat melihat ayahnya sudah berdiri di depan kamarnya dengan setelan jas, tak biasanya di jam kerja seperti ini ayahnya ada di rumah.
"Nanti malem ada acara ulang tahun kantor, papa mau kamu ikut" ujar Suherman.
Desya mengangguk lemas. Sungguh ia sedang tidak mood untuk pergi ke acara manapun, tapi ayahnya itu orang yang keras, jadi lebih baik ia menuruti saja.
"Iya pa, nanti Desya siap-siap"
"Kalo gitu papa mau balik lagi ke kantor" ucap Suherman singkat.
"Papa cuma mau nyampein itu?"
Suherman mengerutkan keningnya. "Iya, memangnya papa mau ngapain lagi kalau bukan mau nyampein itu?"
"Kenapa gak lewat telpon aja pa?"
"Oh, tadi papa sekalian mau ambil berkas ketinggalan"
Desya mengangguk sebelum akhirnya Suherman beranjak pergi ke kantor. Desya menghela napasnya. Mau bagaimana dia jika nanti bertemu Arman? Sudah pasti pria itu juga berada di acara yang sama dengan ayahnya.
Ayah Desya memang sengaja mengajak Desya untuk ikut ke acara tersebut karena ia sudah mengetahui kalau calon menantunya dengan anaknya itu sedang ada masalah dan ia bertekad akan membuat mereka kembali berbaikan lagi, bagaimanapun caranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boyfriend(END)
RomanceGimana jadinya kalo seorang cewe imut, kekanakan dan polos kayak Desya, dikekang sama pacarnya yang selalu bikin dia gemes sendiri? Pacarnya Desya itu pengacara, jadinya sifatnya berbalikan banget sama Desya. Tegas, dewasa, bijak dan yang jelas gak...